2. Tenggat Waktu

15.3K 2.1K 110
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Lantunan sholawat Qomarun terdengar lirih ditelinga Maryam, matanya langsung terbuka seketika, mengingat lantunan itu dulu setiap pagi selalu dia dengar dari Marwah. Tapi, saat matanya benar-benar terbuka, lantunan itu menghilang. Seperti Marwah yang menghilang dan tak akan pernah pulang.

Kehilangan benar-benar menyapa dan menyisakan luka saat semua telah menjadi kenangan. Kenangan yang setiap detiknya membunuh secara perlahan.

Maryam bangkit dari tidurnya, termenung sejenak di atas tempat tidur. Ditatapnya keseluruhan ruangan kos Marwah, ada satu foto perempuan kembar di atas meja belajar dengan senyuman yang bahagia. Foto itu diambil jauh sebelum keadaan menjadi rumit. Sebelum sebuah senyuman berubah menjadi tangisan, sebelum mimpi-mimpi indah berubah menjadi mimpi buruk, sebelum kata sayang berubah menjadi kata benci yang teramat dalam.

Mata Maryam beralih pada layar laptop. Laptop itu menyala sejak tadi malam, memperlihatkan satu email masuk dari seseorang yang misterius.

Siapa Eagleblack?

Ada hubungan apa Marwah dengan orang itu?

Kenapa orang itu mengancam Marwah?

Pertanyaan itu semakin mengerucut dan membuat Maryam berspekulasi bahwa kematian Marwah ada hubungannya dengan Eagleblack. Detik itu juga, Maryam bergegas mempersiapkan diri untuk menemui seseorang.

***

"Lo kenal Fandy anak kampus sini?"

Pagi itu Maryam langsung mencari keberadaan Fandy, dia menyesal sudah membuang kontak nomer Fandy waktu itu. Apa yang telah dia dapat tentang sosok misterius praduga pembunuh Marwah ketemu, yang dia butuhkan saat ini adalah Fandy, yang memiliki niat untuk mengusut kasus kematian Marwah.

Karena yang Maryam tahu Fandy satu kampus dengan Marwah, dia mendatangi kampus Fandy hari itu.

"Fandy yang mana ya? Fandy banyak di sini." jawab seseorang yang Maryam tanyain.

"Anaknya tinggi, putih, kayak arab-arab gitu mukanya, lo tahu?"

Orang itu mencoba mengingat, tidak lama kemudian dia menggeleng, "Nggak tahu. Coba tanya anak pondok mengaji, kalo lo bilang kayak arab-arab mukanya, di sana banyak yang punya muka kek gitu."

"Oke thanks." Maryam buru-buru mencari tempat yang dimaksud pondok mengaji. Tempatnya berdekatan dengan fakultas Pendidikan Agama.

Tapi, nihil. Mereka tahu siapa yang Maryam maksud, tapi Fandy nya yang tidak ada di tempat dan sialnya mereka tidak tahu Fandy ke mana. Biasanya kalau pagi Fandy memang ke pondok mengaji, tapi sejak kematian Marwah, dia jarang ke pondok mengaji di pagi hari.

Tak menyurutkan semangat Maryam mencari Fandy, dia kembali berputar-putar di sekitaran kampus. Dari kantin setiap fakultas, Masjid-masjid tiap fakultas sampai ruang kuliah Fandy. Namun, hasilnya tetap nihil. Laki-laki itu tak menampakkan diri.

Maryam mencoba menghubungi nomer telepon Fandy yang dia dapat dari seseorang yang mengenal laki-laki itu. tapi, nomer itu sedang tidak aktif. Sedikit merasa frustasi, Maryam memutuskan untuk pergi ke Cafe biasa. Mungkin saja, Fandy berada di sana.

Maryam duduk di bangku biasa dengan satu cangkir kopi hitam di atas meja. Matanya berselancar ke penjuru Cafe, tapi laki-laki dengan perawakan tinggi itu tidak tertangkap oleh pandangannya. Padahal Maryam benar-benar membutuhkan dia.

Sekitar beberapa menit di Cafe itu, telepon masuk ke ponselnya. Ada nomer yang tidak dikenal masuk ke ponselnya. Buru-buru Maryam mengangkatnya, mungkin saja dia Fandy.

MaryamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang