LOHGAWE 2

105 6 1
                                    

Ah. Uh. Dimana ini?

Lohgawe membuka matanya. Ia melihat ke sekeliling. Sebuah ruangan dengan tembok kusam, satu tilam kapuk di seberangnya berbaring sekarang, sebuah alat tumbukan di sudut ruangan, dan wewangian pengusir nyamuk di sudut lainnya. Penghubung dengan dunia luar adalah pintu kayu serta sebuah jendela kotor dengan retakan di salah satu sudutnya. Tempat kusam macam apa ini?

Butuh beberapa hitungan sebelum aliran darah Lohgawe benar – benar sempurna menuju kepalanya. Dengan kepala limbung, ia mencoba melangkah keluar ruangan. Matahari pagi menyambutnya, juga suara kokokkan ayam yang membuat Lohgawe serasa masih berada di pasar. Seorang pemuda berambut panjang berada di samping ayam tersebut, dari tindakannya nampak bahwa ia sedang merawat sang ayam. Kedatangan sosok Lohgawe menyadarkannya.

Sang pemuda hendak mengatakan sesuatu, namun sebelum ia mengeluarkan sepatah kata pun tangan Lohgawe memberi tanda untuk menahan ucapannya. "Baik, sebelum kau menjelaskan apa maksudku berada di sini, baiklah aku mengetahui bahwa aku tidak dalam keadaan bahaya." Lohgawe berkata terlebih dahulu.

Lawan bicaranya tersenyum lalu berkata, "Tenang saja, tuan. Kau tidak dalam keadaan bahaya."

Ia kemudian berhenti berkata dan kembali pada pekerjaan mengurusi ayamnya. Lohgawe yang merasa sedikit terkejut atas penjelasan singkatnya melangkah dan berdiri di hadapan sang pemuda. Ia membentangkan tangannya tanda meminta penjelasan. Sang pemuda menatapnya, lalu berdiri di hadapan Lohgawe. Kini tampaklah bahwa sang pemuda memiliki menjulang dan berotot lumayan. Ah, aku hampir melupakan para begal pasar. Lohgawe menyegarkan ingatannya.

"Anda berada di sebuah perkampungan di pinggiran Kabupaten Tumapel, Kerajaan Kediri. Namaku adalah Jayapati. Aku ini anak buah Ken Arok" jelas sang pemuda.

Ah, betul. Ken Arok. Tunggu. Ia membawaku dari Pasar Remuk sampai ke Tumapel? Gila.

Lohgawe memeriksa keadaan sekeliling. Sudah jelas ia berada di sebuah perbukitan. Di belakang rumah tempatnya menginap Lohgawe dapat melihat sebuah gunung menjulang tinggi. Di hadapannya ia dapat melihat pemukiman penduduk pada dataran rendah di kejauhan, dan pada arah timur jauh, ia dapat melihat lautan lepas. Ini adalah Kabupaten Tumapel, dan aku berada di kaki Gunung Bromo.

Seseorang bertubuh besar, berkepala plontos, dan berkumis tebal datang menghampiri dari kejauhan. Memasuki pekarangan, ia melangkah mendekat dan menyapa Jayapati serta Lohgawe. Ia menyapa temannya terlebih dahulu sebelum memalingkan muka terhadap Lohgawe, "Pagi, brahmana, apa kabar?"

Lohgawe baru saja hendak membalas ucapan sang preman pasar ketika sebuah bogem mentah mendarat di tengkuknya. Hal berikutnya yang ia ketahui ialah tubuhnya tertelungkup di atas tanah di bawah tubuh besar sang preman pasar. Lohgawe meronta dan mengerang kesakitan.

"Aku tidak percaya pemimpin kita bisa merekrut sampah macam ini. Lihat, dari fisiknya saja terlihat kalau ia tidak bisa melawan." sang preman mencela Lohgawe. Ia menarik tangan Lohgawe melawaan arah persendian yang menyebabkan Lohgawe berteriak kesakitan.

Lohgawe yang berada dalam keadaan terkunci berusaha minta tolong pada Jayapati, namun yang diminta tidak memedulikannya dan hanya sibuk dengan ayamnya. Jayapati memandang sekilas pada Lohgawe, dan Lohgawe dapat menerjemahakan pandangannya seperti ini: Selamatkan dirimu sendiri, buktikan kalau kau benar – benar pilihan Ken Arok.

Cukup lama sang preman botak mengunci Lohgawe. Ia hampir saja kehabisan napas ketika ia mendangar derap – derap langkah dari kejauhan. Lohgawe melihat dari celah – celah kelopak matanya yang berada di bawah pantat sang preman. Itu adalah sang pemimpin.

Ken Arok datang bersama sekumpulan anak buahnya. Hanya butuh beberapa hitungan bagi sang preman pasar untuk melepasakan kunciannya dan bangkit berdiri. Lohgawe mengerang kesakitan dan tetap dalam keadaan tertelungkup.

Nusa AntaraWhere stories live. Discover now