13. Nothings Gonna Stop Us Now (A)

3.4K 388 41
                                    

Happy Reading!

**

 "Seharusnya kita mengajak P'Singto ke tempat ini dan meninggalkannya bersama singa-singa lapar!"

"Apa kau lupa jika akhir-akhir ini P'Singto bahkan lebih galak dari singa?"

"Ya! P'Singto itu seperti singa jantan yang butuh kawin, dan ia jadi uring-uringan karena singa betinanya belum siap dikawini. Hahaha!"

"Off! Lebih baik kau tutup mulut!"

Gun yang duduk di samping kiri Off, melirik kesal ke arah sahabatnya itu. Membuat Off tak berkutik dan menghentikan tawa nistanya saat itu juga, ia mengalihkan perhatiannya untuk menonton sekawanan singa sedang mencabik-cabik seekor kerbau yang sudah tergeletak tak bernyawa, tidak jauh dari mobil jeep yang mereka tumpangi.

Ketiga sahabat kecil itu terbang ke Afrika dan memilih mengisi liburan mereka dengan berkeliling ke sanctuary terbesar di dunia yang merupakan milik keluarga Off.

Kecintaan Off pada segala jenis binatang ternyata diwariskan oleh kakeknya. Off bahkan merelakan darahnya diisap oleh nyamuk, katanya karena nyamuk yang menghisap darah itu nyamuk betina yang sedang hamil, dan ia tidak tega membunuhnya. Membuat Fiat dan Gun bingung dengan jalan pikir Off, sahabat mereka itu sebenarnya terlalu baik atau terlalu bodoh.

Pernah sekali Gun menginap di kamar Off, lalu keesokan paginya ia menggegerkan seisi mansion keluarga itu dengan teriakan yang memekakan telinga.

Siapa yang tidak akan berteriak ketakutan jika ternyata guling yang kau peluk bukanlah sebuah guling melainkan hewan peliharaan Off yang bernama Marbella. Seekor ular jenis lavender albino ball phyton berwarna kuning dengan mata merah dan ukuran tubuhnya yang hampir menyamai bantal guling. Beruntung saja Gun tidak meninggal di tempat karena serangan jantung di usia yang masih sangat muda.

Sejak saat itu ia bersumpah tidak akan pernah lagi menginjakkan kaki di kamar Off. Ia tidak berani membayangkan hewan peliharaan apalagi yang Off simpan dalam kamar terkutuknya itu.

**

Setiap kursi dari teater berlantai dua itu diisi oleh orang-orang yang mengenakan tuxedo maupun gaun, sisi kiri dari panggung terdapat orkestra.

Alunan musik mengalun seiring gerak lincah seorang gadis yang menari dengan indahnya di tengah panggung dan berhasil memukau ratusan penonton yang hadir di sana.

Singto ada di lantai kedua, duduk seorang diri di sebuah ruang khusus untuk tamu vvip. Mengenakan tuxedo dan dasi kupu-kupu berwarna hitam, tampan dan seperti biasa wajahnya tidak menunjukkan ekspresiapa-apa.

Pandangannya fokus ke depan, hanyut dalam suasana teater yang temaram dan seorang ballerina yang menari menampilkan gerakan-gerakan sulit di tengah panggung sana.

Adeline Louis Mitchel

Dia dikenal sebagai penari dengan bakat yang hebat sehingga selalu menjadi pemeran utama di setiap pertunjukan teater, namanya sudah tidak asing lagi bagi sebagian kalangan tertentu. Terutama pecinta balet.

Adeline sendiri yang memilih Thailand sebagai salah satu negara tujuannya dalam tur keliling dunia, bukan hanya untuk mengadakan pertunjukan. Namun, ada hal yang lebih penting dari itu.

Singto Prachaya.

Pria yang dulu ia relakan, agar bisa lebih fokus pada mimpinya untuk menjadi seorang ballerina.

Pria yang hampir setiap malam ia tangisi karena rindu, seorang pria yang pergi dengan hati kecewa membawa pergi kotak putih dalam genggaman yang erat di bawah guyuran air hujan, malam itu Adeline tahu Singto akan melamarnya.

StayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang