26. Aksara POV 2

2.8K 247 8
                                    

Double update .....

Persidangan pertama, aku masih mengusahakan untuk berdamai dengan Nadine. Mencoba membujuk dan merayunya agar kami kembali bersama. Tapi keputusan Nadine seolah tidak bisa diganggu gugat.

Apalagi saat ia menunjukkan bukti perselingkuhanku yang entah ia dapat dari mana. Aku tidak bisa mengelak, karena itu memang kesalahanku.

Tahap kedua mediasi, aku masih memohon pada Nadine. Bahkan aku sudah jujur tentang alasanku. Dan jawaban Nadine telak membungkam ku.

"Kayaknya waktu awal kita nikah kondom udah di jual bebas deh. Kamu bisa kan beli kondom sebelum main sama aku? Atau kalo kamu gak mau kondom, kamu bisa suruh aku KB. Dari awal aja kita udah salah Aksa. Kita gak punya komunikasi yang cukup untuk hubungan kita."

Ucapan Nadine memang benar adanya. Aku lah yang bodoh disini. Akhirnya aku hanya bisa pasrah menerima setiap keputusan hakim.

Sampai saat sidang terakhir, Malika datang membuat keonaran dengan mengaku hamil anakku. Jelas aku tidak percaya, pertama dan terakhir aku melakukan kesalahan itu hampir 7/8 bulan lalu. Mana mungkin ia baru hamil sekarang. Aku hanya mengabaikannya yang terus menarik perhatianku dan memfokuskan diri pada Nadine yang semakin terluka akan pengakuan palsu Malika.

Saat keluar ruang sidang. Aku tau, statusku telah berubah. Aku ingin memeluk Nadine sebagai tanda perpisahan kami. Tapi Nadine terus berlari. Aku tau ia sangat sakit hati. Makanya aku hanya diam tak mengejarnya, mencoba memberi waktu untuk dia menenangkan diri sendiri.

Dan Malika sampai saat ini pun masih saja mengejar dan mengangguku. Aku mendiamkannya, karena aku benar-benar lelah menghadapinya.

Tingnong... Tingnong...

Bel apartment yang sudah setahun ini aku cicil berbunyi. Aku melangkah menuju pintu dan membukanya tanpa mengintip terlebih dahulu. Dan hal itu sangat ku sesali sesudah tau siapa yang datang.

"Sayang... kamu baru bangun ya?" Nada centil yang Malika keluarkan membuatku makin muak padanya.

"Ada apa?" aku memang selalu bersikap dingin dan datar padanya. Aku ingin dia sadar jika dia tak punya tempat sedikitpun di hatiku yang telah penuh terisi Nadine dan Al.

"Aku bawain kamu makanan. Kamu semalem abis midnight kan?" tanyanya antusias.

"Hemm"

"Kita sarapan bareng ya! Aku masakin kamu soup ayam biar badan kamu seger lagi."

"Gak usah! Gue udah pesen junkfood tadi. Gue kira lo kurir anternya makanya langsung gue bukain."

Aku tidak berbohong saat mengatakannya. Aku memang mengira dia kurir gojek yang mengantar pesananku. Makanya aku langsung membuka pintu tanpa melihat siapa yang datang terlebih dahulu.

Aku bisa melihat raut kecewa di wajahnya. Tapi aku tidak peduli. Aku hendak menutup pintu saat mendengar isak tangisnya.

Oh ayolah!! Ini masih pagi. Kenapa harus ada drama seperti ini?! Aku tidak mau jadi tontonan penghuni lain.

Isak tangisnya semakin kencang. Dan aku yakin itu disengaja. Beberapa orang yang lewat mulai berbisik dan memperhatikan kami.

Salahkan aku yang memilih apartment didekat lift. Membuatku dengan mudah menjadi tontonan. Padahal niatku mengambil unit ini karena jaraknya dekat dan membuatku bisa cepat beristirahat setelah lelah bekerja. Aku menghembuskan nafas kasar. Wanita ini benar-benar!!

"Masuk!!"

Ia langsung mengangkat wajahnya yang sedari tadi menunduk.

"Hitungan ketiga kalo lo gak masuk juga, pintunya bakal gue kunci!"

This Time ✔ (SEDANG REVISI)Where stories live. Discover now