Empat-

2 2 0
                                    

Sma 2 Cikarang pusat. Bangunan yang mempunyai perbedaan signifikan dengan sma di Jakarta. Setiap kelas punya lantai yang berbeda, tidak bertingkat. Di dalam kelas Cara, ditembok belakang ada cat cokelat bergambar seperti batu bata. Di dekat Musholla ada rel untuk jalan kereta tapi Musholla dengan rel dibatasi dengan tembok.

"Mau liat lapangan nya gak?"
"Mau"
"Kalo mau kenapa dari tadi cuman bengong?"
"Engga kok, ayo lihat, dimana lapangan nya?"
"Kalo laper kita bisa ke kantin dulu kok tuan puteri"
"Gue bukan tuan puteri lo"
"Tapi perasaan gue mau lo jadi tuan puteri nya"
"Bunuh perasaan lo."
Mendengar ucapan Cara, seperti ada setitik rasa nyeri di dada Reffangga. Tapi tidak apa,"gue pasti bisa" ucap Reffangga dalam hatinya.

"Kalo gue gak mau?"
"Gue gak perduli"
"Kalo marah lo jadi tambah cantik deh"
"Gak usah merhatiin gue"
"Hahaha, jadi, Tuan puteri mau ke kantin atau tidak?"
"Eng—enggak usah, lihat lapangan aja"
"Baiklah, ayuk"

Cara takut, sangat takut. Bertemu masa lalu nya disana. Biasanya dia—sang masa lalu suka berada ditempat ramai, dia suka berlama lama disana, Cara tidak tahu mengapa. Cara tidak suka ditempat ramai, tapi ketika bersamanya semua terasa damai.

"Daya jalannya jangan nabrak dong, nanti kalo arsenio baper gimana?"

Cara mendecak kesal, setiap kata yang keluar dari mulut cowok ini pasti menyebalkan. Beri Cara kesabaran menghadapi si tengil ini. Memang tidak ada bedanya dulu dengan sekarang. Selalu saja memakai kesabaran agar semuanya terlihat baik baik saja. Tapi apakah bersama nio kesabarannya akan terlihat baik baik saja? Pada realitanya sekarang Cara baik baik saja bersama nio tanpa ada kata "terlihat"
"Nio"
"Ya, Daya?"
"Pulang ke kelas aja yuk" pinta Cara
"Daya, pulang itu ke rumah bukan ke kelas"
"Tapi kata orang, kelas itu rumah kedua nio"
"Jadi tuan puteri ingin pulang ke rumah yang kedua?"
Cara hanya mengangguk
"Baiklah, ayok kita pergi ke rumah kedua bersama tuan puteri"
Reffangga menarik tangan Cara, berjalan berdampingan seperti sepasang kekasih, tapi nyatanya tidak semua yang dipikirkan orang itu terjadi sungguhan, hanya dipikirkan.

Saat yang ditunggu tunggu semua murid sudah tiba, saat nya pulang untuk seluruh siswa siswi.
"Daya pulang dianter siapa?"
"Supir."
"Supir nya nunggu dimana? Biar nio tungguin bareng daya"
"Gak perlu, gue bisa nunggu sendiri"

Cara pergi keluar kelas menuju arah gerbang sekolah, menunggu di tempat tadi pagi ia di turunkan. Lima menit, Sepuluh menit, Lima belas menit, Dua puluh menit, pak man tak juga terlihat batang hidung nya. Malah sekarang satu persatu murid murid disana yang menghilang tak terlihat batang hidungnya lagi. Cara sendiri.
"Yakin di jemput supir? Gak mau di antar saja?" Tiba tiba Reffangga datang dengan motor nya
"Yakin" jawab Cara
"Tapi buktinya daya masih disini. Mana supir nya?"
"Sebentar lagi juga datang"

"Maaf ya neng saya gak bisa jemput, ban mobil bocor, ini saya lagi di bengkel. Sekali lagi maaf neng"
Terdengar suara cemas pak man dari sebrang sana
"Gak mau nio anterin aja?" Tawar Reffangga sekali lagi

"Hm iya pak gapapa, Cara bisa naik angkot"
Setelah menutup telfon Cara berjalan keluar sekolah bertujuan mencari angkot disekitar situ, meninggalkan Reffangga yang pertanyaan nya belum terjawab.

"Angkot jam segini sudah gak ada"
Cara tak memperduli kan ucapan Reffangga, ia harus segera mencari angkot nya. Tapi, jalan pulang saja Cara tidak tahu. Bagaimana?

Cara berhenti berjalan, diikuti dengan Reffangga yang juga memberhentikan motor nya.
"Jadi gimana, mau ikut?"
"Jalan perumnai nomer 8, komplek jati asih." Jawab Cara
Reffangga hanya bisa tersenyum.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 03, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

bumi dan tuhanWhere stories live. Discover now