4. Serangan Fajar

42K 1.1K 145
                                    

JREEENGGG

Nadi menghentikan petikan gitarnya, memandang balkon di seberang kamar yang tak menampakan jejak-jejak kehidupan di sana. Sudah beberapa hari ini rutinitasnya membangunkan Zillo dengan sebuah nyanyian tidak membuahkan hasil. Entah lagu yang dipilihnya memang kurang tepat, atau karena nyanyiannya sudah tidak mempan lagi membangunkan Zillo? Gadis itu mengangkat bahu, bukan kali ini saja kan usahanya gagal? Jadi tidak perlu terlalu diratapi, toh masih banyak hari yang bisa dia gunakan untuk meluncurkan segala jurus rayunya. Memikirkannya tanpa sadar membuat Nadi tersenyum sendiri.

Sebenarnya kadang Nadi merasa dirinya sendiri mungkin sudah gila, tepat seperti halnya orang lain memandangnya dalam beberapa kesempatan. Mengejar Zillo dengan seribu penolakan yang sudah dia terima, jelas tidak akan dilakukan banyak gadis seusianya, tapi toh pada akhirnya Nadi memilih untuk tidak memikirkannya lebih jauh. Masa muda itu untuk dinikmati. Jadi untuk apa terlalu diambil pusing?

Saat tengah akan beranjak dari tempatnya singgah di balkon kamar itu"Wah... Neng Nadi nyanyi sama main gitarnya mantep nih. Seperti biasa... Mas Zillo ya?" Tegur seseorang dengan gerobak sayur yang didorongnya.

Senyum Nadi kembali merekah. Ia berdiri dan memandang tukang sayur yang biasa lewat di lingkungan rumahnya itu.

"Hehe Mang Idun tahu aja. Tapi Kak Illo-nya nggak keluar-keluar, Mang."Ujar Nadi dengan wajah sedih.

"Usaha terus Neng... nanti juga Mas Zillo-nya luluh. Siapa sih yang nggak mau sama anak gadis secantik Neng Nadi." Puji Mang Idun memberi semangat.

Nadi tertawa mengacungkan tangannya mengepal ke udara, Mang Idun pun mengikuti gerakan yang sama dengan tawa yang sama pula. Sampai ibu-ibu kompleks mengerubuninya dan menyerbu barang dagangan Mang Idun.

"Nadi sayang... ayo cepet sarapan, nanti telat ke sekolah." Panggil suara Mama dibalik pintu kamarnya yang tertutup.

Nadi menoleh, berlari kecil meninggalkan balkon kamar. Ia letakan gitar kesayangan itu di samping tempat tidur. Menyambar tas sekolah yang sudah tersampir di kursi meja belajar. Lalu melangkah meninggalkan kamar pribadinya.Langkah Nadi tergesa menuruni tangga menuju ruang makan, suara gaduh yang ia timbulkan membuat seseorang yang sudah duduk manis disalah satu kursi menatap Nadi sinis dari ekor matanya.

"Nenek lampir pagi-pagi berisik mulu." Cibir orang itu.

Nadi mendelik ganas pada pemuda yang duduk di hadapanya. "Maaaa... Varo ngatain aku nih!" Teriak Nadi mengadu pada sang Mama.

Varo mencibir Kakaknya yang masih saja tukang mengadu meski gadis itu sudah duduk di bangku SMA. Mama muncul dari balik kitchen set yang langsung terhubung dengan ruang makan, menghampiri kedua buah hatinya dengan membawa dua gelas susu coklat di tangannya.

"Varo, kamu tuh masih aja suka godain kakakmu." Suara Mama meletakan kedua gelas itu di depan putri dan putranya. Varo terdiam sampai Mama kembali berlalu menjauhi mereka.

"Tukang ngadu!" Ujar Varo tanpa suara.

"Bodo!" Timpal Nadi meleletkan lidah di depan Varo.

Papa yang sejak tadi diam duduk diantara Nadi dan Varo melipat koran yang sedang dibacanya, menatap kedua anaknya itu bergantian dengan tatapan jengah.

"Udah-udah.. kalian ini masih aja suka berantem. Nggak malu apa? Udah pada gede juga." Lerai Papa yang melihat perang tanpa suara diantara mereka.

Varo mendengus. "Susah sih, anak kesayangan mah dibela mulu." Cibir Varo.

"Sirik tuh yang nggak jadi anak kesayangan." Balas Nadi.

"Nadi.... Varo, kalian berdua itu anak kesayangan Papa tau." Geram Papa tertahan membuat Nadi bungkam.

Hey! You! [TRILOGI "YOU" BOOK 1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang