bab 10

155 4 0
                                    

Selamat membaca..
Saran and vote dibutuhkan di sini..

----
Lama di luar, Aila mendahului Luthfi masuk ke dalam. Tidak lama Aila berlalu, Ibnu pulang. Mobil hitam tersebut berhenti tepat di sebelah mobil Luthfi. Ibnu menghampiri Luthfi yang masih di luar.

“Belum tidur, Fi?” ujar Ibnu setelah duduk di ayunan menghampiri Luthfi.

“Belum, bang. Sebentar lagi.” Jelasnya ramah.

Obrolan mereka berlanjut hingga tengah malam menjelang. Dan berhenti setelah keduanya sama-sama ngantuk berat. Luthfi berjalan ke kamar Adam. Aila pula telah terlelap di samping Diana. Semenjak Aila datang, Naina tidak tidur di kamar itu. ia tidur di kamar, Emi.

Pagi-pagi sekali, Aila telah siap-siap. Usai sholat subuh, Diana terus menyuruhnya sarapan. Koper silver berukuran sedang diangkat Luthfi ke dalam mobil.

“Tiba di sana, kasih tahu sama Bude ya, Fi?” ujar Diana sembari membantu memasukkan tas ransel Aila.

“Ia, Bude. Nanti saya kabari. Bude jangan khawatir, ada Luthfi yang akan menjaga, Dede.” Jelas Luthfi sembari menenangkan Budenya tersebut.

Luthfi sangat sayang kepada Diana. Kakak dari ibunya yang telah lama tiada. Kedua orangtuanya telah lama meninggal saat kejadian 2004 silam. Tsunami membawa orangtua serta adik dan kakaknya.

Saat itu, Luthfi pergi berlibur ke rumah neneknya, di Bener Meriah. Hingga dirinya dikabari dengan duka yang merenggut segala kebahagiaannya saat itu. namun, dengan kehadirian Diana dan saudara sepupunya, tidak terkecuali Aila, ia dapat melalui segalanya. Umurnya memnag terpaut Empat tahun dari Aila. Luthfi berhutang banyak dengan keluarga tersebut walau Diana menganggapnya seperti anak sendiri.

“Fi?” panggil Ibnu membuyarkan lamunannya.

“Ia Bang?” jawabnya gelagapan. Aila yang sudah berada di dalam mobil jengah, jengah ternyata sepupunya tersebut melamun di pagi-pagi buta sekali. Luthfi tersadar, ternyata semua telah siap. Ia bersalam dengan Diana, Emi serta Ibnu.

“Paman hati-hati, ya?” ujar Naina bersamaan dengan Adam.
Luthfi mengangguk memamerkan giginya seraya mencium kedua keponakannya tersebut.

Setelah Luthfi menghidupkan mobil. Mobil yang di setir sepupu Aila tersebut melaju pelan meninggalkan rumah dengan lambaian dari keluarga mereka. Aila masih tidak melepaskan pandangannya dari kaca mobil. Akhirnya, ia benar-benar ke rumah kakek-Neneknya. dalam mobil, Aila memandang lurus. Langit masih gelap, Aila masih sangat ngantuk. Ia tertidur menyandarkan kepalanya di kaca Mobil.

Aila terjaga. Entah berapa lama ia tertidur. Langit sudah siang. Kepala Aila menyembul keluar jendela, alu menoleh sekilas kepada Luthfi yang masih menyetir. Luthfi yang mendapatinya hanya tersenyum.

“Kenapa, De? Perlu sesuatu?” tanya Luthfi memastikan.

Aila menggeleng menjawap pertanyaan sepupunya tersebut.  Aila menggeleng seraya menguap. Matanya menatap liar di sepinggir jalan. Pupil mata Aila Cuma mendapati banyak pepohonan hijau nan rindang.

Bukit-bukit terjal berjajar indah seakan berjalan mengikuti mereka. Sesekali rumah-rumah kecil berdiri di sela-selanya. Aila melirik arloji di pergelangan tangannya. Pukul sudah menunjukkan jam Sebelas pagi. Aila terperanjat. Lima jam lebih ia tertidur di mobil. Terlalu lama ia tertidur. Aila mengambil botol air di tas ransel yang telah Diana persiapkan. Ia meneguk kasar air tersebut menandakan Aila teramat haus.

“Haus ya, De?” tanya Luthfi sembari menoleh sekilas kepada Aila.

Aila mengangguk pelan.
“Sekarang kita sudah di mana?” Tanya Aila penasaran.

“Sudah di pintu Ritme Gayo, tidak lama lagi juga tiba di rumah kakek.” Jelas Luthfi memberitahu.

“Dede sih tertidur, kan ngga dapat lihat pemandangan.” Sambung Luthfi.

TENTANG RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang