☔ Bab 15 -Melupakan Bukan Memaafkan ☔

7 4 0
                                    

📖 Happy Reading 📖

Di hari minggu yang cerah ini dapat menggambarkan bagaimana sumringahnya perasaan Rain karena tak ada jadwal ataupun tugas dari kampus. Jadi, hari ini ia akan bermalas-malasan di kamar.

Namun, sering kali ia merasa bosan karena berdiam diri di rumah dan kini berniat akan jalan-jalan ke salah satu mall terdekat. Kali ini pula Rain akan mengajak Welkin bersamanya sebagai teman mengobrolnya saat dalam perjalanan.

"Ayo, pergi!" ajak Rain setelah berdiri di perbatasan pintu kamar milik Welkin. Awalnya Welkin terkesiap karena kedatangan Rain yang tiba-tiba lalu bertanya, "Ke mana?"

Tanpa banyak omong Rain langsung menyeret tangan Welkin secara paksa untuk pergi jalan-jalan sambil berkata, "Kau akan tahu setelah berjalan. Cepatlah!"

Mereka menaiki taxi dan menempuh waktu sekitar 20 menit untuk sampai di depan mall terbesar di kota ini. Ketika Welkin melihatnya dibuat takjub dengan kemegahan yang disuguhkan. Mereka langsung menuju toko pakaian khusus pria.

"Kau ingin membeli pakaian? Kenapa masuk ke dalam toko pakaian khusus pria?" tanya Welkin begitu cerewet hingga telinga Rain merasa panas ibarat terbakar.

"Ya, aku akan membeli pakaian. Tapi, bukan untukku. Ini untukmu," jelas Rain sembari memilih baju yang cocok bagi Welkin.

Sesekali Rain mencocokkannya pada tubuh jangkung Welkin. Namun, diantara deretan baju yang ada Rain terpesona oleh pakaian dengan celana jeans berwarna hitam serta baju kardigan berwarna merah marun dan ada garis kecil dibagian lehernya.

"Pakai ini," titah Rain seraya menyerahkan busana yang dimaksud. Welkin pun berjalan menuju ruang ganti. Sementara Rain duduk di sofa berwarna cokelat dan sesekali melirik pakaian yang lainnya.

Beberapa menit kemudian, Welkin keluar dari ruang ganti dengan penampilan yang berubah drastis. Rain yang semulanya melihat Welkin seperti makhluk aneh dan sekarang ia seperti melihat pangeran tampan.

"Bagaimana?" tanya Welkin sambil berputar-putar memperlihatkan penampilan barunya. Rain hanya mengangguk-angguk, tapi dalam diamnya mengagumi lalu mengangkat ibu jarinya dan berucap, "Cocok."

Seusai membayar pakaian tersebut, kini mereka menuju tempat selanjutnya. Namun, tiba-tiba saja saat berjalan di trotoar mereka berpapasan dengan Cloudy serta Skiva. Entah sengaja ataupun tidak yang jelas Rain masih merasa dongkol.

"Apakah kau sedang sibuk? Kita ingin berbicara sebentar," ujar Cloudy dengan mimik wajah serius. Mulanya Rain berbalik badan, tapi Welkin mencegahnya.

"Aku menyuruhmu berhati-hati bukan menjauhi mereka," tutur Welkin dan secara tidak langsung menyuruh Rain untuk memberikan kesempatan kedua pada temannya itu.

"Selesailan urusanmu dan aku akan menunggu di rumah," kata Welkin setelah memberikan tepukan ringan di bahu Rain.

Rain kembali bertukar tatapan dengan Cloudy dan Skiva. Mereka tampak berharap bahwa Rain akan memaafkan atas kejadian waktu itu. "Kita bicara di cafe tempatku bekerja," ucap Rain lalu meninggalkan mereka yang masih berada di belakang punggungnya.

☔☔☔

Mereka telah berkumpul dalam satu meja yang sama. Namun, masih belum ada yang angkat bicara. Kopi yang tersaji di atas meja tetap mengepul. Tatapan masih berkeliaran ke mana-mana.

"Aku punya waktu sebentar. Jadi, cepatlah bicara," ketus Rain dengan penuturan datar tanpa ekspresi pula.

Cloudy meneguk ludahnya secara paksa agar melancarkan percakapannya. "Kita benar-benar minta maaf padamu, Rain. Aku tidak bermaksud ingin membuatmu menderita, tapi aku sedang dalam keadaan mendesak." Begitulah prolog dari permohonan maaf dari Cloudy.

