Bab. 08,8

649 54 10
                                    

Matahari cerah menyambut saat aku membuka mata. Teriknya membuat efek hangat yang nyata. Meski salju belum turun lagi, dinginnya sudah terasa.

Dingin namun juga hangat. Perasaan ini bisa disebut apa?

Gakushuu membuka mata setelah aku mengambil posisi duduk. Mengucek mata dan menatapku sayu, lucu sekali. Sapaan hangat ia lontarkan, manis sekali, suaranya masih parau.

Aku menyiapkan sarapan untuk kita berdua, duduk berhadapan dan sembari mengobrol kecil. Obrolan menyangkut kegiatan kemarin, tak pernah bosan aku membahasnya. Meski harus menceritakan kembali perjalanan kami sejak bangun tidur hingga tidur bersama lagi.

Baiklah, ini saatnya membuka kado. Diruang tengah, present yang diberikan padaku kemarin sudah terjejer. Jujur aku kepo dengan semua isinya meski hanya 4 bungkus, berbeda bentuk, warna, juga berat. Jika disuruh memilih mana yang paling membuatku penasaran, adalah..
Uh, aku tidak bisa.

"Mana yang mau kau buka terlebih dulu?"

Aku mengambil bungkusan balok warna biru, ini lebih berat dari yang kukira. Aku membuka bungkusnya perlahan karena takut merusak kartu ucapan yang bisa saja ada didalamnya.

Lapisan kaca terlihat saat kardus pelindungnya terbuka. Bening, sampai aku bisa melihat tanganku sendiri dibaliknya. Ditengahnya sebuah minatur gitar berbentuk laras panjang yang mirip kugunakan saat festival.

"Keren.."
Aku dan Gakushuu komentar bersamaan.

"Nagisa memang terbaik dalam memikirkan kado seperti ini. Dia memberi sesuatu yang bisa langsung kusukai, benar-benar sahabat terbaik."

“Ini.. seperti gitarmu saat festival, ya?”

“Ya. Gitar itu didesain oleh murid perempuan 3-E. Dan sekarang bisa dibuat versi miniaturnya dan dilapisi kaca. Kakoii!”

Aku tersenyum setelah membaca secarik kertas yang ditemukan Gakushuu dibawah barang pecah belah ini. Yah, intinya semoga aku tidak melupakan persahabatan kami.
Tentu saja Nagisa. Mana mungkin aku melupakan semua hal yang sudah kulalui bersamamu.

Setelahnya aku beralih pada bungkusan berwarna kuning secerah Koro-sensei.

"Ini dari MaeIso! Foto saat festival ahaha!" aku mengangkat pigora berisi foto kami saat tampil di festival budaya. "Aku terlihat keren disini."

Gakushuu melirik, "Sudut gambarnya bagus, siapa yang memotret?"

Aku membalik pigora dan menemukan sebuah nama, "Ritsu."

"Perempuan? Wah dia hebat."

Aku hanya mengangguk setuju pada Gakushuu.

Beralih pada bungkusan selanjutnya. Aku ingat ini dari seseorang yang benar-benar tak terduga. Bungkusnya berwarna coklat polos, dan memiliki berat, entahlah apa isinya hingga ia seberat ini. Sedikit tidak wajar.

"Eh!"

Aku dan Gakushuu memekik berbarengan saat melihat sampul buku matematika SMA setelah aku merobek bungkusnya. Mengeluarkan dari plastik pelindung, ada 5 buku bermerek serupa, beda mapelnya.

"IPA, IPS, Bahasa Jepang, Bahasa Inggris, dan Matematika." aku mendikte 5 buku pelajaran ini pada Gakushuu yang sweatdrop. "Ucapkan terimakasihku pada ayahmu." Tapi aku tak menyurutkan senyum.

Gakushuu menahan tawa lalu mengangguk, "Ia benar-benar perhatian."

"Hm, ini hadiah paling bermanfaat yang pernah kudapat, tahan lama juga, bisa kugunakan 1 tahun masa ajaran."

"Aku bertaruh dia sudah memikirkan ini dari lama."

"Aku juga berpikir begitu."

“Hahaha..- eh! jangan buka kadoku!" Ia membatalkan tertawanya hanya untuk menyegahku mengambil 1 bungkusan tersisa.

Isn't They are Rival? (AsaKaru/Assassination Classroom)Where stories live. Discover now