2. Pertanda

9.2K 319 13
                                    

Berjalan pagi di hari senin. Dari salah satu ruang kelas menuju halaman sekolah yang sebentar lagi akan dilaksanakan upacara senin pagi yang selalu dilaksanakan semua sekolah, teman-temannya sudah berbaris di sana, hanya tinggal beberapa orang siswa-siswi saja yang belum hadir karena terlambat seperti biasa. Memulai hari setelah hari libur memang tak disukai banyak orang, namun hidup harus tetap berjalan. Salah satu diantaranya yang datang terlambat adalah Gia. Ya, pagi ini ia terlambat datang ke sekolah karena harus terbangun tengah malam oleh sebuah mimpi aneh, yang kemudian membuatnya tak bisa memejamkan mata kembali hingga pagi menjelang.

Tampak dari jauh, Laras, sahabatnya yang sudah berada di dalam barisan itu melihat dan memberi seulas senyum padanya. Gia pun membalas senyum sahabatnya dan segera dengan sedikit berlari menuju barisan kelasnya.

"Gi, tumben kamu telat?" Laras yang sudah tau kebiasaan sahabatnya itu langsung bertanya tanpa memberi waktu sedikitpun pada Gia untuk sejenak mengumpulkan napasnya yang telah habis ia gunakan untuk berlari.

"Iya nih, semalam aku nggak bisa tidur, Ras." jelas Gia, singkat, tanpa menjelaskan alasan mengapa ia tak bisa memejamkan mata. Namun Gia sudah sangat mengerti jika sahabatnya itu akan menanyakan alasannya. Ia cukup mengenal Laras yang terkenal dengan sifat keingintahuannya yang tinggi, namun begitu, Laras adalah satu-satunya sahabat yang paling peduli dengannya.

"Emang nggak bisa tidurnya kenapa, Gi?" Sesaat Gia terdiam. Ia bingung antara ia harus jujur bercerita atau menutupinya dengan cerita karangan semata.

"Nanti aku ceritain, sekarang upacaranya udah mulai nih." Beruntung upacara senin pagi itu sudah akan dimulai, yang berarti mereka harus mulai berdiri dengan sikap sempurna. Gia lega, setidaknya ia bisa mempertimbangkan apakah ia akan menceritakannya atau tidak.

****

Upacara senin pagi telah selesai sekitar pukul delapan. Gia denga dengan terburu-buru meninggalkan lapangan sekolah untuk segera kembali ke kelas. Tujuannya, ia ingin menghindari Laras agar ia tak menceritakan mimpi yang menyebabkan ia terlambat masuk sekolah. Menurutnya, apa yang terjadi di mimpi itu sangat tak masuk akal dan ia yakin bahwa Laras akan menganggapnya hanya sebuah mimpi saja. Sebenarnya Gia pun tak ingin mempercayai mimpi yang dialaminya, tapi mimpi itu sudah beberapa kali hinggap dalam tidurnya, dan mimpi itu selalu berakhir pada jam yang sama. Sesuatu hal yang menurutnya terlalu kebetulan.

"Kok kamu ninggalin aku, sih?" Laras yang baru masuk kelas langsung protes pada Gia yang sudah lebih dulu duduk di bangkunya. Gia hanya menanggapi protes Laras dengan senyuman saja. Ia tau bahwa Laras takkan semudah itu untuk marah.

"Gi, katanya tadi kamu mau..." Belum selesai Laras bertanya tentang mimpi yang akan di ceritakan tadi, Gia langsung memotong ucapannya.

"Ras, aku laper nih, aku mau ke kantin dulu sebentar, ya, beli cemilan." Buru-buru Gia melangkahkan kaki pergi. Selain karena menghindari pembicaraan dengan Laras, ia juga khawatir kalau Guru mata pelajaran Bahasa Indonesianya akan segera datang untuk mengajar.

Saat Gia kembali, ternyata bu Dina yang tak lain guru bahasa indonesianya sudah berada di kelasnya dan akan memulai pelajaran pagi ini.

"Dari mana kamu, Gia?" Tanya Bu Dina yang melihat Gia berdiri di pintu kelas. Takut untuk melangkah masuk atau mengetuk.

"Maaf, Bu, tadi saya ke kantin dulu, beli cemilan. saya belum sarapan. Saya takut kena maag, Bu." Balas Gia dengan seulas senyum untuk mengurangi rasa tak enak hati.

"Oh, ya sudah, kamu duduk!" Setelah itu Gia masuk dan segera duduk di bangkunya.

Belum sampai satu menit Gia duduk, dia sudah ditagih janji oleh sahabat yang juga teman sebangkunya.

"Katanya mau cerita?" Tanya Laras sambil menatapnya dengan penuh harap agar Gia menceritakan mimpinya, namun Gia tak kehabisan alasan untuk menghindari pembicaraan masalah mimpinya dengan sahabatnya itu, walaupun suatu saat nanti ia harus tetap menceritakannya juga, namun tidak untuk saat ini dan selama beberapa waktu ke depan.

"Nanti aja, ya, Ras, sekarang kan udah waktunya belajar." Mendengar jawaban Gia, mau tak mau Laras menurut saja, karena memang jam pelajaran sedang berlangsung. Ia tak ingin tertinggal materi atau mendapat hukuman akibat sibuk mengobrol saat pelajaran berlangsung.

Gia tak bisa mengikuti pelajaran hari ini dengan tenang. Raganya memang berada di sana. Duduk diam seperti sedang memperhatikan. Pandangan matanya mengarah ke depan, namun pikirannya jauh melayang mengingat-ingat mimpi aneh yang dialaminya selama beberawa waktu kebelakang.

"Gia!" Teriak suara dari Bu Dina mengagetkannya. Rasa takutnya kini telah menjadi nyata. Tak perlu menunggu untuk membuktikannya.

"Eh...iya, Bu, saya nggak mimpi apa-apa kok Bu." Terkejut, Gia sontak menjawab pertanyaan Bu Dina karena kaget, membuat teman sekelas Gia menertawakan jawaban konyolnya.
Bu Dina menggelengkan kepala dan tersenyum melihat Gia yang salah tingkah akibat ditertawakan oleh teman sekelasnya.

"Sudah, kita lanjutkan lagi pelajarannya!" Beruntung bagi Gia, karena ia tak dimarahi karena melamun saat jam pelajaran berlangsung.

Gia menoleh. Ia mendapati Laras melotot padanya.

"Kamu sih, disuruh cerita malah bilang nanti-nanti aja. Jadi kepikiran sendiri, kan."
Gia tak menanggapi. Ia lebih memilih memasang wajah memelas. Meminta belas kasihan yang tak seharusnya, karena ia tau bahwa Laras akan memaafkannya.

MATI SURI (Eps. 1)Where stories live. Discover now