✨Delapan Belas • 1, 4, 3 dan...✨

1.1K 223 55
                                    

"Oh, iya satu lagi non. Percaya nggak percaya..semenjak mas Leon deket sama non Arum, mas Leon jadi nurut sama mama-papanya, nggak suka ngelawan lagi, jadi suka nyapa bi Warti sama pak Diman juga. Padahal kalo dulu sih boro-boro, non. Cuek banget." Ucap bi Warti sambil tersenyum penuh arti dan masih fokus dengan wajan penggorengannya.

"Masa sih bi? Ya kali, masa gara-gara saya? Saya nggak ngapa-ngapain loh, bi." jawab Arum sambil terkekeh pelan, tanpa menoleh, dan fokus membuat teh hangat untuk dirinya dan Leon.

Tiba-tiba Arum menghentikan tawanya, ketika orang yang sedang dibicarakan sejak tadi sudah datang menghampirnya.

"Ayo, Rum belajar. Keburu malem nanti kamu pulangnya."

Arum menoleh sekilas lalu mengangkat nampan berisi minuman dan makanan ringannya sebelum dia berjalan mengekor di belakang Leon yang sudah lebih dulu berjalan ke gazebo belakang rumah. Bi Warti sempat berbisik sebentar, "Tuh kan, jadi rajin belajar juga sekarang, non." Ucapannya hanya dijawab oleh gelengan kepala Arum, seakan berkata 'Hehe, ada-ada aja sih.'

Leon yang telah sampai duluan di gazebo lalu menoleh ke belakang, memeriksa keberadaan Arum di belakangnya. "Loh? Kok kamu yang bawa sih? Tau gitu, aku bantuin tadi."

"Nggak pa-pa, kak. Hitung-hitung bantuin bi Warti." Arum mengulas senyumnya.

"Sini nampannya, kamu di sini tuh tamu kok malah bantuin bi Warti terus sih?" Leon mengambil alih nampan yang Arum bawa lalu meletakkannya ke atas meja.

Arum melepas alas kakinya dan duduk di seberang meja tepat di depan Leon, sambil mengeluarkan buku-buku yang dia bawa. Leon memperhatikan gadis itu sambil mengulum senyumnya dan kedua tangan yang menopang dagunya.

"Ih, kak ngapain sih ngeliatin gitu?" Ucap Arum yang risih karena Leon selalu saja begini saat mereka belajar bersama.

"Hehe, nggak pa-pa kan aku nungguin kamu siap-siap."

"Udah nih, sekarang kerjain soal lanjutan kemaren ya kak?" Arum menyodorkan buku paket fisika yang sudah dia tandai dari rumah.

Leon mengangguk semangat lalu menerima buku itu. Leon terlihat serius mencoret-coret bukunya dengan rumus-rumus. Setelah selesai, dia langsung menatap Arum lagi.

"Udah, hasilnya ini." Leon menunjukkan hasil hitungannya.

"Kok cepet banget? Beneran dihitung apa nggak sih?" Tanya Arum sedikit sinis.

"Ya beneran lah, Rum." Leon menyodorkan buku itu pada Arum.

"Kok 143? Kebanyakan kak, hasilnya cuma puluhan kok."

"Baca dulu dong pake bahasa inggris."

Arum mengerutkan dahinya bingung, tp tetap memandangi bukunya sambil berpikir.

"One- hundred fourty three?" Ucap Arum dengan ragu.

"Bukan, baca satu per satu angkanya." Leon menggeleng pelan.

"One- four- three?"

Senyum Leon mengembang sambil menopang dagunya dengan kedua tangannya tepat di depan Arum dan dia menjawab, "One four three too, Arum."

Arum mengangkat kedua alisnya, seakan sadar dengan apa yang baru saja dia dengar. Arum langsung mengalihkan pandangannya dan mengambil segelas teh hangat yang ada di dekat mereka. Karena gugup, dia tidak sadar bahwa tehnya masih sedikit panas. Arum yang kaget, langsung melepas gelas itu hingga percikan air tehnya mengenai pergelangan tangan kirinya.

"Ah..aduh panas." Arum menyibakkan tangannya dengan panik.

"Arum! Astaga, rum..maaf ya? Gara-gara aku ya?" Leon langsung melihat keadaan tangan Arum yang baru saja terkena air teh dan mengusapnya pelan lalu meniupnya.

A.R.U.M | JUNGRIWhere stories live. Discover now