Brondong Manis Part 31b

927 107 5
                                    

***
Setelah operasi selesai, Iqbaal tak lagi dirawat di ruang ICU melainkan di ruang perawatan biasa karena kondisinya sudah stabil dan hanya menunggu sadar. Bunda Rike dan (Namakamu) masih setia menunggu. Meski bunda Rike sudah menyuruh (Namakamu) untuk pulang dan istirahat tapi ia tetep kekeuh ingin menunggu Iqbaal.
"Gelis pulang aja nggak apa-apa kok." sahut bunda Rike entah sudah yang ke berapa. Berkali-kali ia menyuruh (Namakamu) untuk pulang.
"Aku masih ingin disini, bun." jawab (Namakamu) lirih.
Bunda Rike tersenyum. Lalu berangsur mendekati (Namakamu).
"Lihat tuh, wajah kamu sayu. Kamu lelah nak. Kamu butuh istirahat. Nanti kalau kamu sakit malah tidak bisa menunggui Iqbaal lagi." ujar bunda Rike lembut.
(Namakamu) terdiam. Tangannya masih terus menggenggam tangan Iqbaal. Sementara matanya tak lekang mengawasi Iqbaal yang masih setia menutup matanya.

Namun tiba-tiba, handphone (Namakamu) berbunyi. Kemudian ia meminta ijin bunda Rike untuk keluar sebentar.

Papa calling....

Sejenak membaca layar handphone sembari benaknya bertanya-tanya mengapa tiba-tiba papanya menelfon.

"Halo pa."

"(Namakamu), pulang sekarang. Papa dan mama di rumah."

Degg!! Seketika (Namakamu) menahan nafas untuk beberapa detik. Suara datar papanya masih terngiang meski papanya udah berhenti berucap.
Ini pasti gara-gara Kak Rizky cerita ke papa sama mama soal Iqbaal, gumam (Namakamu).

"(Namakamu)??"
"Eh... Iya pa. Aku pulang sekarang."

Tut...tut....tut. Sambungan telfon terputus. Ah begitu datarnya suara papanya hingga (Namakamu) menebak pasti papanya sedang marah padanya.  Dengan langkah gontai ia kembali masuk ke ruangan Iqbaal. Ia mendapati bunda Rike duduk di sofa sambil tersenyum padanya.
"Gelis, nggak apa-apa?"
Sepertinya bunda Rike menangkap sesuatu yang berbeda dari raut muka (Namakamu).
"Nggak apa-apa kok, bun. Aku pamit pulang dulu ya. Ada yang harus aku urus di rumah, bun." kata (Namakamu).
"Oww begitu ya, nak. Tapi nggak ada masalah kan?" tanya bunda Rike. Ia khawatir dengan gadis di depannya itu.
"Nggak ada kok bunda. Aku pamit ya." ujar (Namakamu) lalu beringsut menyusul bunda Rike ke sofa dan memeluknya erat.
Bunda Rike sedikit kaget dengan pelukan (Namakamu). Namun bunda Rike hanya tersenyum lalu membalas pelukan (Namakamu).
"Makasih ya gelis. Kamu tenang aja, nanti kalau ada perkembangan soal Iqbaal bunda kasih tahu ya." kata bunda Rike.
"Iya bunda. Aku sayang bunda." ucap (Namakamu). Entah mengapa di pelukan bunda Rike, (Namakamu) merasa menemukan ketenangan yang luar biasa. Sesuatu yang sudah lama tidak ia terima karena orangtuanya yang bekerja di luar kota dan jarang berada di rumah.
"Bunda sayang gelis juga."

***
Pukul lima sore, pemakaman Stela selesai. Satu per satu orang yang melayat mulai meninggalkan pusara Stela. Tinggal beberapa orang saja yang masih tinggal.
"Terimaksih banyak ya, nak. Untuk semuanya." ujar mama Stela pada Aldi.
"Sama-sama, tante." balas Aldi.
"Tante tahu, kamu sampai mengorbankan perasaan kamu demi Stela. Sekaligus tante juga minta maaf ya." ucap mama Stela lalu memeluk Aldi. Perlahan Aldi merasakan mama Stela kembali terisak.
"Aku nggak pernah menyalahkan Stela untuk apapun yang udah terjadi kok, tante. Stela juga udah tenang disana, jadi nggak perlu membahas yang udah berlalu." jelas Aldi.
Lalu mama Stela pun berangsur tenang. Setelah sekali lagi mengucapkan terimakasih, mama Stela pun pamit undur diri.
Seiring dengan mama Stela yang undur, seluruh orang yang masih ada disitu pun ikut undur hingga menyisakan Aldi dengan seseorang yang tak asing bagi Aldi.
"Gue perlu bicara sama lo, Al." sahutnya.
"Nabila?"
"Tapi jangan disini, nggak etis."

***
Dan disinilah mereka sekarang. Taman Flora. Taman yang tak jauh dari pusara Stela.
"Kenapa lo ada di pemakaman Stela tadi? Setahu gue, lo nggak deket sama Stela." ujar Aldi memulai percakapan setelah mereka duduk berdua di salah satu bangku.
"Gue perwakilan fakultas." balas Nabila.
Sementara Aldi hanya membeo sambil mengangguk-angguk tanda mengerti.
Sejenak mereka terdiam dalam hening. Tenggelam dalam pikiran masing-masing.
"Apa yang mau lo bicarain?" tanya Aldi kemudian.
Nabila tersenyum sinis. "Gue denger apa yang lo bicarain sama (Namakamu) di lobi rumah sakit."
"Lo nguping?" tanya Aldi skeptis.
"Nggak sengaja." jawab Nabila datar.
"So? " Aldi masih belum mengerti arah pembicaraan mereka.
"Kenapa nggak lo pacarin (Namakamu) lagi sih?"
Aldi tertawa pelan hingga membuat Nabila mengerutkan kening.
"Mentang-mentang lo lagi ada masalah sama (Namakamu), lo jadi bersikap kayak gini? Lo nggak inget dulu gimana marahnya lo sama gue waktu gue putusin (Namakamu)?" ujar Aldi.
"Itu kan dulu." balas Nabila.
Aldi tak membalas. Ia masih tersenyum sambil geleng-geleng tak percaya.
"Lo tahu gue lagi konflik sama (Namakamu)?" lanjut Nabila.
"Gue tahu. Tapi kita sama-sama tahu kan? Hati (Namakamu) sekarang punya siapa, dan hati Iqbaal punya siapa." sahut Aldi.
"Tapi lo kan masih cinta sama dia. Berusaha lah, Al."
Aldi hanya tersenyum kecut.
"Toh kita punya tujuan yang sama."
Aldi masih terdiam.

Bersambung....

Lanjutannya ya gaess
Ada masukan gimana buat endingnya?
Soalnya ada beberapa alternatif buat ending :D

Brondong Manis Where stories live. Discover now