bab42

11 0 0
                                    

Yhuna termenung menatap berdiri dicermin besar, ia mengelus perut buncitnya lalu tersenyum menawan. Tubuhnya sudah terbungkus oleh sebuah gaun putih bersih yang menjuatai sampai kelantai. Lagi-lagi Yhuna mengelus perutnya menyungingkan sebuag senyum bahagia. Merly menghampiriya, memegang bahu tertutup kain itu pelan, membuat ampunya menoleh.

"Kurasa ini sulit di percaya?" Kening tajam itu berkerut,

"Kau menikah dengan lelaki  berengsek setelah kejadian 6 bulan yang lalu. Bahkan saat kini kau     mengandung anaknya" Mery terkekeh pelan mengejek wanita bergaun putih itu.

"Kau denganku apa bedanya Merly? Setidkanya dia menikahiku dan bertangung jawab kalian kapan menyusul" tungkas Yhuna tak mau kalah.

"Jadi kau...?"

"Aku sudah tau semuanya, Mely" wanita di samping Yhuna diam. Ia menatap Yhuna di cermin begitupun Yhuna membalas tatapanya lewat cermin.

"Seperti aku menang ditakdirkan untuk memiliki anak sebelum menikah"

"Apa yang kau katakan Merly"

"Kebenarannya memang begitu, dan sekarang hanya menunggu waktu sampai anak ini lahir" Yhuna menyerit tak mengerti,

"Apa yang kau katakan menunggu waktu? Kalian bisa menikah sebelum anak itu lahir." Merly mengeleng "Apa Jeck tidak ingin bertangung jawab? Dimana dia sekarang?"

"Itu memang benar. Jeck tidak ingin menikahiku" Merly masih bisa melihatkan senyumnya dari kehidupan gelapnya.

Yhuna semaking terkejut atas jawaban Merly. Ia langsung berbalik lalu mendekap Merly dengan erat.
Mengelus pungung wanita hamil itu  dengan lembut.

"Bukan kah kalian saling mencintai? Lantas gangguan apa yang terjadi pada kalian? Katakan Mer" Yhuna mendesak penasaran dengan hubungan mereka berdua kenapa jadi seperti ini.

"Bahkan aku tidak tau apa dia benar mencintaiku. Tentu aku mencintainya
Kami sudah membicarakan soal ini sebelumnya?" Merly bicara tenang, di sisi lain ia menangis akan nasip anaknya terlahir tidak memiliki ayah.

"Maafkan aku Merly. Aku berjanji akan menemui lelaki biada itu. Dan meninta pertangung jawaban atas perbuatannya sendiri." Merly menangkup kedua pipi Yhuna, gelengan kepala bahwa ia tidak setuju apa yang di ucapakan sahabatnya itu.

Yhuna menantap mata sendu Merly
"Ia akan menyesal telah menyiakanmu seperti ini."

Semuanya sudah terlambat...

Yhuna kembali menarik tubuh sahabatnya. Kedua wanita itu sama-sama berpelukan menguatkan jati diri mereka masing-masing.

_________________

Yhuna berjalan angun kepalanya di bungkus oleh sebuah kain tipis berkerawang sebagai penutup wajahnya. Di samping tubuh nan angun, Mery melirik Yhuna yang kelihatan sangat tengang sekaligus kegugupan melanda saat bersamaan. Merly  memegang erat tangan itu membuat Yhuna menoleh, mata mereka beradu. Merly mengatakan lewat matanya semauanya akan baik-baik saja. Yhuna pun menganguk mengerti, sekarang Yhuna di ambil alih oleh David itu ayahnya, menuju altar.

Di atas sana, Akoni sudah menunggu pengantin wanitanya dengan pakaian yang rapi sekalihus kegagahan yang
di tambah dari ketampanan yang semakin bertambah. Akoni tersenyum tipis saat Yhuna berjalan menunduk malu, karna ia jadi pusat perhatian sekarang.

"Kau sangat cantik seperti ibumu"
David berucap agar anaknya tidak terlalu tegang,

"Dady terlalu berlebihan" ia menjawab dengan suara kecil

"Sama sekali tidak." Balas David tersenyum. Sekarang David sudah melihat ketegangan Yhuna luntur.

"Lihatlah sepertinya ada yang tidak suka kau berdekatan denganku?" jelas sekali goda David, sontak Yhuna menatap kedepan. Dan lihatlah wajah Akoni datar dengan kerutan kening yang menyatu.

"Apa yang kalian bicarakan?"
Bisik Akoni setelah David menyerahkan putrinya ketangan Myller. Yhuna mengeleng sebagiakan jawab tidak ada.

"Kau memiliki sifat Thomas 99%" itu suara David mampu membuat mata Akoni mengekori perkataan itu.

"Ayolah Dad" pinta Yhuna jangan memulai hal konyol di acara pernikahannya. Ia ingin acara pernikahannya berjalan dengan lancar.

"Semog kalian bahagia" kedipan nakal pada Yhuna membuat David segera turun dari altar. Sedangkan Akoni meraih pinggang wanitanya cepat.

"Kau berhutang jawaban dariku" bisik Akoni membuat bulu Yhuna merinding.
________________

Ditempat lain
Pasangan suami istri saling berpeluk bahagia menatap orang yang amat berharga berada di depannya.
Maria menagis bahagia, Robet mengusap punggung tangan Maria lembut.

"Tuhan mendengar doa yang kupinta, dan hari ini dia telah mengambulkan semua yang ku inginkan" Ucap Maria tersendu.

"Aku masih tidak percaya, ini seperti mimpi yang nyata" tanpa maria lagi di pelukan orang

"Kau tidak mimpi, Mom. Ini nyata" suara itu telah lama hilang dari pendegaran Maria selama beberapa tahun kini di gantikan dengan suara semakin dewasa serak dan besar.

"Kau semakin dewasa dan tampan, sepertiku" Robet ikut mendekap Maria dan Jalden anaknya.

Keluarga romantis.

"Sekarang ijin aku mengenalkan seseorang pada kalian."

"Seseorang?" Pasangan itu menjawab bersama

"Ya"

Maria menatap anaknya heran,
"Kuharap kau membawa kekasihmu"

"Bukan hanya sekedar kekasih, kalian akan segera memiliki seorang cucu" Maria amat kaget dengan jawaban Jeldan yang mampu membuat ekfresi Maria serta Robet takjub atas pertakannya.

Jeldan meringis saat ibunya menjewer telinganya sedikit keras.
Robet langsung menengahi antara ibu dan anak itu.

"Kau menikah tanpa memberitahu kami?" kini Maria sangat kesal pada anaknya. Bisa-bisanya Jeldan tidak memberi tahunya sekaligu ayahnya sendiri. Dan kedatangannya hari ini membuat pasangan suami istri itu bahagia di gantikan pula dengan keterkejutan di luar dugaan. Apa ini yang di sampaikan oleh Jalden ketika ia memberi tahu orang tuanya lewat telphon. Akan memberikan kejutan untuk mereka.

Inikah kejutan Jalden untuk kedua orang tuanya. Membawa seoarang wanita hamil. Lalu dimanakah wanita hamil itu berada.

"Tenang Maria kita bicara nanti" Robet menenangkannya.
_____________________

"Kau yakin akan memberitahu ibu dan ayahmu?"

"Ya. Tentu, mereka pasti senang denganmu. Apalagi sekarang kau mengandung cucu mereka, kau harus tau mereka sudah sangat lama menginginkan cucu dariku" jelas Jalden tersenyum.

"Benarkah begitu? Apa mereka akan menerimaku?''

Jalden tertawa renyah
"Apa alsanmu jika kedua orang tuaku tidak menerimamu" Jalden mendekap tubuh wanitanya dari belakang.

Pertayaan bodoh, mana aku tau..
Balas wanita buncit itu dalam hati

Wanita itu terdiam memikirkan perkataan kekasihnya.

"Jangan berpikir terlalaku keras sayang. Besok kita akan berangkat."

"Tapi Jalden..." segah wanita itu mengapai pergelangan kekasihnya.

"Bicara lagi aku akan menghukumu dengan membawamu keranjangku"

Wanita hamil itu memasang wajah cemburut, melotot pada lelaki yang membuat moodnya tidak baik di pagi hari. Ia meninggalkan lelaki sebagai kekasihnya itu tanpa perduli ucap Jalden memangil namanya.

"Dasar lelaki mesum"
Jalden tersenyum melihat wanitanya yang selalu membuat moodnya baik.

The Love Story Of YhunaWhere stories live. Discover now