Bab 10: Awal Pertemanan

4.2K 299 6
                                    

Luna menatap dirinya pada kaca besar di kamarnya. Dia memutar-mutar tubuhnya. Memperhatikan setiap lekuk tubuhnya. Tak ada yang aneh. Gumam Luna.

Luna mengenakan kaos hitam nya. Lagi. Entah kenapa dia ingin memberitahu Doni bahwa dia suka dengan warna hitam. Walau awalnya itu karena obsesinya pada Doni. Hingga dia mengikuti apapun warna kesukaan Doni. Lebih tepatnya apapun kesukaan Doni. Akan menjadi kesukaan Luna.

Tak lupa celana jins hitam dengan robekan di kedua lututnya. Lalu ia mengikatkan kemeja kotak-kotak hitam putih pada pinggang. Dan pemanis tak lupa topi hitam siap bertengger di atas kepala Luna.

Sekali lagi Luna menatap dirinya di cermin. Dia ingin tampil sempurna di hadapan Doni. (-_-  ga gini kali tampil sempurna mah Lun)

Luna menyambar tas ranselnya dan langsung lari ke bawah. Menuju ruang makan dan mengambil roti selai kacang. Dia gigit dan lari lagi ke arah rak sepatu dekat pintu keluar. Dia mengambil sepatu skets putih, dia pakai tanpa kaos kaki.

Berlari lagi ke parkiran dan bersiap dengan mobilnya. Eh tunggu, tidak jadi. Luna menaruh kembali kunci mobil ke dalam kotak yang bertengger di dinding garasi.

Luna kembali berlari keluar gerbang. Tersenyum kepada penjaganya yang bingung melihat tingkah majikannya. Luna mengeluarkan handphone dari tasnya. Dan menekan satu kali. Tapi buru-buru dimatikannya.

Luna berfikir sejenak. Kemudian tersenyum. Dia mulai mengetik di handphonenya. Lalu send.

Luna : Doni, Kamu sudah berangkat?

Lama tak ada jawaban. Luna pun menghubungi taksi online. Dan menunggu di depan gerbang rumahnya. Dia duduk di depan pagar sembari bermain handphone.

"Non," panggil penjaga rumahnya. Luna menoleh  "ya?" jawab Luna.
"Duduk di sini aja. Ngapain duduk di bawah. Kotor non," ujar penjaganya yang bernama pak Maman.

Luna tersenyum. "Terima kasih pak. Saya nyaman di sini," ucapnya. Pak Maman pun mengangguk dan kembali ketempatnya.

Mungkin kalian bingung kenapa Luna tak begitu akrab dengan penjaga rumah. Dan seperti nya kalian juga bertanya-tanya. Apakah Luna memiliki pembantu rumah tangga. Apa lagi rumah Luna tergolong sangat besar.

Mobil dalam garasi Luna pun ada 3 sampai 5 mobil. Tapi Luna tak pernah sekalipun mengenakannya. Dan masalah pembantu. Luna memang tak memilikinya. Dia memasak, menyapu dan mengepel sendiri.

Sementara kebun dan halaman pak Maman yang mengerjakan. Itu pun karena pak Maman memaksa. Kenapa Luna mau mengerjakan itu semua. Dan ke mana orang tua Luna.

Kalian akan mendapatkan jawabannya nanti.

****

Luna sudah berada di dalam taksi online. Dia menuju kampus. Sesekali melihat handphonenya. Siapa tau Doni membalas line nya.

Tapi Luna harus menelan ludahnya kembali. Karena ternyata Doni tak kunjung membalas. Luna pun memasukan kembali handphonenya. Ketika taksi yang naikinya sudah masuk parkiran kampus.

Luna keluar setelah membayar ongkos taksi sesuai tarif. Dia pun melangkahkan kakinya masuk ke dalam kampus. Langkah Luna terhenti, ketika melihat Arga berjalan bergandengan dengan gadis.

Mereka terlihat mesra. Luna pun mencari jalan lain. Dia berjalan dengan semangat 45. Rasanya tak sabar untuk bertemu dengan Doni. Dia mengambil handphonenya kembali. Ada notifikasi. Luna langsung membukanya.

DONIII!! Pekiknya kegirangan.

Doni: aku di taman. Kemarilah

Oh my god !

Mimpi apa Luna semalam. Kenapa dia bisa mendapat keberuntungan besar hari ini. Pagi ini benar-benar sangat cerah.

Tak mau menunggu lama. Luna langsung berlari ke arah taman kampus. Dia berkeliling mencari Doni. Tapi ke mana Doni. Tidak ada di mana pun. Hanya beberapa anak yang duduk dan bercanda. Ke mana dia?

Luna bingung. Dia pun duduk dan membuka handphonenya.

Luna :  kamu di mana? Aku di taman

Send.

Menunggu. Satu menit. Dua menit. Tiga menit. Tak ada balasan.

Apa ini? Apa ini semacam lelucon pagi hari. Tapi lelucon ini tidak lucu. 10 menit sudah Luna menunggu. Tapi Doni tak juga menampakan hidungnya. Luna pun dengan kecewa pergi dari taman.

"Mau ke mana?" Tanya seseorang. Yang langsung membuat Luna berpaling dan tersenyum senang.

"Doni. Maaf aku tadi berniat pergi. Aku fikir kamu mempermainkan ku," ucap Luna jujur. Doni tersenyum dan mengajak Luna duduk kembali.
"Kemarilah."

Luna duduk agak jauh dari Doni. Doni mengerutkan keningnya. "Kenapa berjauhan?" Tanya Doni.

Luna bingung. Haruskah ia duduk bersebelahan dengan Doni. Apakah Doni tidak risih nantinya. Luna terus saja bergumam. Akhirnya Donilah yang duduk mendekat ke arah Luna. Luna membeku. Ini terlalu dekat. Batin Luna.

Mereka duduk berdekatan sampai lengan Doni mampu menyentuh lengan Luna. Luna meleleh.

"Hey, diam saja?" tanya Doni. Luna menoleh dan semakin meleleh melihat Doni dengan jarak sedekat ini. Selama ini Luna hanya memandangnya dari jauh. Tak pernah sedekat ini. Oh Doni i love you.

Luna kembali kedunia nyatanya dan mengibas-ibaskan tangannya ke depan wajahnya. Mengusir bayangan yang fana.

"Hahahaha kamu sedang apa sih?" Tanya Doni sembari tertawa. Sumpah Doni tertawa ! Luna melongo !
Tanpa sadar Luna menyentuh kening Doni. Mengukur suhu badan Doni. Siapa tahu Doni demam.

Doni terdiam. Kaku.

Luna yang menyadari perubahan Doni seketika menghentikan aksinya dan buru-buru menjauhkan tangan bodohnya.

"Maaf," ucap Luna serba salah. Doni tersenyum dan menarik kedua tangan Luna. Menggenggamnya.

"Kenapa harus minta maaf. Emang kamu salah apa?" Tanya Doni halus.
"Don... aku... bingung," ucap Luna akhirnya. Tak kuasa menahan rasa penasarannya. Kenapa Doni mendadak berubah jadi manis.

"Bingung kenapa. Apa yang harus di bingungin?"
"Sikap kamu."
"Kenapa dengan sikapku?"
"Don kamu nggak biasanya bersikap manis kaya gini ke aku." Luna frustasi. Sumpah Luna dilanda kebingungan. Apakah doni merencakanan sesuatu. Aahh... kenapa dia harus berfikir negatif sih.

Doni tersenyum. Mengerti akan kebingungan Luna. Ini memang rencana Doni. Dia lelah menjauhi gadis ini. Mungkin berteman dengan nya tak menjadi masalah.

"Maaf kan aku Luna. Aku selalu membuatmu sedih selama ini. Tak seharusnya aku seperti itu. Maaf ya setelah bertahun-tahun baru sekarang aku menyambutmu."

"Ehm... Don... ini terasa aneh bagiku."

Doni tersenyum. Membentangkan kedua tangannya.
"Kemarilah. Aku ingin memelukmu."

Luna melongo!

Tapi tak lama sebab ia tak ingin menyia-nyiakan kesempatan langka. Ia lebarkan kedua tangannya. Menerima dekapan hangat dari seorang Doni.

Indah!

Ini sangat indah bagi Luna. Ia tak bisa berhenti tersenyum sebab sangat bahagia. Ia menghirup wangi pakaian Doni.

Begitu nyaman dalam pelukan ini.

"Apa kamu sudah mulai mencintaiku, Don?" tanya Luna penuh harap. Tapi Doni tak menjawabnya.

Ia hanya mempererat pelukannya saja. Sudahkah kini tak penting soal itu. Sebab dengan pelukan seperti ini saja mampu membuat Luna luluh.

Andai ia bisa terus memeluk pujaan hatinya setiap. Betapa bahagianya.

OBSESI LUNA (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang