Bab 4

242K 22.1K 854
                                    

Selamat membaca:*

***

Vasilla melompat-lompat didepan sebuah deretan rak buku. Berusaha mengambil sebuah buku tebal tentang sejarah amerika yang akan dia baca namun buku itu terletak sangat tinggi hingga tangannya tak sampai.

Tidak ada yang bisa dimintai tolong. Selain karena perpustakaan itu tidak ada siapapun kecuali dirinya, mustahil juga jika ada yang mau menolongnya apalagi bicara dengannya.

Vasilla mendesah kecewa. Menatap buku yang tak bisa digapainya walau dengan melompat-lompat.

Seseorang berdehem, tepat dibelakangnya. Vasilla berbalik, menatap Vento yang tengah berdiri dibelakangnya. Vento memerangkap tubuh Vasilla diantara rak buku dengan tubuhnya yang jelas lebih besar dan lebih tinggi daripada Vasilla.

Yang aneh bagi Vento adalah, wajah Vasilla tetap datar bahkan saat ini. Tangan Vento mengambil buku yang sejak tadi Vasilla inginkan. "Buku yang ini?"

Vasilla mengangguk pelan. Sialnya, Vento tak mengambilkan buku itu untuk Vasilla. Dia meletakkan buku itu diatas rak buku, yang tidak akan bisa digapai Vasilla walau dia memakai bangku sekalipun.

"Siapa suruh sombong?" lalu Vento melangkah pergi sambil tersenyum jahil.

"Yang tadi aja aku belum bisa ngambil, sekarang malah jadi lebih tinggi." Vasilla menatap buku yang kini berada diatas rak. "Walau aku pake bangku sekalipun, tetap ga akan bisa diambil." Vasilla lagi-lagi mendesah kecewa.

Gadis itu mengambil sembarang buku. Duduk dibangku paling pojok diperpustakaan itu. Baru dia hendak membaca buku yang dia ambil, tiba-tiba terdengar suara hantaman pintu. Pintu perpustakaan itu tertutup dengan kencang.

Vasilla tersentak kaget, lalu tiba-tiba lampu diperpustakaan itu perlahan mati. Ruangan itu gelap gulita. Vasilla melangkah mundur sambil memeluk buku itu, hingga punggungnya bertemu dengan tembok dibelakangnya.

Vasilla menoleh kearah kanan, tempat yang tiba-tiba dimunculi cahaya yang silau. Seakan debu, cahaya itu perlahan sirna. Menampakkan wujud hantu perempuan dengan rambut sebahu. Rambut itu basah karena darah, dia memakai gaun hitam yang lusuh. Dia menatap Vasilla dengan tatapan tajam.

Vasilla mengerjap kaget saat dengan cepat hantu itu meluncur menuju Vasilla. Hantu itu mendekatkan wajahnya pada Vasilla. Vasilla menatap mata hantu itu. Tiba-tiba mata hantu itu berubah menjadi hitam dan mengeluarkan darah, lalu muncul beberapa belatung yang keluar dari darah itu.

Vasilla menelan salivanya susah payah. Mulutnya tertutup rapat, tak bisa berteriak apalagi meminta tolong.

Jantungnya berdebar hebat, nafasnya memburu dan keringat mulai meluncur dari pelipisnya. "J-jangan ganggu aku ..." ucapan itu keluar dari mulut Vasilla tanpa Vasilla sadari.

Hantu perempuan itu menyeringai. "Kenapa kamu pura-pura ga lihat aku, tadi?" suara hantu memang terdengar seperti bisikan. Namun saat hantu berteriak marah, mampu membuat telinganya Vasilla tuli seketika.

Vasilla mengerjap halus, mengingat bahwa hantu didepannya adalah hantu yang mengikuti Vento. Vasilla teringat bahwa dia tidak berani menatap Vento karena hantu itu. Dan dia juga sadar bahwa saat Vento datang keperpustakaan itu, tidak ada hantu perempuan ini dibelakang Vento. Itu artinya, memang benar bahwa hantu perempuan inilah yang mengikuti Vento sepanjang hari.

Lampu perpustakaan itu berkedip-kedip, Vasilla melihat wajah hantu itu dengan semakin jelas. Saat belatung dari mata hantu itu mulai keluar dan berjatuhan kelantai. Matanya membesar saat belatung itu terjatuh kelantai, beberapa detik kemudian belatung itu malah menghilang. Namun malah meninggalkan jejak darah.

Vasilla mengangkat kepalanya, mendongak dan menatap hantu perempuan yang masih berdiri didepannya itu.

"Kenapa kamu nempelin seseorang? Vento lakuin sesuatu yang jahat?" tanya Vasilla, mencoba berani.

Hantu perempuan itu menyeringai, beberapa detik kemudian seringaian hantu itu semakin lama semakin lebar hingga bibir hantu perempuan itu sobek sampai ketelinga. Vasilla tertegun menatap mulut hantu itu yang sobek hingga dipenuhi darah yang langsung jatuh deras kelantai.

Reflek, Vasilla mundur selangkah agar darah itu tidak menetes mengotori sepatunya. Suara tetesan itu tetap terdengar, Vasilla memejamkan matanya. Menunggu hantu itu pergi meninggalkannya sendirian.

Namun suara tetesan darah itu tidak berhenti-henti. Vasilla membuka matanya perlahan, menatap wajah hantu perempuan yang sangat menyeramkan itu. Matanya masih mengeluarkan belatung dan darah, mulutnya yang robek juga memperlihatkan daging, kulit dan darah merah pekat dari hantu itu.

Vasilla meneguk salivanya sendiri. Dengan harapan lampu akan segera menyala. Apalagi dia mendengar bahwa sepertinya pintu tertutup. Tak mudah baginya untuk lari dari hantu perempuan itu.

Hantu perempuan itu melangkah mundur, lalu menghilang bagai debu. Mata Vasilla melebar, darah dilantai mendadak hilang tanpa jejak.

***

Vote + Coment!


[✔] Sixth SenseOnde as histórias ganham vida. Descobre agora