I cried a tear, you wiped it dry. I was confused, you cleared my mind.
Krist memandangi wajah Singto yang sedang menikmati hidangan steak, dalam hidup Krist ia belum pernah bertemu seseorang yang sangat kaya di usianya yang begitu muda seperti Singto. laki – laki itu seolah tak pernah berhenti membuatnya terkejut sekaligus iri. Iri karena perbedaan usia yang tidak jauh, namun Singto bisa begitu mudahnya meraih kesukesan seperti sekarang.
Sejam yang lalu mereka tiba di restauran yang terkenal karena berhasil meraih Michelin Star tiga kali berturut – turut, sebuah penghargaan tertinggi di dunia kuliner, dan butuh reservasi jauh – jauh hari sebelumnya jika ingin menikmati makan malam yang wah di restauran yang ternyata pemiliknya adalah Singto Prachaya sendiri.
Keterkejutan Krist tidak hanya sampai di situ, tadi dengan santainya Singto berkata bahwa mereka akan ke sana dengan menggunakan helikopter, selama hidupnya Krist belum pernah menaiki helikopter apalagi hanya untuk menuju sebuah restauran demi makan malam.
Instrumen musik saxophone memenuhi ruangan restauran yang kebanyakan diisi oleh kaum pesohor, ya sorot mata Krist bisa menangkap beberapa artis terkenal terlihat menikmati makan malamnya, ada pula pejabat yang akhir – akhir ini diisukan menggelapkan uang rakyat sedang duduk bersama wanita yang umurnya terlihat jauh berbeda. Cih.. bagaimana bisa mereka tidak punya malu dan masih bisa duduk sambil tertawa riang seperti itu?
Singto mengikuti arah pandangan Krist, ia mengerti kenapa asisten pribadinya itu terlihat kesal. Menjadi atasan Krist selama sebulan ini membuat Singto sedikit demi sedikit memahami kepribadian Krist, tidak butuh waktu lama baginya untuk mengerti segala isi kepala Krist yang polos.
"Kau mau mencoba ini?" Singto mengangkat botol wine lalu mengisi gelas kosong Krist tanpa menunggu kata iya.
Krist mengalihkan pandangannya dari pejabat yang dengan genitnya mencium tangan gadis muda yang duduk di depannya setelah memakaikan sebuah cincin, sementara si gadis tersipu malu – malu. Menjijikkan.
"Orang seperti itu yang nampak bagai suami setia sekaligus ayah yang peyayang, bisa saja punya banyak selingan di luar sana. Seharusnya kau tahu itu Ai'Krist" ada penekanan di akhir kalimat Singto.
"Aku muak dengan orang – orang seperti itu" Krist meluapkan kekesalannya dengan meraih gelas yang berisi wine lalu meminumnya sampai tandas dalam satu tarikan napas. Dari cara Krist menghabiskan minuman memabukkan itu, Singto bisa paham bahwa Krist tidak mengerti apa – apa tentang wine. Satu fakta yang lagi – lagi mampu membuat Singto tersenyum.
"Baiklah.. buang kekesalanmu karena aku yakin dalam waktu dekat kau akan melihat di tv bagaimana orang itu akan tertunduk malu sambil meminta maaf, dan kuharap jika saat itu tiba.. kau jangan menaruh simpati padanya"
"Bagaimana kau yakin jika dia akan tertangkap? Aku juga tidak akan bersimpati padanya"
"Karena tebakanku tidak pernah salah Ai'Krist dan kau tipe seperti orang kebanyakan. Suka memaafkan."
"Aku tidak sebodoh itu!"
"Aku tidak bilang kau bodoh.. Ai'Krist"
"........"
Selama bekerja dengan Singto, tidak jarang mereka berdebat untuk hal – hal sepele seperti sekarang dan bisa ditebak kemampuan Singto untuk membungkam mulut lawan bicaranya juga berlaku untuk Krist. sekali lagi Krist terdiam dan Singto jelas bisa melihat Krist semakin kesal. Laki – laki itu kembali meneguk wine –nya sampai habis.
Singto tidak membiarkan gelas Krist kosong, jadi ia dengan tenangnya kembali menuangkan wine untuk Krist. laki – laki yang tidak bisa menyembunyikan kekesalannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay
FanfictionKrist Perawat dan Singto Prachaya adalah dua pemuda dalam garis tangan yang berbeda. Namun siapa yang tahu jika benang merah sedang merajut garis pertemuan di antara mereka.