9

7.8K 426 15
                                    

Note: Jangan baca diwaktu-waktu sholat. Jangan lupa sentuh Al-Qur'annya hari ini.

Jangan lupa vote dengan klik bintang pada pojok kiri dan komen.

Elisa mengamati masjid dari luar jendela, dari luar tampak sepi, Ibu Atika yang memiliki janji dengannya belum datang. Elisa menghembuskan napas, ia bersyukur itu arinya ia datang lebih awal dibandingkan Ibu Atika.

Merasa tidak ada orang di masjid, Elisa melangkahan kakinya memasuki masjid. Ia kemudian melaksanakan sholat sunnah masjid sebanyak dua rakaat. Setelah selesai sholat Elisa mengambil al-qur’an dari lemari kecil yang diletakan di pojok belakang majid.

Elisa meletakan tas jinjingnya di lantai kemudian mengambil al-qur’an dari dalam tas dan mulai membuka musyaf. Membaca halaman-demi halaman al-qur’an yang dalam ganggaman tangannya.

Lantunan bacaan surah An-Nisa terdengar mengisi ruangan masjid. Tanpa sadar bacaan Elisa telah sampai pada surah yang khusus yang mejelaskan perkara wanita. Surah yang menjadi bukti bahwa kedudukan perempuan dalam Islam begitu mulia, hingga ada surah yang mengabadikan mereka dalam kitab suci.

Bacaan Elisa sengaja ia keraskan, karena ia masih terbata-bata dalam membaca al-qu’an. Membaca dengan keras membuat Elisa dapat mendengar dengan jelas dan menyadari kesalahan dalam bacaanya.

Lantunan suara Elisa terhenti saat itu juga, ketika mendengar suara ketukan di balik hijab yang tingginya sekita dua meter. Hijab yang memisahkan wilayah wanita dan laki-laki agar tidak terjadi campur baur. Elisa menghentikan bacaannya dan melangkahkan kakinya ke arah sumber suara.

"Assalamuallaikum." Sapa suara seorang laki-laki dari balik hijab.

"Waalaikumsalam." Balas Elisa dengan suara yang tegas.

Elisa pernah mendengar  dari ceramah di youtube saat belum ada yang mebimbingnya bahwa seorang wanita dilarang menghaluskan atau melembut-lembutkan suara ketika berbicara dengan laki-laki yang bukan mahromnya.

"Afwan, mungkin suaranya bisa dipelankan! sebab suara Anda terdengar hingga bagian ikhwan.  Sehingga, ditakutkan ada fitnah dalam hati yang timbul," tegur suara itu dengan tegas terdengar dari balik hijab.

"Iya, maaf, " ucap Elisa dengan suara yang tegas.

Setelah tidak terdengar suara lagi, dengan berjingkat Elisa berlari kembali ke pojokan kemudian menghembuskan napas. Ini pengalaman pertamanya berbicara dengan orang dibalik hijab entah kenapa  jantungnya terasa terpacu dua kali lipat ketika mendapat teguran dari laki-laki dibalik hijab itu.

Elisa mepuk keningnya. “Aduh bodohnya aku! kenapa nda mikir tadi, sepi dibagian perempuan bukan berarti tidak ada orang dibagian laki-laki,” gumam Elisa pelan sembari menggelengkan kepala. Ia malu, sangat malu.

Elisa kembali membuka al-qur’an dan membacanya. Kali ini ia membaca al-qur’an dengan suara yang lebih kecil dan pelan dari sebelumnya. Lama Elisa terlarut dalam bacaanya hingga sebuah suara menghentikan bacaan Elisa.

"Assalamuallaikum ...."

"Waalaikumsallam," sahut Elisa dan menoleh ke arah Ibu Atika yang baru saja memasuki masjid.

"Sudah lama menunggu, Nak?" tanya Ibu Atika.
"Tidak Bu, saya juga belum lama datang kok," balas Elisa dengan senyum di wajahnya.

"Ya sudah, Kita buka majelis dulu dan langsung mulai pelajarannya," kata Ibu Atika kemudian membuka majelis.

Beberapa menit telah berlalu, Elisa telah menerima pembelajaran tentang beberapa adap-adap seorang murit pada gurunya. Elisa baru tahu bawa datang lebih awal dari guru termasuk adap memuliakan guru. Syukurlah dipertemuan pertamanya dengan Ibu Atika ia memperlihatkan adap yang baik.

Embun yang Ternoda | Terbit "Menuju Cahaya"Where stories live. Discover now