1 - MPLS ; Sang Narsis Sekolah

440 69 47
                                    

Aku menatap pantulan diriku di cermin. Setelahnya, aku memastikan barang-barang yang diminta untuk dibawa tidak tertinggal satu pun untuk ke- .... kalinya.

Sempurna. Aku menegakkan wajahku mantap. Sejujurnya, aku tidak terlalu menyukai kunciran rambutku yang dibalut dengan pita 2 warna ataupun name tag berkalung tali rapia. Namun, hal ini lebih baik dibanding masa orientasi terdahulu yang lebih heboh, meski seru katanya.

Aku tidak mempermasalahkan banyak hal. Pada akhirnya, tujuan utamaku tetap sama. Menjadi anak teladan dan tidak ada waktu untuk bermalas-malasan.

Aku, Anne Rachellya. Tidak ada yang bisa memanggilku "Achell", kecuali orang terdekatku atau yang kuizinkan. Tidak cantik apalagi menarik, banyak kurangnya juga tidak pintar. Kelebihanku hanya satu, meski tak pandai, aku suka belajar. Kekuranganku tidak terhitung tapi jangan pernah meremehkanku. Atau kamu akan melihat sosokku yang tidak perlu.

°°°°

Tentu saja, aku sampai tepat waktu.
Aku menatap barisan siswa baru yang digilir masuk dan dipamerkan di depan kami untuk diberi peringatan. Maksudku, bagaimana bisa ada yang terlambat di hari pertama ke sekolah?

Beberapa tampak tertunduk. Namun, sisanya merasa tidak bersalah. Aku tidak pernah mengerti rasanya dihukum. Akan tetapi, aku tahu itu hal yang tidak baik. Meski terkesan datar, bukankah hidup dengan kedamaian lebih menyenangkan? Aku tidak suka memacu diriku lebih keras lagi. Jika aku dihukum, artinya kesalahanku fatal, bukan?

Aku menatap sekelilingku, entah sejak kapan kepala sekolah menyelesaikan pidatonya dan mengizinkan yang terlambat untuk bergabung ke barisan dan mendengarkan pengarahan. Pengarahan diberikan oleh ketua OSIS yang entah sejak kapan merubah atmosfer tegang menjadi ceria. Jika aku tak salah dengar, namanya Hanif Arkan Pratama, "Kak Hanif." Tipikal sosok idaman yang selalu diidamkan seluruh angkatan. Aku menyebutnya seperti itu karena sekelilingku sudah berubah warna menjadi merah jambu. Untuk para siswi, maksudku.

"Oke, adikku semuanyaaa, kakak akan panggil namanya dan kakak-kakak panitia jangan lupa mengarahkan adiknya ke kelas. Untuk kelas 10.1 ; Allyvia, Anne Rachellya, Husain Akmal, Nata Akbar , ...."

Arahan tersebut membuatku tersadar dan segera berbaris sesuai urutan yang ditentukan. Sesampainya di kelas, aku meletakkan tas ku di urutan kedua ditengah. Membiarkan siapa saja yang akan duduk di sampingku nantinya. Selama dia tidak banyak bicara atau membuat keributan.

"AHAHAHA, SMA KITA WOI! KALIAN MO MASUK IPA? IPS AJA GASI?" Seru salah satu anak perempuan yang masuk dengan penampilan acak-acakan. Aku mengingatnya, di urutan ke 3 yang dipanggil saat terlambat tadi.

Aku melihat sekeliling yang mendadak tidak kondusif dengan hadirnya si mulut besar yang cukup mengganggu ketenangan kelas. Maksudku, dia tipikal apa adanya yang tidak peduli dengan orang lain. Aku tidak menyukainya secara pribadi, namun anak-anak di kelas ini menganggapnya sebagai sosok supel dan menyenangkan untuk diajak berteman.

"Boleh aku duduk disini?"

Pertanyaan tersebut membuyarkan lamunanku yang sudah sampai tahap ingin menyumpal mulut teman sekelasku yang ribut dengan kaos kaki atau menyeret mereka ke Kakak OSIS untuk dihukum.

