a fragile foundation

1.1K 169 21
                                        

.

.

Sesampainya di ruang belajar Eudda segera menarik keluar sang kakak, diiringi teriakan marah tutor mereka.

Sayangnya semua sudah terlambat.

Begitu sampai di rumah kaca, Nyonya Alita serta beberapa orang dewasa telah ada di sana, menyaksikan sendiri bagaimana keturunan mereka yang terpuji dan pengagung budi pekerti  'bermain dengan rukun'. Gadis-gadis tampak sembab, lengkungan alis mereka merunduk bagai pohon willow tua. Para anak lelaki penuh luka tempur. Puteri sulung keluarga Everroses memeluk erat adiknya sembari mendengkur bagai induk kucing, pipinya penuh air mata, blusnya merah darah di bagian dada. Darah si adik, dan darah musuh.

Lalu kerusakan infrastrukturnya? Luar biasa. Kaca pecah dan dedaunan di mana-mana. Mawar Abadi yang hanya ada ratusan pohon di Albion menggundul tanpa sisa. Tukang kebun manapun pasti pingsan dibuatnya.

Para pelayan bekerja cepat membersihkan beling dan dedaunan kering, serta membetulkan apapun yang dibisa, secara sihir maupun manual. 

"Edith."

Suara keibuan Nyonya Alita yang selembut kapas sudah tak tersisa;  hanya ada geraman berang seekor Felin. Bukan lagi seorang ibu melainkan Nyonya Everroses. Bantalan bibir Alita yang berpoles rona oranye tua bergetar hebat.

Edith memalingkan muka. Pipi dan dahi penuh cakaran panas, sulaman jaguar emas di bajunya pun sudah lepas. Adilnya, semua anak laki-laki juga sama rombeng, di telinga dan ekor mereka banyak kelopak mawar atau ranting tersangkut.

"Minta maaf, Edith."

"Tidak."

"Minta maaf pada keluarga Silverstein. Juga Melville dan Harcourt, karena kau baru saja menampakkan watak terburuk yang bisa diperlihatkan seorang Everroses."

"Tidak mau!"

"Edith!" 

Edith maju selangkah dengan kepalan tangan bergetar dan gigi terlihat, tak kalah berang di hadapan sang ibu. Kedua saudaranya membelalakkan mata pada pemandangan yang sukar dipercaya; meski berwatak melawan, Edith tak pernah lantang menentang Lady Alita. Ia memuja ibunya sebagaimana sang ibu memanjakan anak-anak kandungnya, Edith dan Eudda. 

"Aku tidak mau minta maaf! Tadi mereka menghina bahwa kita-- bahwa aku dan ibu--" 

Kata-kata itu berhenti, karena ia sadar bahwa mereka tidak sendiri. Ada beberapa pelayan, anak-anak bangsawan, dan terutama: orang tua mereka. Mata-mata teliti. Mulut yang bergigi duri. Edith seperti melihat sosok-sosok hitam yang hanya bermata dan bermulut bisa.

Taring Edith menggigit bibir sedemikian kerasnya dan pergi berlalu, tidak mengindahkan peringatan sang ibu. Ketika ia melewati kedua saudaranya, Keehl melihat air mata menggenang di pelupuk hijau itu.

"Oh, aku ingin pingsan. Anak itu." Setelah Edith berlalu, barulah seluruh kekisruhan situasi ini menimpa pundak Lady Alita. Viscount Harcourt membantu memapahnya dan menyihir sofa berbantal beledu agar mendekat, sehingga yang bersangkutan dapat berbaring. Seorang maid buru-buru memetik sebuah mawar lalu menghancurkannya dengan tenaga dalam, puluhan kelopaknya membentuk kupu-kupu yang membelai lembut wajah Lady Alita, anginnya harum menyembuhkan. Trik feminin untuk wanita yang kelelahan. 

Lady Alita mengucapkan terima kasih, lalu bangkit berdiri dan meminta maaf pada para tamu, sebelum memimpin para pelayan memperbaiki taman kaca itu. 

Tentu saja, termasuk para anak-anak. Segera semua digiring pergi untuk diobati dan berganti baju. Keehl memeluk Eudda yang masih menangis karena bingung, dan dalam hati memutuskan bahwa rasa irinya tadi konyol sekali. Menjalani 'Persiapan' jauh lebih baik dibanding ini.

mon seul.Where stories live. Discover now