√DEVAN 2 | Bertolak belakang

16.2K 808 56
                                    

Dengan langkah yang sedikit tergesa, gadis berambut sebahu itu berlari untuk mencari tempat teduh. Berlindung dari hujan yang tiba-tiba mengguyur ibu kota di pagi hari ini. Dingin seketika menyeruak menyusup hingga ke tulang, membuat orang-orang rasanya ingin terus-menerus berada dalam balitan selimut tebal saja, hingga hujan berhenti. Namun, hal itu tentu saja tidak dapat dirasakan oleh seorang pelajar sepertinya-kecuali dirinya memang termasuk ke dalam jajaran siswa-siswi bandel yang sering membolos.

Gadis dengan nama lengkap Nadhira Prasasti-atau yang lebih akrab disapa Nadhira-itu, memasukkan kedua tangannya ke saku hoodie yang ia kenakan untuj menghalau dingin. Di saat yang tidak tepat seperti ini, perutnya malah keroncongan karena belum sarapan. Hujan-hujan begini memang paling mudah membuat seseorang merasa lapar, ya?

Akhirnya Nadhira memutuskan untuk duduk di kursi halte yang sepi, berteman dengan rinai hujan yang terus berlomba-lomba untuk jatuh ke bumi. Gadis itu menghela napas kasar sembari membuka tas punggungnya. Ia mengeluarkan kotak bekal berwarna biru muda dan membuka penutupnya. Daripada ia semakin merasa kelaparan, akan lebih baik jika dia memakan bekalnya sekarang, bukan? Padahal seharusnya, bekal itu untuk dimakannya saat jam makan siang nanti, tetapi ya ... mau bagaimana lagi jika ia sudah merasa lapar di saat seperti ini?

"Tolong dong, hujannya berhenti dulu sebentar. Biarin gue ke sekolah dulu deh, habis itu mau hujan lagi juga nggak apa-apa," monolog gadis itu sambil mendongak menatap langit yang masih mendung.

Tak terasa, nasi goreng kecap yang ia makan sudah habis berpindah ke perutnya. Dia memang benar-benar lapar, rupanya. Gadis itu kemudian memutuskan untuk menyimpan kotak bekalnya kembali ke dalam ransel dan meneguk air yang berada dalam botol miliknya, sambil terus memperhatikan hujan yang tersisa rintik-rintik.

"Kalo diterobos aja, basah nggak ya, kira-kira?" Gadis itu menadahkan tangannya untuk memeriksa kira-kira hujan masih terasa deras atau tidak. Setepah memastikan jika ia tidak akan terlalu basah, akhirnya Nadhira segera berlari kecil untuk sampai ke sekolahnya yang masih lumayan jauh itu. Beruntung ia masih menemukan angkutan kota atau yang biasa disebut angkot di jam-jam mepet seperti ini, hingga bisa membawanya sampai ke sekolah tepat waktu. Ya, semoga saja ia benar-benar tidak terlambat kali ini.

******

Devan menyuap nasi goreng dan mengunyahnya dengan cepat seolah-olah ia akan segera tertinggal pesawat. Um, mungkin perumpamaan ini terkesan aneh, tetapi orang-orang sering menggunakannya. Setelah itu, ia juga meneguk susu dari gelasnya secara brutal, membuat ayah dan bundanya berdecak karena melihat sang putra yang tampak begitu bersemangat menghabiskan sarapannya. Ah, tidak. Bukan bersemangat, tetapi terburu-buru seperti dikejar waktu.

"Pelan-pelan, Devan ...." Risyad memperingatkan sang putra, agar makan dengan pelan, tetapi Devan tidak mendengarkannya.

"Udah telat, Yah," ujarnya sebagai pembelaan.

"Iya, tapi makannya pelan-pelan. Nanti tersedak." Bundanya juga gemas sekali saat melihat Devan yang susah diberi tahu begitu.

"Iya Bunda, ini udah mau habis."

Dinda kemudian mengulurkan tangannya untuk mengacak pucuk kepala Devan, sambil membenahi tatanan rambut sang putra. "Besok ke barber shop ya, Nak? Rambutnya sudah panjang banget gini," ujar Dinda gemas, saat melihat rambut Devan yang terlihat panjang itu.

Devan hanya manggut-manggut saja, mengiyakan. Ia masih fokus menandaskan sarapannya yang tersisa beberapa suapan lagi.

"Di luar masih hujan, lho, Nak." Dinda menarik piring bekas makan putra dan suaminya itu, untuk ditumpuk menjadi satu. "Jaketnya jangan lupa dipakai, ya?"

✔D E V A N (PINDAH KE DREAME) Where stories live. Discover now