Aku tahu bahwa aku bukan orang yang menyenangkan. Dengan sifatku ini, kamu tentu mampu menebaknya. Aku tidak memiliki banyak teman.

"Boleh, ini kosong kok." Kataku pada anak perempuan dengan name tag "Allyvia". Hanya Allyvia, tidak ada tambahan lainnya.

Allyvia mengangguk, "Dia anak yang ekspresif ya? Kamu mau ikut kenalan, Anne?" Tanyanya sambil menunjuk siswi yang barusan ingin kusumpal mulutnya.

Aku menggeleng. Tentu saja aku lebih memilih untuk membaca buku panduan MPLS dan memfokuskan pendengaranku pada kakak panitia yang akan menyampaikan informasi selanjutnya.

°°°°

Aku tidak tahu, dibagian mana MPLS terasa menyenangkan. Atau masa SMA yang katanya indah itu.

Saat ini aku sangat lelah.
SANGAT SANGAT LELAH. Bukan karena berlari di lapangan atau melakukan tradisi seperti angkatan sebelumnya. Hari MPLS pertama diisi dengan perkenalan dengan kakak panitia dan perkenalan diri.

Kesalahan terbesar yang membuatku merasa lelah adalah menyebut bernyanyi sebagai hobi dan berakhir dengan kakak panitia sialan yang memintaku mempraktikkannya.

Sebut saja tidak sopan karena aku menambahkan kata 'sialan' padanya. Jika diingat lagi, aku ingin memukul kepalanya karena telah memintaku bernyanyi 3 lagu pop tanpa henti.

Aku menghela napas panjang dengan roti di tangan yang belum selesai kumakan sembari memandang jarum jam yang masih terbilang lama untuk kembali ke kelas.

Seperti yang kukatakan sebelumnya, dengan sifatku ini. Aku tidak akan memiliki teman, termasuk Allyvia -meski dia teman sebangkuku yang tanpa kuketahui termasuk anak populer di sekolahnya terdahulu.

Aku merindukan liburan panjang. Aku tidak masalah jika tidak ada teman. Lagipula, semua manusia terlahir sendirian kan? Yang aku khawatirkan hanyalah tes penjurusan.

Bisakah aku masuk di IPA 1? Lalu, anak di kelas itu tentunya ambisius dan pintar, dibanding aku yang hanya rajin belajar, memangnya aku bisa?
Lalu, "AAAAAASTAGHFIRULLAH"
Teriakku saat hawa dingin menempel di pipi.

"EH KENAPA KENAPA?"
Kata kakak panitia 'sialan' yang tidak kalah berteriak.

Aku menatapnya datar, melupakan posisi sebagai adik kelas yang sedang dibina dan kakak kelas yang sedang membimbing.

"Tadi aku habis nyolong bawaan kalian sih, nih ambil. Permintaan maaf." Katanya meletakkan sebotol air mineral dingin di sebelahku.

Aku melirik botol sekilas, langsung mengembalikannya dengan dalih menunjukkan bahwa aku juga memiliki 'air mineral' atau lebih tepatnya, aku tidak memaafkannya. Itupun jika dia mengerti.
"Aku udah punya kak, makasih sebelumnya."

"Hei? Ambil aja." Katanya menjauh, "Dah, aku ada urusan. Ohiya, itu lumayan untuk di-posting di snapgram sama caption, air mineral dari kak Arkan." Katanya sambil mengacungkan jempol,

"Arkan apanya. Namamu kan Hanif." Kataku tidak setuju, meski yang memiliki nama mungkin tidak mendengar.

Langkahnya terhenti, dia menoleh sekilas dan memberikan kedipan "sialan", karena aku tidak menyukainya.

Aku menghela napas panjang, si kakak panitia sialan itu adalah Ketua OSIS yang dalam beberapa menit sudah menambah barisan penggemar. Dibanding ketua OSIS, sebutan si narsis untuk Hanif Arkan Pratama lebih cocok untuknya.

°°°°

Revisi : Rabu, 12 Juli 2023 [23:19]

Peluang [Revisi]Where stories live. Discover now