13.Anak Kecil Itu

2.3K 226 8
                                    

Sudah seminggu sejak kejadian hari itu. Tapi perkataan Azka selalu berputar di otakku membuat pikiranku semakin kacau.

Hubungan ku dengan Aksa juga tidak ada kemajuan berarti. Dia masih berusaha memperbaiki hubungan kami. Aku pun mencoba untuk menerimanya, tapi entah kenapa hati ini seolah enggan menerimanya masuk. Apalagi ucapan Azka selalu berputar dipikiranku, membuatku semakin dilema.

Apa benar aku sebodoh itu? Apa benar aku adalah anak kecil itu? Apa salah jika aku hanya ingin mempertahankan rumah tanggaku. Aku belum siap jika rumah tanggaku hancur dan anakku yang menjadi korban. Aku gak mau anakku di pandang berbeda. Pertanyaan itu selalu berputar di benakku, sampai membuat kepalaku pening.

Selama seminggu ini pula aku tidak bertemu Azka. Dia seolah hilang ditelan bumi. Biasanya dia akan terlihat di setiap sudut kemanapun mataku memandang. Tapi selama seminggu ini batang hidungnya pun tak pernah terlihat.

Sedangkan Al, dia masih suka bermain di kelas Azka, Nina yang selalu menjemputnya. Tapi setiap aku bertanya tentang Azka, Nina selalu bilang Azka lagi semedi bu makanya gak masuk.

Jujur ada perasaan khawatir terhadapnya. Apa kata-kata ku keterlaluan sampai ia tak mau menunjukkan wajahnya di hadapanku?

Aku jadi merasa bersalah padanya. Aku ingin bertemu dan meminta maaf sama Azka.

Dan entah kenapa di lubuk hatiku yang paling dalam, aku merindukan Azka. Aku merindukan tingkah nya yang selalu membuatku naik darah. Dan aku merindukan perhatian-perhatian kecilnya yang selalu berhasil dia sembunyikan di balik tingkah abstrud nya.

"Kamu melamun?" seruan Aksa dan sentuhan di lenganku membuatku sangat terkejut.

"Melamunkan apa? Aku tegur pelan, tapi sampai segitunya kamu terkejut?"

"Ah enggak!! Aku lagi mikirin kerjaan aja."

"Ada masalah? Kayaknya kamu kepikiran banget."

"Bukan masalah besar, cuma masalah kecil."

"Kalo masalah kecil, jangan terlalu dipikirin lah. Kita lagi makan malam di luar dan kamu cuma melamun."

Aku meringis mendengarnya. Memang sekarang kami berada disalah satu pusat perbelanjaan dan berada di area foodcourt untuk makan malam.

"Maaf" cicitku pelan.

"Kamu gak biasanya begini. Sampai Al manggil aja gak kamu hiraukan. Kalo ada masalah, kamu bisa cerita sama aku."

Sontak aku menengok ke arah Al yang masih duduk tenang di bangkunya. Dia sedang mengigit biskuit yang selalu aku sediakan di dalam tas. Padahal aku belum memberikan biskuit itu padanya tadi. Mungkin Aksa yang sudah memberikan biskuit itu.

Aku semakin meringis. Segitu fokusnya kah aku melamun sampai Al yang selalu jadi prioritas malah tak aku acuhkan.

"Aku benar-benar minta maaf." ucapku sambil menunduk.

"Yaudah gapapa. Lain kali masalah kerjaan jangan kamu bawa sampai kerumah."

"Iya yah maaf."

"Lanjutin makan kamu. Abis itu kita pulang."

***

Selesai makan, kami memutuskan berputar-putar Mall sebentar.

Kami sedang asyik mengobrol sampai pemandangan didepan kami membuat langkahku terhenti.

Dia sedang berjalan kearah kami sambil memainkan handphonenya. Aku menengok kearah Aksa untuk melihat reaksinya.

Tapi dia terkesan biasa saja. Seolah memang tak terjadi apa-apa dan pertemuan ini bukanlah hal yang berarti.

This Time ✔ (SEDANG REVISI)Where stories live. Discover now