08 - PETUNJUK BESAR

34 7 0
                                    

Karena mereka—Joon dan Jin Hee—terus saja membicarakan tentang akan menetapnya Jin Hee di Bumi, Joon jadi teringat pada kapsul terbang Jin Hee yang dia sembunyikan di balik terpal malam itu. Joon menunjukannya pada Jin Hee.

Di antara pepohonan yang tinggi dan di hampir dekat dengan sudut dinding pembatas lingkungan kampus, kapsul terbang itu tergolek. Tadinya Joon akan mengangkut benda itu hingga ke dalam bangunan di dekat sana yang terlihat tua dan kelam, tapi karena benda itu berat Joon hanya sanggup membuatnya tergolek dan akhirnya memutuskan untuk menutupinya saja dengan terpal berwarna biru navy. Joon merasa harus menyembunyikan benda itu karena kelihatannya aneh dan akan menarik perhatian. Joon menjelaskan semua itu pada Jin Hee.

Jin Hee mengangguk-angguk mengerti. Lalu dia bertanya, ‘Itu tempat apa?’ sambil menunjuk pada bangunan tua dan kelam berbentuk balok yang dimaksud Joon dalam cerita tadi.

“Katanya sih dulunya itu adalah laboratorium. Tapi sudah sejak lama bangunan itu tidak digunakan lagi dan jadi terbengkalai.” Joon pernah mendengar itu dari bisik-bisik heboh para mahasiswi yang mencurigai adanya hantu dalam bangunan itu—Joon tidak menceritakan bagian hantunya karena dia merasa itu konyol dan tidak penting.

‘Jadi, kapsul terbangku akan aman kalau disimpan di dalam sana?’ tanya Jin Hee, antusias.

Joon menimang. “Yah, karena tak pernah ada yang masuk ke sana kurasa,” jawabnya, hampir yakin.

Baiklah. Kalau begitu, Jin Hee akan pindahkan kapsul terbangnya ke dalam bangunan itu.

Dia mulai berkonsentrasi pada kapsul terbangnya. Sekejap kemudian, terpal biru menyingkap sendiri. Joon amat terkejut karenanya, lalu dia segera tahu bahwa itu perbuatan Jin Hee.

Jin Hee memfokuskan pikiran pada kapsul terbangnya, lebih dari sebelumnya. Lalu tiba-tiba CRING, kapsul terbang itu menghilang dari pandangan Joon. Rahang bawah Joon hampir jatuh ke tanah.

“Ke-ke mana benda itu?” tanyanya, horor, sambil menunjuk irit ke arah tempat beradanya kapsul terbang yang kini kosong.

‘Kupindahkan ke dalam sana.’ Jin Hee menunjuk panjang ke arah bangunan tua.

“Benarkah?” Joon melompati tanah berlubang, akar besar, dan beberapa semak untuk mengintip ke balik jendela kotor bangunan tua. Dan dia benar-benar melihat keberadaan kapsul terbang di dalamnya.

Joon kembali pada Jin Hee, sambil bertepuk tangan kagum dan berkata, “Wah, jadi itu yang namanya teleportasi? Hebat!” decaknya.

Jin Hee biasa saja. ‘Ini kan ke-tiga kalinya kau melihatnya. Kenapa masih kagum begitu?’ kata Jin Hee, polos.

“Tiga kali?” Joon berpikir. Dia mengingat-ingat: kapankah dia pernah melihat aksi teleportasi ini sebelumnya? Apakah benda-benda yang berterbangan di dalam kamar itu juga termasuk teleportasi? Ah, Joon tidak bisa menemukan jawabannya.

Jin Hee akan menjawab. Katanya, ‘Pertama, adalah saat aku memindahkanmu ke kamar kos.’

Joon ber-oh-oh ingat.

‘Kedua, saat kau bilang kau harus kembali ke mini market untuk membeli minuman satu lagi,’ lanjut Jin Hee, jelas.

Untuk peristiwa yang kedua itu awalnya Joon hanya mengangguk-angguk ingat seperti untuk peristiwa yang pertama, tapi anggukan itu berubah menjadi tolehan heran penuh tanya. Joon menyimpulkan, “Sebentar. Jadi—jadi jus itu ... jus itu hasil teleportasi dan bukan magic?”

‘Magic?’ Jin Hee mengulang, dengan heran. Dia tak tahu apa itu magic.

“Jus itu bukan anakan dari jus yang satunya juga bukan kau yang membuatnya, tapi kau memindahkannya dari tempat lain, begitu?” Joon membuat kalimat yang lebih sederhana agar Jin Hee bisa memahaminya. Dia sangat menantikan jawaban Jin Hee.

LOVE IN THE EARTHWo Geschichten leben. Entdecke jetzt