Scene 15: Blood Legacy

428 33 1
                                    


Pertama kali yang dilihat Rukia ketika membuka matanya adalah warna jingga temaram. Lalu suara halus dengkuran, berikut kehangatan ganjil yang menindih bahu kirinya. Rukia terdiam di saat jam menunjukkan pukul empat lewat sembilan pagi. Matahari belum menunjukkan permulaan hari. Terlalu dini ketika sinarnya tertutup oleh langit malam yang masih tersisa di ujung cakrawala.

Napas Rukia tercekat dengan sendirinya. Tangannya perlahan terulur, memastikan bahwa yang benar-benar tidur di sampingnya adalah seseorang. Ichigo. Bergelung di dalam selimut tanpa peduli saat jari-jari Rukia menyentuh wajahnya. Membelai turun hingga ke dagu dan merasakan denyut nadi di lehernya berdetak stabil.

Ichigo tidur di sisinya, meninggalkan insting sensitif hewan liarnya dalam semalam. Bahkan, dia lupa untuk membuka kalung besi di lehernya.

Rukia tidak tahu harus berbuat apa, selain membiarkan Sang Beta tertidur lelap dan memulihkan energinya. Walaupun pertanyaan terbesar mulai tercetak di dalam benaknya, 'bagaimana bisa Ichigo tidur di atas ranjangku?'

Keanehan yang ganjil mengiringi rasa penasaran Rukia. Perasaan aman, terlindungi. Keberadaan Ichigo melebihi apa pun yang dibutuhkan Rukia saat ini.

Tangan Rukia berakhir dengan memeluk punggung tangan Ichigo, merasakan kehangatannya tersalur dari kulit ke kulit. Tubuh Sang Beta selalu hangat, sementara tubuh Rukia hampir sedingin es.

Rukia takut dengan dirinya sendiri, pada apa yang sudah tubuhnya lakukan pada Quincy yang hampir membunuh Ichigo. Kekuatan dashyat yang bahkan tangannya tak bisa kendalikan. Rasa dingin yang berubah menjadi panas di dadanya, Rukia masih mengingat jelas bagaimana rasanya.

Perlahan Rukia mulai beringsut, spontan mencari kehangatan dari tubuh Ichigo. Sebisa mungkin berada dekat dengannya dan bisa melupakan kekuatan asingnya dalam sesaat. Matanya tertuju pada wajah Ichigo, menelusuri setiap detail garis tajam rahang juga tulang pipinya, berikut bulu matanya yang sedikit lentik daripada pria kebanyakan. Fokus Rukia tertuju pada Ichigo seorang, membuatnya merasa lega bahwa Sang Beta selalu mendukungnya. Apa pun yang terjadi.

Ichigo mengerjap, ketika Rukia tak sengaja mencengkram tangannya terlalu erat. Sang Beta mengerang rendah, sebelum membuka setengah mata kantuknya. Terlalu berat untuk berkompromi dengan pagi buta.

Rukia merasakan rasa panas menjalar di kedua pipinya terlalu cepat.

"Aku membangunkanmu..." bisik Rukia. Suaranya seperti embun di pagi hari, lembut dan dingin. Ichigo merasakan kantuknya sulit untuk ditahan lebih lama.

"Mengapa kau tidur di ranjangku?" tanya Rukia lagi.

"Hmm... Mengapa?" Alis Ichigo naik terlalu tinggi, ketika dia tidak bisa memikirkan jawabannya. Otaknya tak bisa bekerja dan merangkai kata-kata. "Entahlah. Kaupikir mengapa?"

Rukia tertawa kecil ketika mendengar Ichigo meracau tidak jelas.

"Kau mengingat apa yang terjadi semalam setelah kau berpatroli?"

Kini dahinya mengkerut dalam. Sekeras apa pun dia berusaha berpikir, akhirnya Ichigo hanya bisa melihat warna hitam dan ketidaksadaran. "Ya, aku berpatroli, lalu apa? Ahh—jangan tanyakan itu sekarang. Aku tidak bisa memikirkan apa pun."

"Tapi kau tidur di ranjangku."

"Ranjangmu, ranjangku, semuanya sama saja, bukan? Aku tidak masalah."

Rukia menahan diri untuk tidak berdebat lebih lanjut. Dan bangun di jam empat pagi bukan pilihan yang bagus untuk tubuhnya. Dua pilihan yang akhirnya dibiarkan Rukia begitu saja. Dia memutuskan tidur adalah solusi terbaik, walaupun sekarang terasa sulit untuk dilakukan. Keberadaan Ichigo sudah mengambil sebagian besar kewaspadaan juga daerah privasinya.

The Dark Legacy: First Quarter | BLEACH; IR {Book 1}Where stories live. Discover now