Sebelum Drama Dimulai

7.5K 395 18
                                    

Biasanya, tidak akan ada hal-hal penting yang terjadi di hari pertama tahun ajaran baru. Seperti hari ini, setelah pengumuman dari wali kelas dan pembagian pengurus kelas beserta jadwal piket, seluruh siswa di SMA Dewantara diijinkan untuk melakukan hal bermanfaat lain sembari menunggu jadwal pulang atau bisa dibilang menunggu mereka dipulangkan.

"Lo mau makan apa, Nay?" tanya seorang perempuan dengan rambut panjang terurai pada salah satu teman yang rambutnya dikuncir asal.

"Soto aja, Ca." Namanya Kanaya, perempuan yang sehari-hari lebih akrab mendapat panggilan Naya ini merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Memiliki seorang kakak tampan bernama Kazaan, dan memiliki ayah bunda yang menyayanginya dengan sepenuh hati, yah... sebagaimana orang tua memperlakukan anaknya sih.

"Gila Nay, lo makan lagi? Tadi kan udah sarapan sama gue!" komentar seorang laki-laki yang tiba-tiba mengambil duduk di sebelah Naya dan langsung merebut minuman botol yang berada di hadapan perempuan itu.

"Rese lo! Beli sendiri!" bentak Naya sambil menurunkan tangan laki-laki bernama Ajun itu dari pundaknya.

"Can you guys please stop? Diliatin orang-orang." Caca, perempuan berambut panjang terurai yang tadi memesankan soto untuk Naya, meletakkan dua mangkok soto ke meja kantin.

"Apaan, Ajun tuh yang mulai!" sungut Naya.

"Dih! Jomblo ngambekan!" ledek Ajun.

"Diem!"

Ngomong-ngomong, Naya itu memang jomblo, dari lahir. Memangnya salah ya memilih tidak memiliki hubungan special dengan lawan jenis? Lagi pula ia masih tujuh belas tahun!

Kata ayah, kalau pacar-pacaran waktu masih SMA itu rawan putusnya. Naya kan nggak mau punya mantan segerbong kaya Ajun. Naya maunya seperti Bu Umi, guru Bahasa Indonesia yang bertemu jodoh di usia yang tepat dan di waktu yang tepat juga.

"Eh, katanya ada anak baru tahu!" celetuk Caca.

"Kenapa lu? Mikir jorok ya?" tanya Ajun pada Naya karena pipinya memerah.

Hey! Tadi siapa yang membuatnya kesal?! "Jauh-jauh deh lu dari gue!" Perempuan itu melotot tajam, memukul lengan Ajun hingga si empunya mengaduh sakit.

"Gue bukan lo ya!" Ajun semakin cekikikan, menggoda Naya hingga perempuan itu memerah memang mengasyikkan.

"Lo berdua dengerin gue nggak sih!" Caca mengetuk-ngetukkan sendoknya pada piring, membuat beberapa pasang mata yang berada di sekitar meja mereka menatap tidak suka.

"Sendika dhawuh Kanjeng Ratu," ucap Naya dan Ajun bersamaan. Caca berdecak, hilang sudah mood-nya untuk lanjut membagikan berita.

"Iya, iya, kita dengerin, yang." Ajun menghentikan tangan Caca yang bersiap menyuap soto ke mulut. Untung tidak tumpah!

"Ada anak baru, tadi gue nggak sengaja denger pas Pak Eka sama Pak Hari ngobrol di ruang guru."

"Nggak sopan banget nguping pembicaraan guru!" celetuk Ajun.

Caca berdecak lagi, "Kan tadi gue bilang nggak sengaja denger!"

"Lanjut, lanjut." Naya menengahi.

"Ya gitu, pas mau nganter hp-nya Pak Hari yang ketinggalan di kelas tadi, itu beliau pas banget lagi ngobrol sama Pak Eka."

"Pindahan dari mana?" tanya Naya.

"Andromeda International School! Meninggal nggak lo!" jawab Caca penuh semangat.