Kini giliran Skiva yang akan mengeluarkan suaranya. "Iya. Kita sangat menyesal dan minta maaf padamu. Kita tidak akan mengulanginya. Sebenarnya aku tidak benar-benar membencimu, akan tetapi aku merasa iri dengan kehidupanmu." Skiva tak sanggup menatap mata hitam milik Rain.

"Apa yang kau irikan dari kehidupanku? Aku hidup sederhana seperti kebanyakan orang." Sejenak Rain menyeruput kopi di hadapannya.

"Aku rasa kau kehidupan yang bahagia meskipun sederhana, sedangkan hidupku benar-benar tidak berwarna," ungkap Skiva dan matanya mulai berkaca-kaca.

"Sekali lagi maafkan karena uang aku jadi lupa diri. Ternyata uang bukan segalanya dan persahabatan lebih berharga," tutur Cloudy dan memberanikan diri untuk berpapasan dengan kedua mata Rain yang masih menyorotkan kekecewaannya.

Rain menghela napas untuk menstabilkan emosinya. Kemudian meneguk habis kopi miliknya lalu berujar, "Aku tidak tahu. Aku bisa memaafkan kalian atau tidak. Namun, dengan seiringnya waktu mungkin aku bisa melupakannya."

"Aku tahu kau masih marah pada kita. Namun, maafkan kita untuk kali ini saja." Cloudy memohon agar diberikan kesempatan kedua.

Skiva mulai mengangkat kepalanya. "Semua orang berhak mendapatkan kesempatan kedua. Namun, tidak untuk kesalahan yang sama. Jadi, kita berjanji tidak akan melakukannya lagi," ucap Skiva begitu bijak.

"Baiklah," jawab singkat dari Rain.

"Kau memaafkan kita?" tanya Skiva yang masih tak percaya. Rain hanya sekali mengangguk pasti. "Sungguh?" Cloudy kembali meyakinkan lalu Rain kembali mengangguk.

Mereka pun berpelukan layaknya kartun telletubies dan saling merekahkan senyum semanis madu. Mendadak ada yang menghampiri mereka. "Ada apa ini?" tanya seorang pria yang mengenali Rain.

"Tidak ada," sahut Rain dan mendapatkan tatapan heran dari kedua sahabatnya.

"Ah! Perkenalkan mereka sahabatku," kata Rain memperkenalkan sahabatnya.

Pria itu mengajak berjabat tangan dan disambut hangat oleh Cloudy serta Skiva. "Namaku Kanopy sebagai teman sekaligus pelanggan di cafe ini." Kanopy menambahkan tarikan bibir yang memesona.

"Namaku Skiva. Senang berkenalan denganmu," kata Skiva sembari bertingkah malu-malu.

"Namaku Cloudy. Senang berkenalan denganmu juga, Kanopy," tutur Cloudy memberikan tatapan yang berbeda dari biasanya.

"Senang berkenalan dengan kalian. Semoga menjadi teman baik," ujar Kanopy kemudian.

Maklumlah karena baru pertama kali berkenalan mereka sedikit agak canggung sehingga belum ada percakapan selanjutnya. Parahnya lagi mereka saling berdiri tanpa ada yang inisiatif untuk mengajak duduk.

"Rain, kau akan pulang sekarang?" tanya Kanopy memecah keheningan.

"Setelah ini aku akan bekerja," timpal Rain apa adanya. "Mungkin kau bisa pulang bersama dengan mereka," imbuh Rain menawarkan pada Cloudy serta Skiva.

"Kau akan pulang ke mana?" tanya Skiva kemudian.

"Aku akan pulang ke arah kanan," tukas Kanopy sembari menunjukkan arah.

"Sepertinya arah jalan kau dan Cloudy sama. Aku akan pulang ke arah yang berlawanan," tutur Skiva lagi.

Kemudian tatapan Kanopy beralih pada Cloudy yang sedari tadi hanya diam saja mendengarkan perbincangan yang berlangsung. "Apakah kau tidak keberatan jika kita pulang bersama?" Kanopy membuyarkan lamunan Cloudy dengan pertanyaanya itu.

Cloudy menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku rasa tidak," jawab Cloudy dengan menautkan senyum memukau.

Kemudian mereka saling berpamitan untuk pulang. Sementara Rain akan bersiap untuk bekerja paruh waktu. Ia harus bekerja lebih keras karena tadi menghabiskan uang untuk membeli pakaian milik Welkin, namun ia merasa senang memberikan hadiah itu.

Setelah berbaikan dengan Cloudy serta Skiva, ia merasa beban pikirannya sedikit ringan. Namun, entah mengapa saat Kanopy mengajak pulang bersama dengan Cloudy, ia merasa sesak di dalam dadanya.

☔☔☔

Cianjur, 25 September 2018

My RainyWhere stories live. Discover now