01

93.2K 2.6K 35
                                    

Butuh waktu lama untuk pulih.

Hal itu dirasakan oleh seorang gadis yang tengah mengusap batu nisan bertuliskan nama Alif Sanjaya.

"Aku, pergi ya..." ucap gadis itu sembari menabur bunga.

"Ray! Ayo!"

Raysa Elyana Samudera, gadis itu menoleh ke mobil pada teman-temannya yang sudah menunggunya.

"Aku, sayang kamu..."

Ray, gadis itu berjalan meninggalkan pusara Alif Sanjaya. Di dalam mobil sudah menunggu Kay, May dan juga Faris yang menjadi supir mereka.

"Bandung, I'm coming!" ucap May setelah Ray masuk kemobil.

Ray tersenyum menatap dua sahabatnya. Mereka selalu ada untuknya bahkan saat ia memutuskan untuk meninggalkan Kota Jakarta, keduanya juga mengikutinya.

"Oke girls..." ucap Faris memastikan ketiga gadis yang akan diantarnya ke bandara itu sudah siap.

Tiba-tiba Faris mengurungkan niatnya yang hendak tancap gas saat menatap seorang gadis berseragam sekolah SMA Samudera.

Ray turun dari mobil menatap Rosa yang melangkah mendekatinya. Gadis itu memberikan sekuntum mawar merah pada dirinya.

Setelah satu bulan kepergian Alif Sanjaya, hubungan Ray dan Rosa sedikit membaik. Bahkan May dan Kay juga tersenyum melambaikan tangan pada Rosa.

"Hati- hati," ucap Rosa setelah Ray menerima bunga mawar pemberiannya.

Ray memeluk Rosa hingga membuat gadis itu terkejut langsung meneteskan air mata.

"Jaga, apa yang gue tinggal." Ray berucap kemudian kembali masuk kemobil. Rosa mengangguk, melambaikan tangan pada kepergian mobil yang membawa Ray.

Ketiganya tiba di bandara. Jonathan dan Renata sudah menunggu.

"Asisten udah beresin mansion sesuai perintah kamu, ayah juga udah kirimin mobil ke mansion buat kalian." Jonathan tersenyum mengusap kepala Ray.

"Jaga diri," ucap Renata memeluk Kay dan May.

"Abang bakalan kesepian," kekeh Faris garing.

Ray memeluk kakaknya dengan penuh rasa haru. "Kapan- kapan kalau Abang nggak sibuk, main ke Bandung ya." Ray tersenyum dan Faris balas memeluk gadis itu.

Beberapa saat kemudian setelah mengucapkan salam perpisahan, pesawat lepas landas membawa tiga gadis itu.

Vano Rifandy, pemuda itu duduk di kursi menatap pesawat yang baru saja pergi. Ia tersenyum sembari menghela napas.

"Kak Ray, sampai jumpa." Vano pergi meninggalkan tempat tersebut sebab menahan diri untuk tidak menemui Ray setelah kejadian malam hari yang telah lalu.

Beberapa jam kemudian, taksi yang membawa Ray, Kay dan May berhenti didepan sebuah rumah mewah dengan beberapa mobil berjejer dihalamannya.

"Asik! Akhirnya, gue bisa main game semalaman tanpa ditegur nyokap!" girang Kay membuka pagar rumah tersebuh.

"Untung aja, orang tua gue ngijinin buat ikut kalian. Kalau enggak, ya gue bakalan tetap ikut juga sih," kekeh May menyusul Kay.

Ray berdiri memandangi rumah tersebut, rumah kepunyaan Samudera yang digunakan hanya jika mereka berada di Bandung. Kejadian itu sudah lama sekali, Ray masih ingat saat kecil ia sering bermain dengan Faris di ayunan sebelum orang tuanya sibuk dengan pekerjaan dan hampir tak punya waktu untuk sekedar makan malam.

"Pak, bisa bantu angkatin kopernya ke dalam? Nanti dikasih bonus," ucap Ray dengan ramah.

Beberapa saat kemudian, tiga gadis itu masuk kedalam sebuah kamar. May langsung menghempaskan tubuhnya di kasur empuk sedangkan Kay memilih menyalakan televisi besar agar ia bisa bermain game.

Cold Boy VS Bad Girl ✔Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora