5. Hello Stranger

305 9 0
                                    

Devan merasa ia sudah sinting. Prinsip yang selalu ia pegang teguh seolah runtuh saat bersama Markus. Pria ini sungguh menarik baginya, lebih dari semua wanita yang pernah ia dekati. Ia bukan homo, ia tak mengerti apa yang terjadi. Namun, Markus membuat Devan menginginkan pria itu lebih dari apapun.

Devan tak tahan untuk tidak mencium bibir tipis itu. Ia pun memberikan hadiah berupa ciuman pertamanya pada Markus.

"Itu ciuman pertamaku." Devan dengan santai mengatakannya dengan menyelipkan sebuah senyuman di bibirnya.

Markus menatap Devan dengan kesal. Namun, ia tak bisa marah pada Devan. Pria ini benar-benar memiliki kharisma tertentu. Sungguh, ia tak bisa marah padanya. Ia hanya kesal karena ciuman pertamanya direbut darinya dan oleh seorang pria walaupun sebenarnya itu tidak terlalu buruk. Mungkin akan lebih enak jika tadi ia membiarkannya lebih lama, batin Markus.

"Apa yang kau pikirkan?"

Melihat Markus tidak marah, Devan merasa hatinya lega. Untunglah, aksi nekatnya tidak menghancurkan hubungan pertemanan mereka yang masih singkat

"Aku juga belum pernah ciuman secara resmi, lupakan yang terjadi semalam. Jadi, aku menciummu agar orang lain tak mendapatkan ciuman pertama kita sedangkan mereka sudah melakukannya berulang kali."

"Kau gila. Sungguh."

"Kau menyukainya?"

Markus pura-pura tak mendengar pertanyaan itu dan mengalihkan pembicaraan mereka.
"Tunggu! Kau belum pernah mencium seseorang? Lihat dirimu, kau sudah berumur berapa? 40-an? Aku sungguh tak percaya padamu."

"Sial. Aku baru 30 tahun."

"Kau belum pernah pacaran?" Markus bertanya lagi, berusaha mengorek kisah cinta pria di depannya.

"Delapan kali."

"Dan kau belum pernah melakukan apapun. Dasar naif." Markus menggeleng-geleng tak percaya.

"Serius. Kalau kau?"

"Aku belum pernah pacaran."

"Belum menemukan pria yang cocok?"

"Sialan. Jangan menggodaku."

Devan mengelus-elus rambut Markus hingga berantakan. Wajah Markus yang tampan sangat pas dengan rambut yang berantakan itu, membuatnya seperti bad boy.

"Singkirkan tanganmu yang kotor. Tanganmu kan berpejuh."

"Kau bisa mencucinya."

"Diamlah."

Markus memundurkan pantatnya dan kini ia dalam posisi tiduran.

Devan bertanya lagi,"Apa profesimu?"

Tidak ada jawaban dari Markus. Devan melirik Markus, yang ternyata sudah tertidur pulas.

Dasar bocah. Ia bahkan belum membersihkan dirinya.

Devan bangkit dan mengambil sebaskom air hangat dan sebuah handuk kecil. Ia membasahi handuk itu, memerasnya dan mulai membersihkan tubuh Markus dari pejuhnya. Tak lupa ia membersihkan terong albinonya Markus.

Ia benar-benar tidur seperti seekor babi. Sama sekali tak merasakan ada yang sedang menyentuhnya.

Setelah ia merasa Markus sudah cukup bersih, ia menarik selimut untuk menutupi tubuh telanjang Markus. Ia tak ingin pria itu kedinginan.

Lantas ia masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan dirinya sendiri.

Ia menatap cermin yang terpasang di dinding kamar mandi.

"Apa yang kau pikirkan, Devan?" Tanyanya pada bayangannya sendiri di cermin.

***
Langit sudah gelap saat Markus membuka matanya. Ia mengucek kedua matanya dan melihat Devan tiduran di sebelahnya sambil menatapnya.

"Apa yang kau lihat?"

"Kamu."

Markus tak bisa membohongi dirinya sendiri kalau ia tak tersipu mendengar jawaban Devan.

Pria ini gila, tapi menarik.

Devan bangkit dari tidurnya dan menyerahkan sepiring roti dan biskuit kepada Markus.

"Makanlah. Kau belum makan apapun."

Markus baru ingat bahwa ia melewatkan makan siangnya. Ia mengunyah biskuit itu.
"Enak. Beli di mana?"

"Aku membuatnya sendiri saat kau tidur."

"Kau bohong."

"Lihat saja oven di dapur. Kau masih bisa melihat loyang yang belum kucuci."

"Kau pasti sengaja mengotorinya."

"Kau keras kepala sekali."

Seringai lebar terbentuk di bibir Markus.
"Sudahlah. Aku mau mandi."

"Ayo makan bersama setelahnya."

***
Devan mencari-cari kafe yang menyediakan makanan yang enak di internet sembari menunggu Markus selesai mandi. Ia pun menyiapkan beberapa pilihan kafe dan restoran.

Saat Markus datang ke kamarnya, Devan pun menyerahkan I-pad nya pada Markus.
"Pilihlah. Ini adalah pilihan yang terbaik di dekat sini."

Markus pun memilih sebuah restoran yang menyediakan masakan khas Bali.

Mereka memesan ayam betutu dan sate plecing. Markus dengan lahap menghabiskan kedua masakan lezat itu.

"Aku bisa memasak makanan yang dua kali lebih enak dari ini untukmu." Devan berkata dengan sombong.

"Jangan bergurau. Ini sangat lezat."

"Aku yakin, mulutmu tak bisa merasakan bahwa masakan ini enak setelah kau mencicipi masakanku."

Markus tak mau menanggapi pria di depannya yang sombong. Jadi, ia terus makan dan membiarkan Devan berceloteh tentang masakannya yang katanya sangat lezat. Ia tak percaya Devan yang awalnya dingin bisa berubah menjadi cerewet seperti ini.

Di perjalanan pulang, Markus tiba-tiba berhenti karena ia tak sengaja melihat bahwa bulan di langit malam itu sangat indah, ditambah dengan bintang-bintang yang kebetulan sangat terang.

"Kau lihat, langit malam sungguh indah."

Devan menatap lekat wajah Markus.
"Kau benar. Indah."

Markus tak yakin kata "indah" yang keluar dari mulut Devan ditujukan untuk dirinya atau langit malam.

"Hei. Aku belum tahu lebih dalam tentang dirimu."

Markus berdeham ,kemudian berkata, "Ayo lakukan seperti film Hello Stranger[1]."

[1] Hello Stranger adalah film Thailand yang dirilis tahun 2010, berceritakan tentang seorang pria dan wanita bertemu di Jepang dan akhirnya memutuskan untuk berjalan-jalan berdua tanpa menyebutkan identitas masing-masing, layaknya orang asing.

Devan tersenyum tipis.
"Namun, aku sudah mengetahui namamu."

Markus memasang tatapan ikuti-saja-kata-kataku.
"Ayolah. Kita tak perlu melakukannya persis seperti film "

Devan mengangguk tanda menyetujuinya. Di dalam hatinya yang terdalam, ia ingin mengenal lebih jauh tentang Markus. Siapa dirinya, pekerjaannya apa, bagaimana kondisi keluarganya, hingga statusnya sekarang.
Namun, ia harus menahan dirinya.

"Aku ingin tidur bersamamu malam ini."

***
Gimana, guys, dengan bagian ini? Ayo beri vote dan komentar kalian.

It's Forbidden But Okay [MxM]Where stories live. Discover now