48. About Him

11.8K 748 13
                                    

"Tante bantu potongin apelnya ya, biar bisa langsung dimakan."

Dimas tersenyum canggung merasa tak enak hati. "Saya jadi ngerepotin. Tante udah kirim makanan, datang ke sini, dan sekarang malah nyuapin lagi."

Reya mengusap punggung tangan Dimas. "Kamu sama sekali nggak ngerepotin, kok. Justru Tante yang harusnya berterima kasih sama kamu, karena kamu udah menyelamatkan Andra." Wanita itu menghela napas. "Kalau kamu nggak di sana waktu itu, Tante nggak tahu apa yang akan terjadi sama Andra."

Dimas menarik tangannya di bawah telapak Reya, kemudian beralih menggenggam tangan hangat itu sambil mengusapnya dan memberi balasan senyum. Namun, ketika pandangannya menemukan Andra yang hanya duduk melamun sejak tadi, membuat Dimas bertanya-tanya.

"Kata dokter, besok kamu udah boleh pulang, kan?" Dimas kembali memfokuskan pandangannya ke arah Reya lalu mengangguk. "Tapi kok, Tante nggak ada lihat orang tua kamu ke sini? Andra sama Kanya juga bilang, kalo belum ada keluarga kamu yang jenguk." Reya mengernyitkan dahi, "Kamu belum kasih tahu mereka?"

Dimas melebarkan mata. Pasalnya, selain Reya, Andra yang sedari tadi duduk diam mulai mengarahkan tatapan ingin tahu padanya. Dimas hanya tersenyum melihatnya. "Saya nggak mau mereka jadi kepikiran. Lagipula, saya udah baik-baik aja, kok."

"Tapi, orang tua kamu harus tahu keadaan kamu gimana. Mama kamu pasti khawatir. Kamu tinggal di mana sekarang? Biar Tante yang kasih tahu kalau kamu dirawat di sini "

Dimas menggerakkan kepalanya lemah. "Nggak usah. Setelah keluar dari rumah sakit, saya bakal temui mereka. Terutama Mama. Tante nggak perlu khawatir." Dimas tersenyum menenangkan, seolah menunjukkan jika dia benar-benar dalam keadaan baik-baik saja dan tak ada yang perlu dipermasalahkan.

Lelaki itu beralih menatap Andra yang masih betah duduk diam. "Ndra?"

Andra mengangkat kepala. "Hng?"

"Kalo nggak keberatan, besok lo mau nganterin gue ketemu sama Mama?"

•••••

Adyra menyibak gorden kamarnya hingga membuat sinar mentari yang hangat langsung mengenai kulit wajahnya. Gadis itu tersenyum mendengar nada bicara Andra di seberang telepon.

"Aku baik-baik aja, kok."

Adyra menyambar earphone, lalu memasangnya di telinga. Tangannya yang bebas dia gunakan untuk menguncir rambut hitamnya yang menjuntai. Seketika, gerakannya terhenti. Mendengar ucapan Andra membuat ingatan Adyra terlempar pada kejadian sore kemarin di rumah sakit. Tepatnya, setelah dia keluar dari kamar Dimas.

"Kamu kenapa buru-buru gitu?"

Adyra menyelipkan anak rambut ke belakang telinga. "Ah, enggak. Tadi dapat telepon ada keperluan mendadak," aku nya berbohong.

Adyra melihat cowok itu berjalan mendekat. Seketika Adyra menjadi gugup. Tubuhnya mematung mengamati pergerakan Andra yang entah kenapa terasa sangat lambat bagi Adyra. Hingga gadis itu merasa tersentak saat Andra menyentuh pipinya.

"Wajah kamu pucat, kamu sakit?"

Adyra menjatuhkan tubuhnya di pinggiran ranjang. "Kamu nggak usah khawatir. Muka aku udah nggak pucet lagi, kok. Kalo nggak percaya, sini lihat aja sendiri."

Andra mendengus geli. "Maunya sih, gitu. Tapi nggak bisa, nih. Lagi bantuin si Dimas packing. Dia udah dibolehin pulang, rawat jalan di rumah."

Sebenarnya, tidak ada yang perlu diberesin banget. Lagi pula, Dimas hanya memakai baju rumah sakit selama dirawat. Jadi, mungkin Andra hanya memasukkan beberapa bekas kotak makan dan sisa makanan ringan beserta beberapa potong bajunya sendiri selama dia menginap menemani Dimas di rumah sakit.

Adyra's Diary ✔Where stories live. Discover now