FWB - 16

4.5K 382 80
                                    

Chapter Sixteen : Parents

I look at you and I see mystery

I look into your eyes and I see darkness

I get into your life and I'm stuck

Not knowing whether I should leave or stay

Aku berhenti menulis sejenak dan melirik pada kursi kosong yang ada di pojok belakang kelas. Ini tepat seminggu Sehun tidak masuk. Aku benar-benar tidak mengerti kenapa dia begitu menyepelekan pendidikan seperti ini. Dia sering kali tidak menghadiri perkuliahan untuk alasan yang tidak jelas. Setiap kali kutanya, dia bilang dia memiliki urusan penting untuk diurus. Padahal kuliah juga seharusrnya masuk dalam urusan penting yang harus diurus.

Kutolehkan wajahku kembali pada binderku yang terbuka. Aku merunduk dan mulai kembali menulis.

And I keep wondering

Which way to go if I want to leave?

What will happen if I choose to stay?

Will it affect you?

Does it means something to you?

Aku kembali menoleh pada kursi kosong yang biasa diduduki Sehun, seakan kursi itu adalah sumber inspirasiku. Aku ingat pertama kali melihatnya di sana. Dan tak pernah menyangka kalau aku akan berakhir menjadi Friends with Benefits-nya; menghabiskan beberapa malam bersama dan berbagi sentuhan dengannya. Serta tak kunjung berhenti mencari jawaban atas teka-teki hidupnya.

"Kalau kau merindukannya, kenapa kau tak coba menghubunginya saja?" Pertanyaan Luna itu sukses mengalihkan pikiranku tentang Sehun. Aku langsung menoleh dan mendapati Luna yang tengah tersenyum lebar di sebelahku. Aku memang selalu duduk di samping Luna setiap Sehun tidak ada. Dan bukannya aku berniat melupakan Luna setiap Sehun ada, hanya saja... Sehun selalu memaksaku untuk menemaninya duduk di belakang sana. Aku tak mau memulai perdebatan dengannya dan membuat kami menjadi tontonan kelas. Aku sudah cukup risih dengan tatapan teman-teman sekelasku bahkan tanpa aku dan Sehun melakukan apapun.

Aku pura-pura kembali menulis untuk menghindari tatapannya. "Aku sedang tak merindukkan siapa-siapa."

"Tapi kenapa hidungmu memanjang sekarang?" tanyanya menggodaku.

Aku menaruh pensilku di meja dan berpura-pura memutar bola mata. "Kau yang berbohong, Lun. Aku memang sedang tidak merindukan siapa-siapa saat ini." Aku memang tidak merindukannya karena tahu aku akan bertemu dengannya sebentar lagi sejak ia mengatakan ingin mengantarku ke Busan. Kami akan berangkat siang ini karena perkuliahan selanjutnya ditiadakan.

"Ya, ya, aku percaya." Luna tersenyum geli dan kembali menuliskan sesuatu di bindernya.

Aku melirik tulisannya, kemudian pada Lunanya sendiri. Sudah beberapa minggu ini aku dibuat bertanya-tanya kenapa dia tak terlihat terkejut atau ingin tahu tentang hubunganku dan Sehun. Kebanyakan orang yang melihat kedekatanku dengan Sehun akan merasa demikian. Masalahnya, sebelum ini kami memang tak terlihat begitu dekat. Kami dulu biasanya bicara ketika tak ada orang yang kami kenal di sekeliling.

Aku kembali pada puisiku yang baru setengah jadi. Ini akan dikumpulkan sekarang juga, jadi mau tak mau aku harus menyelesaikannya.

Berdasarkan buku Poet's Market yang Sehun berikan kemarin, salah satu tips untuk membuat puisi yang indah adalah mencoba untuk menekankan sebuah kenangan. Atau bisa juga mendeskripsikan sesuatu atau seseorang. Aku sedang mencoba menggunakan keduanya saat ini.

You always look like a bunch of ice

But can't melt even if I try to heat you up

And won't be soft

Friends With BenefitsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang