About Him - [3]

38.6K 4.9K 216
                                    

Me : Mas hari ini aku pulang telat ya.

Mas Abram : Y

Agak ngeselin ya liat huruf Y itu. Dan setelah ku-scroll story chat kami memang selalu huruf Y yang diketiknya sebagai balasan. Tapi aku nggak perlu protes. Y, artinya setuju. Ini enaknya Mas Abram, nggak pernah ngekang atau dalam kata lain sih, dia nggak peduli. Oke, aku juga nggak peduli, atau lebih tepatnya mencoba nggak peduli. Juga berusaha enyahkan kejadian nggak nyenengin minggu lalu.

Hari ini Cath ngajak nonton. Sekalian belanja-belanja.

Cath dan aku sama-sama sebagai staf keuangan di perusahaan konstruksi ini. Aku bisa bekerja di sini juga atas rekomendasi dari Cath, dia temenku sejak SMA, kami juga satu kuliah meski beda jurusan, aku akuntansi, dia manajemen. Agak susah memang menerima janda tanpa pengalaman kerja sepertiku. Untungnya Cath lumayan dekat dengan Pak Bos, jadi aku bisa langsung ikut test dan diwawancara ketika ada lowongan untuk posisi yang sama seperti posisi Cath.

"Pak Ijal! Mana nih hadiah buat gue? Janji dari sebulan yang lalu nggak dikasih-kasih juga," todong Cath saat mandor lapangan itu memasuki ruang kerja kami.

Pak Ijal hanya cengengesan, dia memang terkenal sebagai perayu ulung. "Minta ke Ola aja noh, lakiknya mau bangun Residence. Kemarin udah deal sama Pak Bos."

Heh? Masa? Please mereka-mereka ini jangan tanya-tanya. Karena aku nggak tahu apa-apa. Yang kutahu dari pertemuan kami sebelum aku menikah dengannya, dia punya banyak ruko yang disewakan.

Alis Cath langsung terangkat, dan memutar kursinya ke arahku. "Serius La? Ck ck ck. Berapa lahan kosong sih yang Laki lo punya? Jaga baik-baik La, awas disamber cewek lain, aset itu." Kurang ajar! Aku diketawain.

"Iya La, ngapain juga lo masih capek-capek kerja di sini. Udah lah, jadi IRT aja, bikin anak banyak-banyak."

Sembarangan! Aku malah makin ditertawakan. "Anak apa? Anak kucing?!" Aku mengambil pouch make-up, memoles lipstik ke bibir. Punya anak, bapaknya begitu? Yang ada anakku mau ajak ngobrol Bapaknya pun segan. Eh, tapi Aca nggak gitu.

Selesai touch-up, beresin meja, aku sama Cath langsung capcus.

Sebelum nonton tadi kami isi perut dulu. Sekarang udah jam delapanan. Jam sepuluhan ntar udah keluar. Aku agak worry juga nyetir terlalu malam.

"Asik banget ya lakik lo. Mau keluar sampe malam pun nggak digonggongin."

"Emang lakik gue anjing! Iya lah, dia pengertian, gitu kalau nikah sama yang udah dewasa, nggak ada lagi adegan saling ngambek."

Sejujurnya pembelaan ini tragis banget. Bukan perhatian sih, kurasa Mas Abram memang nggak peduli. Ini kutegaskan supaya nggak terkesan-terkesan banget aku nikah karena harta. Meskipun tujuannya bukan harta, tapi orang-orang tetap nggak akan ngerti kan? Mereka akan tetap berpendapat sesuka hati.

"Wuidiihh... gitu ya? Gue jadi mikir dapetin duren. Tapi Mama gue kayaknya nggak bakal setuju deh."

"Mau single, mau duda, menurut gue sama aja." -sama-sama nggak benernya dari pengalamanku.

"Iya deh yang pengalaman. Eh, La, btw gue lupa nanya, mantan mertua lo udah tau lo nikah lagi?" tanya Cath.

Dari sekian banyak bahan gosip, kenapa pertanyaan itu yang terlontar coba? Aku mengendik.

"Ih... lo nggak takut diamuk lagi?"

Aku mencebik. "Ya terus gue harus sujud-sujud minta restu dulu dari dia gitu?"

Cath menyengir. "Ya, enggak sih."

Aku membuka minuman botol yang tadi kami beli. Serius kalau udah cerita mantan mertua perutku mendadak mules. Bola mataku mengedar, pengunjung lain masih hendak menempati kursi sesuai tiket.

About Him? Sucks!Where stories live. Discover now