L

41 11 22
                                    

Reincarnation
-Note. 02: Same Like Her Lies-

Penyabar bukanlah pemimpin dari segalanya.
L untuk "lies", artinya kebohongan.
Jika satu kebohongan membuatnya murka, akankah kamu juga sama sepertinya?

~***~

Alan bukanlah tipe penyabar, begitupun Camelia, dan untungnya mereka berdua menyadari hal itu. Sebaliknya, Alan juga tahu bahwa gadis yang secara kebetulan sering berpapasan dengannya juga memiliki kepribadian yang tidak jauh berbeda darinya. Bedanya, Alan bisa mengekang amukannya sedangkan Camelia bisa jauh lebih ganas dan kesulitan mengekang amarahnya.

"Enak, ya? Kamu bisa tahan marah dengan mudahnya sedangkan aku kayaknya harus benturin kepala ke dinding dulu baru sadar," gumam Camelia sembari bertopang dagu.

"Lah, baru sadar? Kamunya aja yang emosian, makanya jadi gampang marah."

"Aku apa, hah?!"

"Tuh, kan, marah."

.

Gadis bermata biru itu menengadahkan kepalanya, menatap lamat-lamat plang pintu ruangan Kepala Sekolah yang seharusnya dia cari hingga ketemu sejak tadi pagi. Tangannya meremas tali tas kuat-kuat. Ada rasa janggal yang bergejolak di dalam dadanya. Dalam satu tarikan napas, akhirnya dia menoleh ke arah laki-laki di sampingnya dan berkata,

"Terima kasih. Seharusnya aku berani tanya-tanya ke orang sekitar daripada berdiam diri di ruang musik," katanya. Senyum lebarnya terlepas tanpa beban. "Diam-diaman di ruang musik, udah kayak di film horor aja, ya?" selorohnya.

Alan mendengus geli. "Perlu kutemani ke dalam?" tawarnya.

"Ah, nggak. Sampai sini udah cukup. Maaf merepotkan," tolak gadis itu. Mata birunya tampak bingung harus melihat ke mana asalkan tidak bersibobrok dengan mata Alan. Tangannya bergerak menyentuh daun pintu. "K-kalau begitu, sampai nanti, Al."

Al.

Hanya segelintir orang asing yang berani memanggilnya dengan sebutan akrab itu secara langsung dan terang-terangan di hadapannya.

"Oh, iya. Jangan sampai kena banyak masalah, ya! Aku paling nggak tahan kalau orang yang kukenal punya masalah dan ternyata malah dia tanggung sendirian."

"Wah, kamu persis ibuku. Bedanya, ibuku tinggi."

"Haha." Gadis itu memalsukan tawanya, menghasilkan tawa menyindir yang sempurna. "Oke, aku paham. Terima kasih lagi buat pujian yang satu itu."

Alan terdiam ketika gadis itu hampir membuka pintu ruang Kepala Sekolah. "Hei," panggilnya pelan, tanpa mengharapkan adanya sahutan dari si dipanggil.

Gerakan gadis itu serta-merta terhenti. "Ya?"

Alan tertegun. Semua rasa penasaran yang sedari tadi melambung di dalam dadanya kini lenyap tak bersisa tanpa adanya aba-aba penghilangan. Kepalanya spontan tergeleng. "Kapan-kapan aja, deh. Dadah, Maha Loli!"

Terbawa suasana semangat, tanpa sadar mata biru itu kembali berbinar semangat dan tangannya ikut melambai dengan semangat yang serupa.

Dan itulah, akhir dari pertemuan pertama mereka.

Hingga tujuh hari selanjutnya, tanpa adegan berpapasan sama sekali.

Azure dan Rivale sepakat sama-sama merasa aneh dengan kebiasaan melamun Alan yang sepertinya semakin menjadi dan semakin tidak normal di kalangan anak laki-laki. Setiap mereka menyeret-nyeret sebutan "si Loli", barulah Alan kembali ke dunia nyata untuk beberapa saat sebelum akhirnya kembali ke dunia lamunan dengan cepat.

ReincarnationWhere stories live. Discover now