EPILOG // Side story : Maxime Kane journey

253 18 6
                                    

"Kenapa kau meminta kami berkumpul disini?!" Thomas sudah mencercah Mese dengan pertanyaan begitu melihat gadis itu berjalan mendekat cafe tempat mereka berada.

"Yeah, sungguh! Di hari senin cerah dan ujian ku yang akan dimulai setengah jam lagi! Demi Tuhan Mese! Kau tidak tepat" keluh Bill mendramatisir membuat gadis itu terkekeh renyah.

Mese menarik kursi di depan mereka berdua lalu mendudukkan bokong panas nya di atas kursi itu, "Kalian berdua! Apa kalian tidak merasa kehilangan! Max akan pergi ke Roma hari ini, tiga jam lagi pesawatnya berangkat dan ia yang meminta ku mengumpulkan duo pirang untuk melepas kepergiannya" Mese menyeringai di akhir kalimat.

Thomas mendelik tidak setuju dengan sebutan itu sedangkan Bill langsung berdiri memesan Americano dengan tidak sabaran. "Semoga si tua Becky tidak mengomel jika aku terlambat setengah jam!" Gerutu Bill pedas.

"Dia pasti akan menghadiahimu nilai D besar, tenang saja Bill" sahut Mese antusias kemudian ia tertawa lebar,

"Sialan kau!" Bill memaki pelan tapi tak urung dia ketawa juga.

Thomas juga ikut tertawa. Tanpa sadar di kejauhan Max datang menghampiri merek, sebuah koper besar ditangannya dan kaca mata hitam bertengger di puncak hidungnya. Ia melambaikan tangan berlebihan pada mereka bertiga, "Hey, kalian!" Seru Max kegirangan.

Mereka bertiga menoleh kearah Max, Bill membuat ekspresi seolah akan muntah, Thomas memutar bola matanya dan Mese berdiri, "Aku punya nama keparat!" Teriak Mese,

Bill, Thomas, dan Max terperangah melihatnya. Tak hanya mereka bertiga tapi semua pengunjung cafe melihat ke meja Mese. "Easy girl!" Seru Bill pelan,

Thomas berdecak, "Wow Mese! Kau memaki!" Ucapnya kagum dengan mata-mata berbinar cerah. Sedangkan Max mengucapkan seruan meminta maaf pada mereka semua berkali-kali.

Mese bersedakap bangga, "Hahaha tentu saja. Bahasa kalian adalah bahasa yang mudah!"

"Oh...oh...jadi kau memaki Max untuk mempraktekkan bahasa yang baru kau pahami" Thomas menggelengkan kepalanya pelan dan berdecak, Mese lagi-lagi menyeringai.

Pelayan mengantarkan pesanan Bill setelah Max sampai di meja mereka dan melepas kacamatanya. "Kau benar-benar akan ke Roma ya?" Tanya Bill sembari melirik koper Max,

Max mengangguk lalu mengaduk Latte pesanan Bill di hadapannya. "Tiga jam lagi pesawat ku takeoff. Aku kesini untuk menyampaikan selamat tinggal pada kalian" jawab Max sambil tersenyum,

"Kau yakin tidak mau pergi ke IOWA saja? Bukankah disana sama-sama bagusnya dengan Sapienza?" Thomas bertanya,

"Aku tak bisa meninggalkan ibuku lebih lama lagi. Sebaiknya aku segera menyusul kesana. Suatu keberuntungan aku kemari bisa bertemu dengan kalian berempat. Mengenal kalian, terutama Caesarion. Dia mengajari ku banyak hal, bahwa cinta tidak harus memiliki. Jika kau mencintai seseorang maka kau harus siap kehilangan."

Mendadak suasana menjadi hening, mereka semua mendengarkan perkataan Max. Meskipun sudah beberapa minggu berlalu tapi kesedihan masih meliputi mereka semua karena kehilangan Caesarion menimbulkan bekas luka yang tak mampu disembuhkan oleh apapun.

"Meskipun tidak pernah bersama dengan seseorang yang kau cintai bukan berarti dunia mu hancur. Bisa melihatnya bernafas di satu dunia yang sama denganmu adalah sebuah anugerah, dan sanggup mencintai adalah hadiah terbesar Tuhan untuk kita" nafas Mese tercekat mendengar penuturan Max,

Gadis itu menatap Max yang menatap lurus ke depan dengan tatapan nanar. Nyaris seperti terakhir kali ia melakukannya. Menatap Julian. Bill menghela nafasnya kasar dan Thomas memalingkan wajahnya. Keheningan menyergap selama beberapa detik. Begitu kaku dan mencekam hingga akhirnya Mese yang membuka suara untuk pertama kalinya.

THE LEONIDAS [Book Two] ✓Where stories live. Discover now