#14. TERANCAM!

90 13 0
                                    

Prankkkkkk!!!!!
.
.
.

Tanpa kusadari, sebuah vas bunga yang ada tepat di belakangku jatuh saat aku berjalan mundur tadi.

"Astaga! Matilah aku," batinku cemas saat aku mendengar suara langkah kaki seseorang yang berjalan kearahku.

Aku segera berlari menjauh dari ruangan ini dan mencari tempat persembunyian yang aman. Saat aku sampai di ruang tamu, aku terkejut saat jendela kaca yang kupakai sebagai jalan masuk ke rumahnya Pak Sabar barusan tiba-tiba tertutup rapat.

Suara langkah kaki itu kian lama kian mendekat, tanpa pikir panjang akupun bersembunyi di dalam lemari yang ada di pojokan ruang tamu ini.

Saat ini aku sudah bersembunyi di dalam lemari kayu yang berisi korden-korden yang sudah rusak. Dan aku menutupi seluruh tubuhku dengan korden-korden tersebut supaya aman.

Dari dalam lemari, aku bisa merasakan bahwa ada seseorang yang sedang berkeliaran di ruang tamu ini. Dia berjalan mondar-mandir seperti mencari seseorang, mungkin dia sedang mencariku. Suara gesekan pisau di lantai terdengar jelas dan nyaring di telingaku. Aku segera membekap mulutku erat-erat, agar suara tangis ketakutanku tidak terdengar oleh seseorang di luar sana. Jika tidak, nyawaku pasti akan terancam.

Setelah tiga puluh menit berlalu aku tak lagi mendengar suara pisau dapur itu, mungkin orang itu sudah pergi dari ruang tamu. Ini kesempatan yang bagus untukku kabur dan keluar dari rumah ini secepatnya.

Aku memutuskan untuk keluar dari tempat persembunyianku tadi, ku dorong pintu lemari ini dari dalam secara perlahan dan akhirnya terbuka. Aku segera keluar setelah memastikan bahwa keadaan di sekitarku aman. Aku berkeliling mencari jalan keluar, sepertinya tidak ada jalan lain selain memecahkan kaca jendela itu. Ada sebuah guci besar di sudut ruang tamu ini, aku mengangkatnya kuat-kuat dan melemparkannya ke kaca jendela.

Pyaarrrr........   

Yes, berhasil!

Kaca jendela itu akhirnya pecah dan akupun mendapat jalan keluar, ah tidak masalah jika aku memecahkan kaca jendela rumah oran, toh ini juga demi keselamatan bersama. Aku keluar melalui jendela dengan hati-hati karena banyak pecahan kaca yang berserakan di lantai.

Saat aku hampir keluar dan sebelah kaki kananku sudah berhasil menginjak rumput di halaman samping rumah Pak Sabar sementara kaki kiriku yang masih menginjak ruang tamu, ada seseorang yang memegang pundakku dan menahanku untuk keluar dari sini. Tangannya serasa dingin seperti es dan saat aku menoleh ke belakang......   
"Veroooo!" pekikku terkejut.

Ternyata seorang anak kecil memakai hoodie cokelat yang kulihat tadi sembari membawa pisau dapur adalah si Vero, putra bungsunya Pak Sabar sendiri.

Aku tidak menyangka dia bisa melakukan hal sekeji ini terlebih pada anggota keluarganya sendiri. Dia bahkan mengeksekusi Ayah, Ibu, dan kakak perempuannya sendiri. Dan sekarang bagaimana denganku?

"Oh matilah aku! Terlebih, hanya akulah saksi utama dalam kejadian ini..  Aku tidak mau mati sia-sia!"

Aku melihat Vero yang sudah siap untuk mengeksekusi diriku juga, Dia mengangkat pisau dapurnya tinggi-tinggi dan dengan mata merahnya yang menyala terus menatapku. Saat pisau itu hampir mengenai dadaku, aku segera menahan tangannya kuat dan mendorong keras hingga Vero tersungkur di lantai ruang tamu.

Ini kesempatan bagus untuk segera melarikan diri karena tidak mungkin aku menang melawan bocah lelaki kecil seperti Vero meski aku jauh lebih tua darinya, terlebih lagi sepertinya Vero kemasukan arwah roh yang jahat. Bisa kulihat dari tatapannya yang tajam dan kosong serta matanya yang merah nyalang seperti kesetanan penuh amarah, tubuhnya yang sedingin es. Sudah dipastikan bahwa dia memang benar-benar sedang kerasukan.

PianoQuarium(END)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora