PART 7 : UNPLANNED

195 27 0
                                    

from : 010-9797-0406-1233

Eunhaya. Ini Yerin. Kuharap Joshua dapat menemukanku. Ponselku disita dan aku tidak tahu aku ada dimana, tidak ada petunjuk yang bisa aku berikan. Tapi, apapun yg kalian khawatirkan, tak perlu. Aku baik-baik saja.

Eunha terlonjak begitu menerima pesan dari nomor asing, namun isi pesan yang sama sekali tidaklah asing baginya, karena dia mengenali si pengirim. Eunha bergegas keluar kamarnya mencari Jeonghan, dan beruntungnya Eunha lelaki yang dicarinya itu tidak jauh dari jangkauannya. Setidaknya, dia belum bepergian.

"Oppa, aku rasa kita bisa menemukan onnie." ujar Eunha sambil menunjukkan pesan yang diterima diponselnya. Jeonghan meraih ponsel eunha dan kedua alisnya bertautan.

"Kita harus menemukan Jihoon segera." ujar Jeonghan yang kemudian bergegas bahkan setengah berlari diikuti Eunha. Tepat di dapur mereka menemukan Jihoon, tak perlu lama menjelaskan kepada Jihoon dan membuat Jihoon mengerti.

Jihon mengambil tabletnya dan mengetikkan sesuatu lalu mengangguk, "Eunha, kau bisa menelepon dia sekarang."

Dengan gemetar Eunha menekan tanda panggil dan tak lama suara Yerin menyapanya, "Eunaaa..." suara Yerin seperti terisak. Eunha menitikkan air matanya, dia begitu merindukan kakak semata wayangnya, kalau bukan karena lambaian tangan Jihoon mungkin Eunha akan terus diam dan tidak tersadar.

"Onnie, tetap disitu jangan matikan sambungannya. Jihoon mencoba mencarimu." ujar Eunha, terdengar helaan nafas dari yerin, "Aku tidak punya banyak waktu. Pemilik ponsel ini mungkin menyadarinya." Ujar Yerin dan tepat setelahnya sambungan mendadak terputus. Eunha kaget namun begitu melirik kearah Jihoon yang tersenyum, setidaknya Eunha tahu, sesuatu yang baik sudah terjadi.

***

"Kau benar, Jung Yerin. Aku menyadarinya." Suara Mingyu mengejutkan Yerin, mendadak wajah Yerin pucat pasi. Dan saat itulah pintu kamar Yerin terbuka lebar nampak Mingyu dengan seringainya. Yerin menjatuhkan ponsel milik Mingyu seketika dan Mingyu menghampirinya mengambil ponsel yang dijatuhkan Yerin.

"Bad Girl. Dan setelah ini tidak ada yang bisa menolongmu." ujar Mingyu sambil kemudian menyeret Yerin keluar kamarnya. Yerin meronta dan berteriak, teriakan yang cukup keras untuk membuat Wonwoo keluar dari kamarnya.

"Kim Mingyu, lepaskan tanganmu sekarang!" ujar Wonwoo tegas. Mingyu terdiam sebentar namun menyeringai, sama sekali tidak terlihat mengindahkan perintah Wonwoo. Dia justru menyeret kembali Yerin kearah tangga.

"Mingyu!!" kali ini Wonwoo berteriak. Mingyu masih mengabaikan ucapan-ucapan Wonwoo dan masih terus menarik Yerin yang meronta. Wonwoo bergerak tidak sabar dan menarik kuat lengan Mingyu. Dan berulang kali menghantam Mingyu dengan pukulan-pukulan keras.

Wonwoo memang jago beladiri, terutama thai boxing, tapi Mingyu sendiri salah satu petarung tangguh sehingga melawan Wonwoo bukan juga hal sulit baginya. Keduanya saling baku hantam, sampai akhirnya Mingyu mengeluarkan sebilah belati kecil dari punggungnya hendak menusuk Wonwoo. Dan melihat itu, Yerin yang tadinya terhempas karena perkelahian keduanya mendadak menjatuhkan badannya kedepan Wonwoo.

Dan seperti yang sudah Mingyu duga, belati itu menggores lengan atas tangan kiri Yerin. Yerin berteriak dan Wonwoo mengumpat melihat gadis itu terluka. "Shit!"

Wonwoo bangkit dan menerjang Mingyu tepat saat itu terdengar suara letusan. Keduanya berhenti bergerak, karena tahu siapa yang datang. "Kekanakan. Dan bodoh!" ujar pria bersetelan jas warna hitam. Mata Yerin yang semula terpejam karena rasa perih juga karena suara tembakan itu perlahan terbuka. Dia menatap laki-laki asing yang entah kenapa auranya begitu kuat.

Yerin menduga laki-laki ini Seungcheol, pemimpin gang dimana Wonwoo dan Mingyu berada, yang berarti "Dia musuh besar Joshua" batin Yerin.

"Aku minta penjelasan." Laki-laki itu melipat kedua tangannya didepan dadanya setelah memasukkan kembali pistolnya. Wonwoo melepaskan cengkeramannya pada Mingyu, dan begitupun Mingyu.

"Seseorang begitu nakal mengambil ponselku dan sepertinya menelepon ke Joshua." ujar Mingyu menyeringai. Kalimat yang cukup efektif untuk membuat Wonwoo menoleh ke arah Yerin.

"Begitu?" ujar Seungcheol, perlahan kakinya melangkah menghampiri Wonwoo dan mengusap darah dari bibir Wonwoo dengan ibu jarinya. "Dan kenapa Wonwoo-ku membela anak nakal? apakah aku tidak salah melihat?" ujarnya penuh intimidasi.

Wonwoo mengembalikan ekspresi datarnya, kontras dengan semua emosi yang dia rasakan dalam dirinya. "Sudah kukatakan berkali-kali, dia milikku. Aku tidak suka ada yang menyentuhnya." ujar Wonwoo masih dengan ekspresi datarnya. Suaranyapun tetap tidak berubah intonasinya. Keahliannya menyembunyikan emosinya menjadikan dirinya tidak mudah terbaca.

Seungcheol tergelak, "Hanya karena dia milikmu, bukan berarti jika dia nakal, Mingyu tidak boleh menghukumnya." Wonwoo terdiam, dan diamnya Wonwoo membuat Seungcheol tersenyum. Senyum yang menurut Yerin cukup menakutkan. Seungcheol kemudian menghampiri Yerin. Tangannya terulur. Yerin memandangi sesaat meragukan keputusannya menerima atau tidak uluran tangan itu, tapi akhirnya Yerin meraih tangan Seungcheol sementara Wonwoo dan Mingyu menatap keduanya.

"Namamu?" tanya Seungcheol pada Yerin.

"Eunbi." belum Yerin berucap, Wonwoo sudah menyela. Seungcheol menoleh pada Wonwoo, "Aku tidak bertanya padamu, Wonwoo."

Seungcheol beralih kembali kepada Yerin, "Marga?"

"Hwang." lagi-lagi Wonwoo menjawab mendahului Yerin. Yerin terdiam, karena nama yang disebutkan oleh Wonwoo adalah nama ibu kandungnya. Alih-alih menyebutkan nama Yerin, Wonwoo justru berbohong. "apakah menyebutkan nama asliku bisa membunuhku juga?" Yerin membatin.

Setali tiga uang dengan Yerin, Mingyu menatap Wonwoo tidak percaya. Ekspresi Wonwoo sedatar biasanya, tapi dia jelas berbohong. Mingyu tahu dengan pasti nama gadis itu karena dia yang menyebutkan sendiri. "tapi siapa Hwang Eunbi?"

Seungcheol diam sejenak kemudin menyentuh pipi Yerin, "Kalau kupikir lagi, kau mirip seseorang." dan saat itulah dengan gerakan cepat Wonwoo sudah mengarahkan pistol milik Seungcheol ke kepala Seungcheol. Seketika Seungcheol menoleh, "Mau menembakku?" tanyanya ringan.

"Sudah kukatakan dia milikku. Apa susahnya meninggalkan dia sendiri? Seingatku dia misiku, dan apapun rencanaku padanya bukankah terserah padaku, selama dia tetap berada jauh dari Joshua Hong?" ujar Wonwoo.

Seungcheol tergelak. "Kau benar. Terserah padamu. Tapi dia nakal dan seperti yang seharusnya, Mingyu harus menghukumnya bukan? Tembak aku Wonwoo. Jika saja kau bukan pengecut." dan demi mendengar kalimat Seungcheol, Wonwoo menarik pelatuk pistol itu. Yerin menutup mata, begitupun dengan Mingyu.

Beberapa detik tidak ada suara letusan, yang terdengar hanya tawa Wonwoo. Tawa yang aneh, "Satu yang aku lupakan darimu, hyung. Kau hanya membawa satu buah peluru. Kenapa? kau takut kesalahan yang sama seperti dua tahun yang lalu? kalau bukan karena kesalahanmu dan Joshua Hong, mungkin kita tidak akan terpecah, dan mungkin Kwon Hoshi tidak akan dendam pada Shadow maupun pada Hong bersaudara."

Seungcheol berdecak kemudian dengan kecepatan yang nyaris sama dengan saat Wonwoo menarik pistol milik seungcheol tadi, Seungcheol sudah memasang borgol pada tangan kanan Wonwoo dan tangan kiri Yerin. "Kalau memang dia milikmu, maka nikmatilah malam ini. Bersihkan isi kepalamu Wonwoo. Kau harus ingat siapa dirimu, Jeon Wonwoo. Kuharap besok otakmu sudah kembali. Aku tidak butuh dirimu yang sentimentil begini."

CHERRY BLOSSOMS IN WINTEROù les histoires vivent. Découvrez maintenant