"Anjirrr, nggak salah denger lo? Dari sekolah elit gitu mau ngapain pindah ke sekolah kita?" Pertanyaan tidak berguna dari Ajun mewakili isi otak Caca dan Naya.

"Kalau dari Andromeda terus dia pindah ke Bima Sakti mah masih bisa di pahami lah, mereka satu yayasan dan satu kasta, lah ini? Jauh banget dari Andromeda ke Dewantara," cerocos Ajun sambil terus menyuapkan cilok bakar yang baru diantar oleh ibu kantin. "Apa jangan-jangan... bangkrut ye dia?" Ajun tersedak, Naya memukul punggungnya.

"Ngawur lo kalo ngomong, jaga itu mulut. Ngatain orang sembarangan!" sahut Caca.

"Gila, untung gue nggak mati! Kelewatan lo, Nay!"

"Dia pindah rumah, Ayahnya pindah dinas, pengen nyari yang deket kan bisa, kenapa lo kepikiran bangkrut!" omel Naya.

"Lah sama aja kali! Jarak sekolah kita sama Andromeda cuma tiga kilometer gini."

"Minta maaf nggak lo nanti!"

"Hah? Minta maaf ke siapa?"

"Ya ke si anak baru lah!"

"Lah, gue harus bilang gimana, Nay?'Sorry ya, gue ngatain keluarga lo bangkrut.' Yakali kalo dia cowok, paling-paling gue ditonjok. Lah kalau dia cewek, gimana kalau dia nangis? Gue tuh nggak bisa banget liat cewek nangis." Caca berdecak, ia heran kenapa masih ada saja perempuan yang mau terjebak mulut buaya milik Ajun.

"Ngelindur lo? Kemarin waktu gue nangis karna jatuh dari tangga, kenapa lo malah ngetawain gue? Terus dulu pas kita kelas sepuluh. Waktu Naya nangis kejer gara-gara lo nakut-nakutin dia, lo juga ngetawain dia!" ucap Caca melotot pada Ajun.

"Yah, kalian berdua mah pengecualian. Kalian kan bukan cewek," jawab Ajun santai. Naya memilih tidak menanggapi, dari pada dia semakin emosi dan berakhir dengan Ajun kehilangan rambut yang menurutnya 'sumber ketampanan' itu. Meredakan emosi, Naya memilih untuk menyeruput es teh miliknya hingga tandas.

"Tau ah. Gue ke kelas dulu. Bye!" ucap Ajun lagi, mengusak gemas puncak kepala Naya dan Caca kemudian berlari meninggalkan kantin. Ngomong-ngomong, Ajun belum membayar cilok bakarnya, Caca berteriak keras yang hanya dijawab dengan simbol hati di atas kepala.

"Cewek apa cowok, Ca?" Naya berani bertaruh, berita soal murid Andromeda yang pindah ke Dewantara pasti akan sangat menggemparkan.

"Kenapa? Kalau cowok mau lo taksir?"

"Ck!"

Caca tertawa, "Canda, kalau dari namanya sih cowok," jawab Caca lanjut memakan sotonya yang hampir habis.

"Siapa namanya?"

"Bara?" jawab Caca tidak yakin. "Nggak yakin tapi kayaknya bener, soalnya gue keinget Bara Tampubolon," jawab Caca.

"Bara!?"

Caca mengangguk, "Iya, kenapa? Kok kayak kaget gitu? Lo kenal?" Buru-buru ia menggeleng. Dia mengenal Bara, maksudnya Baranya. Ah, bukan, Naya hanya mengenal Bara, tapi bukan berarti Bara yang Caca bicarakan sama dengan Bara yang ia kenal bukan?

Benar. Itu bukan Bara. Dia bukan Bara yang Naya kenal.

Karena Baranya kan... tidak di Indonesia.


*****


originally post on 8 June 2018
with revision on 27 August 2020

Hi Hello! [di Karyakarsa]Where stories live. Discover now