Bab XVIII : Kakak Beradik Juara Satu

173 27 6
                                    

Ini Hari pertandingan terakhir, kemarin team Ray memenangkan pertandingan, begitupun hari ini. Aku juga senang karena team Khafa bisa memenangkan 1 x pertandingan. Harus ku akui bahwa meskipun sedang cidera Khafa tetap bermain dengan sangat baik hari ini. Pengumuman pemenang lomba akan diumumkan setengah jam lagi. Sudah bisa di pastikan kalau teamnya Ray akan menjadi juara 1, sedangkan team Khafa meraih juara 2. Tidak apa toh mereka sudah bermain sebaik mungkin di pertandingan ini dengan sportif.

"Dayana" panggil Inaya dan Khafa dari balik belakangku.

"Hei" jawabku.

"Mana bekal makan siang gua?" tagih Khafa.

"Hari ini gua capek, lagian gua mau minta teraktir sama yang menang" sindirku sambil menunjuk Kafa dan lalu menadahkan tangan.

"Siapa??" timpal Khafa.

"Elu lah" sambarku.

"Lha kan yang menang adek lo, kenapa minta traktirnya sama gua" balas Khafa.

"Lll,, Looo tahu dari mana?" tanyaku heran.

"Arayan adek lo kan?" tanyanya memastika.

"Iya! Lo tahu dari mana?"

"Kan gua pernah ketemu dia waktu pengajian nyokap lo" ucapnya mengingatkan.

"Oh iya. Jangan sampai ada yang tahu!" ancamku.

"Iya!" jawabnya.

"Oh iya, Day ada yang mau gua omongin"

"Apaan?"

"Tapi lo janji jangan marah" pintanya.

"Iya" balasku

"Minggu lalu pas gua piket, gua nemu buku ini dibawah meja lo"

"Hah?" ucapku dengan mata terbelalak.

"Gua baca, itu isinya puisi karya lo kan?" ucapnya sambil memberikan buku puisiku. 

"Iya!" seruku senang menemukan buku milikku kembali.

"Oh ternyata lo yang nemuin, syukurlah gua kira ilang" jawabku sambil tersenyum menerimanya.

"Enggak ilang, tapi gua salin satu judul, dan gua kasih ke panitia untuk lomba puisi ulang tahun sekolah" jelasnya dengan perlahan dan wajah yang mulai pucat.

"Kok elo berani-beraninya!"

"Day, biar orang tahu kemampuan seorang Dayana tuh dari berbagai aspek"

"Gua gak butuh orang lain tahu kemampuan gua!" seruku.

"Terus, dibiarkan menjadi sebuah karya seni yang terbenam didasar laut dan tidak ditemukan oleh siapapun?" timpal Inaya membela Khafa.

"Gua tuh tahu kalian kembar. Tapi, gua gak tahu kalau kalian itu semenyebalkan ini" ucapku menahan marah dengan nada tertahan agar hanya mereka berdua yang mendengarnya. Seketika aku berbalik untuk meninggalkan mereka.

"Ayolah Day, toh puisi lo udah ngalahin 45 puisi anak-anak lain" timpal Khafa.

Mendengar perkataan Khafa langkahku terhenti seakan meminta penjelasan lebih lanjut darinya.

"Puisi lo masuk jadi perwakilan puisi anak kelas 3" tambah Khafa dengan mata tertutup dan ekspresi yang sudah siap jika aku menghajarnya.

"Udah mendingan biar jelas kita denger aja pengumuman langsung dari kepala sekolah, yuk ke aula" Ajak Inaya seraya menggenggam tanganku.

Oranye Di Langit SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang