3. Rio Adiwijaya

6.3K 816 131
                                    

"Nyatanya, memendam bukanlah jalan terbaik."

Rio meredam emosinya yang sudah meluap di ubun-ubun. Lelaki itu meninggalkan pintu kamarnya, membiarkan Kayla mengamuk atau berbuat apapun sesukanya di dalam sana.

Perasaan Rio yang baik tiba-tiba hancur karena ulah Kayla. Ternyata, sedikit perhatian yang Rio berikan membawa dampak besar, ya sebuah perkelahian. Bisa-bisanya lelaki itu berpikir untuk memerhatikan gadis tidak tahu diri itu?

Rio mengeluarkan kunci mobil yang ia simpan dalam saku. Ia memang sudah bersiap untuk menemui teman-temannya dalam rangka reuni SMA, walau kini ia sudah merasa malas untuk pergi ke sana karena mood-nya yang sudah hancur. Namun, Rio memiliki 2 alasan agar ia tetap pergi ke acara reuni itu.

Pertama, Rio adalah orang yang tepat janji. Ia sudah berjanji sejak lama untuk hadir di acara reuni kecil-kecilan yang diadakan sahabat lamanya. Dan kedua, penyebab hancurnya mood Rio ada di dalam rumah. Tidak mungkin ia tetap di rumah.

Untuk itu, Rio masuk ke dalam mobilnya. Kemudian melajukan benda besar bercat hitam metalic itu menuju sebuah cafe yang berada tidak jauh dari letak rumahnya.

Lima belas menit kemudian mobil Rio tiba di tempat parkir cafe pelangi, tempat ia dan teman-temannya akan melaksanakan reuni. Lelaki itu turun dari mobilnya, kemudian berjalan masuk ke dalam cafe, mencari meja tempat teman-temannya berada.

Saat Rio memasuki cafe, waktu seakan berhenti. Itu akibat pengunjung yang dominan para wanita, kini sedang memusatkan perhatiannya pada Rio yang tengah berdiri di tengah-tengah pintu.

"Rio!" mendengar namanya dipanggil, Rio segera menoleh ke sumber suara. Kemudian segera menghampiri meja yang berisikan teman-temannya.

"Nah, ini dia yang dari tadi kita tunggu," ucap Varo, salah seorang teman Rio.

"Kenapa nungguin gue?" tanya Rio heran, ia bukan orang penting yang harus ditunggu.

"Yah, gue ragu aja lo mau dateng ke acara ini. Walaupun lo udah janji, kalau pun lo nggak datang pun, gue udah tau apa alasan terbesar lo." Varo terkekeh seraya menatap Rio. Tidak hanya Varo, mungkin kelima belas para lelaki yang hadir di sini pun tahu apa alasan Rio jika ia benar tidak hadir.

"Kita belum lengkap kalau nggak ada Panji," celetuk Sagara.

"Nungguin gue?" seketika pandangan teralihkan pada sesosok lelaki di belakang mereka.

Itu Panji.

"Nah, lengkap dong kita sekarang!" celetuk Ramon, mereka semua tertawa, tertawa bahagia.

Kecuali dua orang, yang kini sedang saling pandang.

**

Kayla menatap televisi yang menyala di hadapannya dengan tatapan kosong. Raganya memang ada, namun jiwa Kayla sedang berkelana, pikirannya pun sudah menjalar hingga ke mana-mana.

Matanya bengkak, ia habis menangis. Kayla kesal, marah dan kecewa pada apa yang terjadi. Hidup benar-benar tidak adil, mengapa ia harus ditinggalkan, mengapa kini ia harus hidup dengan makhluk tidak memiliki hati seperti Rio Adiwijaya?!

Kayla tersadar dari lamunannya saat ponselnya bergetar. Meski sedang tidak mood, Kayla harus tetap memeriksa siapa yang menelponnya, mana tahu itu dari salah satu temannya yang ingin memberitahukan perihal ospek besok.

LightWhere stories live. Discover now