15. Babak Baru

5.5K 812 107
                                    

"Aku kangen."

Senyuman di wajah Seulgi seketika luntur saat ia mendengar Irene berkata demikian.

Mulutnya langsung terkatup rapat.

Seniornya itu tidak lagi menjadi objek yang Seulgi lihat, ia memilih membuang muka dan memperhatikan orang-orang yang duduk di seberang meja mereka. Dia terlalu takut untuk melihat reaksi lawan bicaranya sekarang.

Perlahan ia menggigit bibir bawahnya, membeli waktu untuk memberi sebuah jawaban. Seulgi bingung harus merespons apa.

Bagaimana bisa ia merindukan seseorang yang bahkan dia tidak ingat?

Kehangatan yang tadi muncul sedetik kemudian senyap, bersamaan dengan kalimat yang ditanyakan Irene setelah tidak mendapat balasan apapun darinya.

"Kamu bahkan," Seulgi tidak lagi mengedarkan pandangan ke sekitar ruangan, melirik ke arah Irene sebentar ketika nada suaranya sedikit bergetar. Mata cokelat muda yang tadinya cerah itu sekarang telah berubah mendung dan Seulgi hanya bisa melihat pantulan wajahnya sendiri di sana. Ya, itu karena Irene sedang menatapnya balik dengan ekspresi yang tidak bisa dia terka.

"Ga kangen aku?"

"Saya bingung kak." Jawab Seulgi jujur setelah menarik napas panjang untuk mengkondisikan dirinya sendiri. Untuk sesaat ia menjadi tidak tega melihat ekspresi Irene yang mendadak murung seperti ini.

Gadis yang lebih muda itu menurunkan pandangannya, menatap sekaleng keripik kentang yang sama sekali belum disentuhnya. "Bukannya saya ga kangen, tapi saya beneran ga inget sama kak Irene."

"Kamu beneran lupa ya?"

"Saya bahkan gatau kalo kak Irene kenal saya." Seulgi menambahkan dengan suara yang makin lama mengecil. Ada rasa bersalah yang menyeruak ketika ia mengangkat kepala dan melihat Irene melempar senyum getir.

"Wajar sih kamu lupain aku. Udah empat belas tahun kita ga ketemu."

Empat belas tahun?

Seulgi menelan ludah. Itu waktu yang sangat lama.

Mereka sama-sama terdiam, larut dalam pikiran masing-masing. Suasana berubah canggung dan Seulgi menyalahkan dirinya sendiri yang tidak bisa membaca situasi.

Ia melihat Irene menghela napas sambil menarik tubuhnya mundur ke belakang, masih terus mengamatinya. "Ternyata memang banyak hal yang berubah. Empat belas tahun bukan waktu yang singkat. Aku ga seharusnya kesel sama kamu karena ga inget aku. Iya kan?"

Seulgi mengetuk-ngetuk jemarinya di atas meja, terlalu takut untuk mengiyakan. "Eng..."

"Kamu ga usah takut. Aku ga marah kok sama kamu." Irene berbicara dengan nada ringan, senyum di wajahnya sudah kembali dan ekspresinya tidak lagi sendu seperti sebelumnya. "Kamu..."

Seniornya itu memajukan kembali badannya, menopang dagu dengan tangan di atas meja seraya menatapnya balik. "... apa kabar?"

***

"Kak Irene udah ngeh sama saya dari awal ketemu?" Tanya Seulgi hati-hati. Ia masih belum bisa memercayai kebenarannya seratus persen. Mungkin... sembilan puluh sembilan koma sembilan persennya sudah, tapi tetap tersisa 0,1 persen dan itu masih berupa keraguan.

Orang yang sedang duduk di hadapannya ini merupakan teman masa kecilnya. Teman yang tak pernah bersua bertahun-tahun lamanya. Semua nampak berbeda setelah sekian lama tidak bertemu dan sedikit banyak rentang waktu itu berpengaruh pada interaksi mereka yang terbilang baru.

Apa maksud pertemuannya dengan Irene sekarang?

Seulgi bahkan sudah terlalu lelah berpikir. Irene selalu menjadi teka-teki yang sulit untuk ia pahami.

DESIRE [SeulRene] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang