7

8.9K 503 11
                                    

Note: Jangan baca diwaktu-waktu sholat dan ingat membaca Al-Qurt'an lebih utama dibandingkan membaca cerita ini, jadi jika belum membaca Al-qur'an hari ini, yuk lepas Hpnya dulu, berwudhu, Ambil Al-Qur'annya dan bacalah meski satu ayat.


"Ibu ... Ya Allah. Baik Bu, Alhamdulillah."

Elisa melihat wanita di depannya itu dengan tatapan tidak mengangka. Wanita ini adalah seorang ibu yang dulu pernah menolongnya ketika malam nahas itu menimpanya. Malam yang membuatnya berpikir untuk bunuh diri.

"Bagaimana bisa kamu berada di sini? ... Ah, maafkan saya. Perkenalkan nama saya Atika, situasi pertemuan kita waktu itu membuat saya tidak sempat memperkenalkan diri. Kamu sama siapa di sini, Nak?" tanya Ibu Atika dengan nada yang begitu lembut.

"Saya Elisa, Bu. Saya ikut Ibu pindah ke mari," jawab Elisa.

Tak lama menjelang pertemuan Ibu Atika dan Elisa. Bik Sri yang baru saja dari toilet masjid datang meghampiri keduanya.

"Elisa, ayo Abah sudah menunggu di depan masjid, Nak."

"Loh Ibu Atika, ada apa Bu? ... kamu kenal beliau Elisa?" Bik Sri bertanya ketika menyadari ibu Atika, istri pemilik pesantren Al-Insan salah satu pesantren terbesar di kota Bogor yang kebetulan berada di desanya.

"Ini Ibunya Elisa, Bu ... Ibu Atika ini pernah tolongin saya," ucap Elisa menjelaskan.

Alis Ibu Atika sedikit berkerut ketika mendengar penuturan Elisa. Setahunya Ibu Sri tidak bisa memiliki anak, karena rahimnya telh diangkat. Sedangkan Elisa tadi memanggilnya Ibu 'Apakah ketika di Jakarta Ibu Sri melahirkan? Pikir Ibu Atika.

"Elisa ini anak angkat saya, Bu. Alhamdulillah, Allah memang tidak mengijinkan saya melahirkan seorang anak dari rahim saya sendiri. Namun, Allah memberi saya seorang anak dengan cara yang luar biasa," kata Bik Sri Sembari mengelus kepala Elisa yang berlapis jilbab.

Ibu Atika tersenyum mendengar Ibu Sri. Sedang Elisa memnadang Bik Sri dengan sayu saat mendengar perkataan wanita yang berjasa dalam hidupnya itu.

"Baik anak angkat maupun anak kandung, yang namanya anak tetaplah anak, Bu," ucap Ibu Atika.

"Iya Ustadzah, tapi yah kata orangkan. Kalau masih anak angkat katanya belum jadi orang tua ... aduh saya jadi curhat," kata Ibu Sri dengan malu-malu.

"Yang seperti itu tidak perlu didengarkan, Bu. Bisa pusing kalau setiap perkataan orang kita pikirkan ... namanya anak, mau anak angkat, anak kandung, mau dilahirkan secara sesar ataupun secara normal, seorang Ibu tetap saja seorang Ibu." Nasehat Ibu Atika.

"Iya Ustadzah, terima kasih. Saya jadi tidak enak banyak cerita sama Ustadzah," kata Bik Sri, dibalas senyum oleh Ibu Atika.

"Tidak perlu sungkan kalau mau bertanya apapun silahkan ke rumah atau ke pesantren. Insyaa Allah semala saya bisa jawab, akan saya jawab ... Ya sudah Bu, saya duluan yah ... Elisa besok datang lagi yah," ucap Ibu Atika dan melihat ke arah Elisa.

"Iya Bu, silahkan," jawab Bik Sri.

"Ibu Atika itu ustadzah, Bu?" tanya Elisa ketika Ibu Atika telah berlalu.

"Beliau itu bukan hanya ustadzah api juga pemilik pondok pesantren besar yang di dekat alun-alun desa itu," jawab Bik Sri menjelaskan.

"Wah hebat Yah," celetuk Elis

"Ya sudah, ayo pulang!" Elisa hanya mengangguk dan segera mengekor dibelakang Bik Sri.

~~~***~~~

Malam kedua Elisa di kota Bogor, ia kembali datang ke masjid untuk mengikuti kajian rutin. Rupanya penyampaian ustadz yang ia ketahui bernama Fahri Al Faruq itu membuat Elisa jadi begitu tertarik untuk terus hadir dalam kajian islami yang diadakan setiap selesai sholat isya.

"Masya Allah suaranya merdu sekali," gumam Elisa tanpa sadar saat mendengar lantunan surah Al-waqiah yang dibaca oleh Ustadz Fahri.

Ibu Atika yang sama-sama di shaf depan tepat di samping Elisa hanya tersenyum mendengar perkataan Elisa. Sedangkan Bik Sri yang mendengar perkataan Elisa seketika memandang Ibu Atika dan menghembuskan nafas lega ketika melihat Ibu Atika tersenyum menanggapi ucapan Elisa.

"Assalamuallaikum warohmatullahi wabarokatu, Alhadulillah malam ini kita dipertemukan kembali, untuk berkumpul di tempat yang Insya Allah, Allah ridhoi. Syolawat dan salam tak lupa kita haturkan pada junjungan kita, manusia paling mulia, manusia paling sempurna yang telah membawa umat manusia dari kejahilia'an kejalan yang insya Allah penuh dengan rahmat Islam seperti yang kita rasakan saat ini," ucap ustadz Fahri memulai ceramahnya.

"Malam ini kita akan mengkaji tentang 'Hijrah'. Ibnu koyim dalam risalah tabukiyah, hijrah dengan hati adalah pada saat kita meninggalkan segala sesuatu yang Allah benci. Orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan segala sesuatu yang dibenci oleh Allah dan ia cinta akan segala sesuatu yang Allah cintai ... Hakikatnya hijrah itu adalah cinta dan benci. Bagaimana caranya kita mengetahui apa yang Allah benci? Caranya adalah dengan menuntut ilmu, ingat ayat yang pertama kali turun adalah Iqro 'Bacalah' mencari ilmu dengan membaca Al-qur'an dan bertanya pada ulama yang paham," ucap Ustadz Fahri yang terdengar melalui toa masjid.

"Hijrah pertama yang dapat dilakukan bagi muslimah adalah berjilbab. Ingat ketika ayat tentang hijab turun, semua wanita pada zaman Rasulullah bahkan sampai menarik gorden-gorden jendela rumah mereka untuk menutupi aurat mereka. Tetapi, sekarang banyak dari muslimah yang lupa bahwa perintah hijab itu jelas wajib, bukan sunnah apalagi pilihan. Sepanjang tidak berhijab maka dosa itu terus mengalir." Elisa mendengarkan penjelasan ustadz fahri dengan saksama.

"Namun, bukan berarti bahwa ketika telah berhijab maka selesailah proses hijrah itu. Tidak, Hijrah penampilan adalah tingkatan hijrah paling ringan. Inti dari Hijrah adalah bagaimana kita menghijrahkan hati. Bukan berarti juga seperti pekataan 'Selama hatimu baik maka tidak usah menutup aurat' tidak seperti itu juga. Jangan membandingkan sesuatu yang batil dengan sesuatu yang hak. Sampai kapanpun hukum jilbab akan tetap wajib sebagaimana dalam ayyat Al-Qur'an surah An- Nur ayat 31 dan Al-Ahzab ayat 59. Kamu berjilbab sudah baik! tetapi jika masih bergosip, pacaran, itu tetaplah tindakan yang tidak baik. Jadi tidak ada perkataan lebih baik tidak berjilbab yang penting sifatnya baik ... Mohon maaf nih untuk emak-emak kalau ceramah kali ini agak nyelekit di hati. Besok-besok rotinya jangan dikasih cabe yah, Bu! Kasihan saya," ucap Fahri memancing tawa.

"Jika ada yang ingin bertanya, untuk laki-laki silahkan sampaikan pertanyaanya. Untuk perempuan silahkan tuliskan pertanyaanya melalui kertas," ucap sang moderator yang mebimbing jalannya kajian malam itu.

Elisa dengan cekatan mengambil kertas dan pulpen, dengan cepat ia menulis pertnyaanya. Kemudian memberikannya pada Ibu Atika, yang akan menyebrangkan lembaran-lembaran pertanyaan itu melalui hijab setinggi dua meter yang menjadi pembatas laki-laki dan perempuan.

Sepertinya datang ke kajian akan menjadi rutinitas baru Elisa. Sebuah rutinitas yang dulu tidak pernah terlintas dalam pekirannya.

Bersambung....

* Afwan jika ada kesalahan dalam cerita ini mohon tegur saya. Berbicara di balik tabir atau hijab merupakan salah satu adap berbicara dengan laki-laki yang bukan mahrom.

* Datang lebih awal dibandingkan murobbi atau guru merupakan salah satu adap terhadap guru.

Jangan Lupa klik Bintang yang ada di pojok kiri, jika suka silahkan votmen jika tidak suka silahkan berika kritik dan saran.

Embun yang Ternoda | Terbit "Menuju Cahaya"Where stories live. Discover now