7. Ini Bahuku, Ayo Menangislah

2.4K 126 0
                                    

Masih kutatap layar HPku. Nama Fahri sungguhan ada! Alhamdulillah... Rasanya seolah tumpukan batu yang menghimpit dadaku selama ini, terburai sudah. Aku bisa bernapas lega.

[Gue ngga bisa kesana sekarang, Rei.]

[Kenapa?] balasku secepat yang kubisa.

[Kan sekarang tinggalnya jauh, ngga bisa kayak dulu, ke rumah lo tinggal ngesot]

[Hahaha.. Okeh. Besok?] tuntutku.

[Besok].

Bisa kubayangkan wajahnya saat ini, mungkin sedang menatap layar HP sambil tersenyum lebar. Semakin rindu rasanya.

Seketika air mata mengalir di pipi, kuusap segera. Jangan sampai Salsa liat Bundanya yang reman ini menangis.

---

Pagi buta, aku sudah siap berangkat ke kantor lagi. Bibi sedang menyiapkan sarapan untuk anak-anak. Buatku tidak. Aku tidak suka sarapan terlalu pagi.

Kuhirup udara pagi yang segar saat membuka pintu depan. Matahari masih malu-malu, tapi jadwalku hari ini sungguh tak tahu malu. Padat sekali. Meeting, membuat laporan, lalu meeting lagi. "Bismillah," bisikku.

Ada orang berdiri di depan pintu pagarku. Tak terlihat jelas wajahnya, hanya siluet tubuh tinggi dan ramping yang dapat ditangkap oleh mataku. Saat orang itu menyapa, "Rei!, jantungku seperti merosot ke dasar perut. Suara Fahri.

Kuatur mimik wajah agar tak terlalu terlihat menyedihkan, lalu melangkah tenang ke arahnya, membuka pintu pagar dan menyapa..

"Hoi, orang hilang! Kemana ajaaaa..!".
Dia tertawa lepas. Tawa yang selalu kurindukan.

"Ada." jawabnya sambil cengengesan.
Begitu cukup dekat, kutonjok pelan dada kanannya. Dia lagi-lagi tertawa.

"Sakit woy!"

"Lebay. Eh, ngapain pagi-pagi bengkak nongkrongin rumah orang? Untung ga ditangkep sekuriti lo..", ujarku sambil terus menata napas. Satu.. Satu... Satu... Jangan nangis. Jangan nangis.

"Pengen nganterin lo ke kantor, sekalian sarapan. Yuk!" ajaknya. Riang sekali.

"Asik, ongkos ke kantor gue gratis hari ini!".

Fahri cengengesan lagi.

Kamipun melaju menuju jantung kota Jakarta.

---

Di mobil, tak henti-henti kutolehkan wajah ke samping, mengamati Fahri sementara dia menyetir dengan tenang. Seperti biasa. Ada yang berbeda. Tubuhnya lebih kurus. Lingkaran hitam di bawah matanya terlihat jelas. Bibirnya kering. Sorot matanya terlihat jauh berbeda. Ada luka di sana.

"Napa ngeliatin gue? Ganteng yak?" Tiba-tiba Fahri nyeletuk.

"Iyak." jawabku asal.

"Hahahaha"

"Lo dari mana aja, Boy?"

"Ada."

"Iya, tapi ngga ada di deket gue..", suaraku terdengar menyedihkan sekali.

Dia menoleh sekilas, lalu kembali konsen ke kemudi.

"Maaf, Rei".

"Iya, dimaapin".

"Gue agak sibuk ngurus perceraian, perjanjian pasca cerai, harta gono-gini"

Aku menunggu dalam diam.

Fahri melanjutkan, "Ternyata ngurus perceraian makan waktu lama ya, sidang berkali-kali, masih harus menahan emosi di setiap sesi persidangan."

"Gue ngurus Anna juga, sering sakit sejak pisah sama ibunya," suara Fahri terdengar berat.

KISAH WANITA BIASAHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin