01 - FAKTA BELAKA

220 29 16
                                    

Di atas tumpukan buku yang tidak tinggi, video dalam smartphone bersuara, “Good afternoon, my name is Sophia and I am the latest and greatest robot from Hanson Robotics. Thank you for having me here .... I think I’m special. I can use my expressive face to communicate with people .... I want to live and work with human. So I need to express the emotions to understand humans and build trust with people ...” Video itu adalah tentang A.I. Robot yang sedang diperkenalkan di Saudi Arabia.

“Wah, dunia ini makin gila saja. Gila!”  seru Joon, sambil mendorong dirinya—yang duduk di kursi putar—dengan kaki menjauhi meja belajarnya yang berantakan oleh notebook, berbagai kertas, remah makanan dan bungkusnya, dan beberapa pena.

DUK. Punggung kursi putarnya beradu dengan kursi putar lain yang kosong milik teman sekamarnya, Jung Shin.

“Kenapa? Jangan bilang kau mau pindah jurusan lagi ya?” Jung Shin membanting bangun dirinya yang sedang santai membaca komik Conan.

“Kebenaran hanya ada satu!” Jung Shin memamerkan telunjuk panjangnya dengan gaya detektif yang konyol dan kekanakan, mengutip tokoh utama dalam komik tersebut.

Joon, yang sedang menggeliat di kursi putarnya,  hampir terpelanting karena aksi konyol temannya itu. Dia bisa memastikan kelanjutan ucapan Jung Shin, “Begitu pula dengan hati dan konsentrasi. Hati hanya ada satu, tidak dipetak-petak. Konsentrasi pun hanya satu. Multi tasking? Itu mitos!”

Jung Shin terpana. Setelah mungkin ratusan kali dia mengulang kalimat itu di depannya, akhirnya temannya ini hafal juga. Dia bertepuk tangan lambat untuk itu.

Joon bangkit dari kursi putarnya. Dia menggeliat sambil berkata, “Tenang saja. Aku tidak akan pindah jurusan lagi. Lebih tepatnya, tidak mungkin. Lusa kuliahku dimulai. Semester tiga. Hihihi.” Dia sedikit berjingkrak saat ber-hihihi.

Dikira akan ke kamar mandi untuk mandi, ternyata malah berbelok dan menjatuhkan diri di tempat tidur. Mata Jung Shin menyipit melihat tingkah plin-plan temannya ini. Dia berkomentar, “Tapi aku tak yakin kau bisa lulus sebagai dokter hewan. Mungkin setelah ini kau akan pindah jurusan lagi. Kau tidak tertarik masuk Psikologi? Jadi juniorku. Hah? Hah? Hah?”

Sebuah bantal mendarat di muka Jung Shin.

“Jangan menggoyahkanku! Aku sudah bulat, bertekad untuk menjadi seorang dokter hewan yang dikenal oleh SELURUH masyarakat di negeri ini. Mungkin aku akan jadi yang terbaik di bidang ini.” Joon bicara sendiri, membayangkan betapa suksesnya dirinya di masa depan kelak.

Jung Shin berkumur-kumur, “Padahal dia mendadak pindah jurusan karena kucing peliharaannya mati. Lihat saja. Kalau dia bertemu dengan orang gila, mungkin dia akan pindah ke Psikologi.”

“Manajemen itu membosankan. Terlalu umum.” Joon membicarakan alasannya pindah jurusan, menyambung kumur-kumur Jung Shin. “Kalau dokter hewan itu kan ... kesannya penyayang, ramah, keren, dan berkarisma. Wah, bayangkan betapa populernya aku nanti!” Joon merentangkan kedua tangannya sambil memejamkan mata, mulai berkhayal lagi.

Jung Shin tak peduli. Dia melanjutkan bacaan komiknya dengan duduk bersila di atas tempat tidur.

Tiba-tiba Joon menjulurkan kakinya ke luar ranjang, mengagetkan Jung Shin. Dengan kedua matanya yang terbuka lebar, dia berkata, “Bukan tidak mungkin aku akan bisa menyilangkan kucing dengan ikan, kodok dengan capung, ular dengan tikus—”

“Kau mau menghancurkan piramida makanan, hah? Kenapa tidak sekalian saja kau silangkan manusia dengan vampir, manusia dengan gumiho, manusia dengan—zombi, dengan alien, hah? Supaya seluruh jagad raya ini damai.”

BUK. Kali ini dahi Jung Shin dikenai kaus kaki. Jung Shin berkipas-kipas di depan hidungnya.

“Yang masuk akal dong! Vampir, gumiho, zombi, alien, itu hanya mitos.”

LOVE IN THE EARTHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang