I

40 9 27
                                    


Reincarnation
-Note. 03 - Same Like Her Instinct-

Tidak setajam milik hewan, namun harus selalu tajam.
I untuk 'instinct', artinya insting.
Jika kukatakan hal ini dengan samar, mampukah instingmu menangkapnya?

~***~

Gadis loli itu terdiam sejenak, kemudian dia melebarkan seringainya. "Kasih tahu nggak, ya?"

"...."

Tawa gadis itu meledak. "Alan emosian banget! Baru dijahilin baik-baik udah meledak, gimana kalau dijahilin perempuan genit kayak di sekitar rumahku?" selorohnya. "Aku dapat kabar dari Rivale, katanya kamu keseringan melamun. Udah kayak anak perempuan habis diputusin pacarnya. Benar, benar?"

Alan terlonjak. "Kamu kenal Rivale?"

"Dia bakal jadi seatmate-ku di hari UTS tulis nanti. Kayaknya dia langsung hyper waktu tahu kalau dia bakal duduk sama si Pendek Seantero Sekolah," jawabnya. "Aneh, ya? Padahal namanya huruf 'R' tapi duduknya bakal sama aku."

"Ahmad."

"Hah?"

Alan mengedikkan kedua bahunya. "Nama depannya 'Ahmad'. Jarang dipakai buat absen karena guru-guru pun lebih suka nama tengahnya daripada nama depannya," tuturnya menjelaskan.

"... Bisa begitu, ya?"

"Aku juga heran awalnya."

Gadis itu manggut-manggut. "Jadi, kembali ke topik"--dia duduk bersila di lantai ruang musik--"kamu keseringan melamun karena apa? Apa jangan-jangan karena diputusin pacar juga? Atau kebanyakan praktikum yang harus di her?"

"Bahasamu kayak anak farmasi. Remedial, gitu. Orang mana paham kalau kamu bilangnya 'her'."

"Yah ..., aku kebanyakan baca komik farmasi. Makanya jadi begini. Tuh, kamu sendiri tahu kalau itu bahasanya anak farmasi. Tahu dari mana, coba?"

"Baca Webtoon."

"Nggak usah nyebut sponsor!" Gadis itu menyembur garang. Mata lidah apinya kembali menjadi biru laut. "Duduk dulu, dong. Kuat, ya, berdiri terus?"

"Capeklah. Ngaco." Alan membuang napas lelah, lantas mengambil posisi duduk bersila di samping gadis loli itu. Yang pasti, mereka menjaga jarak sedemikian rupa. "Kamu masih minta cerita?"

Mata itu mengerjap sejenak. "Kalau itu buat kepentingan kamu sendiri, kenapa nggak?" sahutnya santai. "Aku nggak bakal memotong, kok. Janji."

Alan menarik napas panjang, bersiap mendongeng.

"Sebut aja namanya Lia. Dia itu salah satu perempuan sejenis kamu yang dulu sempat muncul waktu aku duduk di kursi kelas 2 SD. Sama-sama pendek kayak kamu, tapi waktu itu nggak terlalu kelihatan karena berhubung kita masih sama-sama kecil. Sama-sama cerewet kayak kamu, tapi nggak seaktif mata biru kamu. Dia juga pindahan dari Jerman, nggak beda jauhlah sama kamu yang habitatnya pindah-pindah.

"Bedanya, Lia lebih pemarah dan aku lebih penyabar kalau ada di dekat dia. Kecuali kalau aku lagi mengamuk, nah, dia yang takut sama aku. Sedangkan kamu, Loli, kamu lebih penyabar dibanding Lia."

Gadis loli itu manggut-manggut.

"Walau aku dibilang 'penyabar', nyatanya kelakuanku ke Lia sama sekali bukan kelakuannya seorang penyabar. Aku suka ngejek dia, bentak-bentak, paling nggak suka kalau udah dengar dia ngomong panjang-lebar, dan juga terlalu kasar ke perempuan.

"Waktu pulang sekolah itu, aku lagi demam dan Lia tahu, sampai-sampai dia paksa aku buat istirahat dulu di UKS. Siapa yang mau? Tidur sendirian di sekolah yang sepi? Aku, sih, nggak banget. Jadi, ya, aku bantah perintahnya yang nyuruh-nyuruh orang seenak jidat.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 03, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ReincarnationWhere stories live. Discover now