14 - Masa Lalu (4)

7.4K 791 12
                                    

Maret 1990

Di sebuah desa kecil yang cukup jauh dari Seoul, terdapat sebuah panti asuhan. Panti itu cukup kecil dengan penghuni yang melebihi batas.

Ya, hampir setiap bulan selalu ada anak baru yang menjadi bagian dari panti asuhan itu. Entah karena sengaja dititipkan oleh orang tuanya atau karena dibuang di sekitar panti.

Kondisi panti asuhan itu semakin hari semakin memburuk. Uang dari para donatur jelas tak cukup untuk menghidupi 37 anak, apalagi untuk biaya sekolah dan biaya tagihan lainnya.

Dua anak perempuan dan seorang anak laki-laki yang seumuran, berusia 16 tahun,  sedang mengadakan pertemuan di bawah pohon di halaman belakang. Mereka bertiga sedang membicarakan atau lebih tepatnya merencanakan sesuatu.

Rencana mereka adalah pergi dari panti itu dan merantau ke Seoul. Mengapa mereka berencana meninggalkan panti itu? Karena akhir-akhir ini panti itu sedang dalam kondisi terburuknya. Sepertinya beberapa donatur mulai berhenti berdonasi. Dan jumlah pengadopsi pun sangat sedikit, tak sebanding dengan jumlah anak yang bergabung ke panti itu.

Bagi mereka bertiga yang sudah berusia 16 tahun, tak ada harapan lagi untuk dapat diadopsi. Daripada mereka harus bekerja untuk membantu menghidupi puluhan anak lainnya, atau diusir oleh bibi pengasuh, lebih baik mereka pergi dari sana.

Bukan berarti mereka tak tahu balas budi pada pihak panti. Hanya saja selama ini pun mereka sering diperlakukan dengan kasar oleh sang pengasuh. Tak jarang mereka menerima pukulan karena menolak untuk bekerja dan lebih memilih pergi ke sekolah. Sikap bibi pengasuh itu memang cukup buruk pada anak remaja seperti mereka. Karena dia merasa mereka hanya semakin membebani panti itu dengan usia mereka yang semakin tua. Kondisi keuangan panti itu memang sedang dalam krisis. Jadi banyak anak seumuran mereka yang disuruh bekerja dan dilarang untuk sekolah.

Keputusan final sudah mereka dapatkan. Besok mereka akan pergi diam-diam ketika matahari belum muncul, sehingga tak akan ada yang melihatnya. Mereka berharap dapat hidup lebih baik di Seoul nanti. Dan semoga uang tabungan yang sudah mereka kumpulkan sejak lama cukup untuk biaya transportasi dan menyewa tempat tinggal kecil di Seoul nanti.


.
.
.


Maret 1995

Tepat lima tahun sudah mereka bertiga, Kim Jeha, Im Yoona dan Cho Hanna, pergi dari panti asuhan dan hidup di Seoul. Sebuah rumah sewa kecil yang terdiri dari dua kamar, satu kamar mandi dan satu dapur yang bergabung dengan ruang tamu, menjadi tempat tinggal mereka selama ini. Meskipun rumah itu kecil dan berada di pemukiman kumuh, mereka tetap bersyukur. 

Selama lima tahun ini mereka masing-masing bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka bersama. Kecuali Hanna yang kondisinya memang tak terlalu sehat. Dia menderita sakit paru-paru bawaan. Jadi dia hanya bekerja dari siang hingga sore. Pekerjaannya pun tak berat, hanya berjaga di sebuah toko bahan makanan dekat rumah mereka. Ini semua adalah paksaan dari Yoona dan Jeha. Mereka bilang tak ingin melihat Hanna sakit, jadi mereka hanya memperbolehkan Hanna mengambil pekerjaan yang ringan.

Sedangkan Yoona dan Jeha bekerja pagi siang malam demi mendapatkan uang untuk biaya hidup, membayar sewa rumah, dan membeli obat untuk Hanna jika sewaktu-waktu sakitnya kambuh.

Mereka sama sekali tak merasa terbebani dengan kondisi Hanna. Hidup susah dan berat sudah mereka jalani bersama selama bertahun-tahun sejak mereka kecil, dan mereka pun selama ini selalu saling bergantung. Jadi mereka sudah menganggap Hanna seperti saudara kandung mereka.

Namun kebersamaan mereka selama bertahun-tahun inilah yang menumbuhkan perasaan lain, selain rasa sayang sebagai saudara. Jeha sebenarnya sudah lama menyukai Yoona. Tanpa ia tahu bahwa Hanna justru menyukainya. Yoona yang menyadari bahwa Hanna menaruh rasa pada Jeha, kadang merasa tak enak jika temannya itu melihat kedekatan antara dirinya dan Jeha.

No Place For Me ✔Where stories live. Discover now