II

3.2K 535 26
                                    

Copyright : Moonlight-1222

Note:  Moon lupa menuliskan keterangan bulan di prolog dan di chapter pertama. Pada prolog bulan November, dan di chapter pertama bulan September. Jadi scene pada prolog dan chap I berbeda, alurnya mundur sebelum mencapai konflik di prolog. Maaf atas kebingungannya.

ooOOoo

September, 1870

"Baiklah." Ia berdehem. "Aku memaafkanmu," ujarnya ketus sambil mengalihkan wajahnya yang senang tiada terkira. "Aku ingin melihat museum British."

"Permintaan dicatat Your Grace. Tapi sebelum itu nahkoda ini meminta izin untuk mengisi bahan bakar." Satu kecupan di pipi diberikan Louis sebelum berlari kencang ke gerbang, bersamaan itu pula terdengar jeritan Rosetta yang bersatu padu dengan tawanya.

Ah, nostalgia.

ooOOoo

Tepatnya nostalgia yang kandas.

Tawa Rosetta menggantung bersama langkah Louis yang melambat dan berhenti saat keduanya melihat sebuah kereta clarence dengan tampilan hitam polos memasuki gerbang Pulnois House, yang keberadaannya sudah sangat familiar dalam beberapa hari terakhir ini.

Rosetta memucat dan mendadak panik, memukul lengan Louis sebagai perintah untuk menurunkannya saat suaminya itu terlihat acuh dan malah melanjutkan langkahnya. "Apa yang kau lakukan?" tanyanya tak percaya. "Ibumu ada di sini. Cepat turunkan aku." Matanya melotot.

"Tapi saat ini aku sedang tidak menerima tamu."

Jawaban santai Louis membuat Rosetta dengan sepenuh hati menghadiahkan pukulan di lengannya. Ketidakpercayaan itu berbuah kekesalan. "Jangan gila. Turunkan aku atau kutarik rambutmu," ancamnya.

"Rose, aku hanya menggendongmu saja. Bukankah sesaat tadi kau menikmatinya?--kita sangat bahagia tadi." Louis memutar bola matanya yang secerah langit itu dengan malas. "Kurasa ini masih terlihat wajar. Tidak terlalu mesra."

Rosetta mendadak ingin histeris. Hanya karena kebahagiaan sesaat, ia sudah melupakan pelajaran tata kramanya: dilarang bermesraan di depan umum. Sialnya, Louis tetap bertindak masa bodoh. "Kita--aku--bisa mati ditangan ibumu. Ibumu dan para pengajarku akan menggantungku."

"Jangan berlebihan. Selain ibuku tidak pernah menggantung orang, tidak ada pengajar yang berani menggantung seorang duchess."

Aduh. Rosetta kian pucat tapi Louis tentu saja tetap tak bergeming saat kereta sudah berhenti di depan mereka--sudah menghadang langkah mereka. Matilah aku. Louis bodoh. Kenapa dia harus mempertahankan sikap keras kepalanya di situasi seperti ini?

"Aku masih bisa mengambil jalan lain." Dengan wajah tanpa dosa, Louis berjalan ke samping kereta dan berhasil menampar Rosetta dengan peristiwa sesaat lalu. Rosetta cemberut sebelum menyeret kopernya. "Lupakan," gerutunya. "Aku masih bisa menggunakan kakiku untuk ke stasiun."

Ia tak kuasa menarik rambut belakang Louis. Apa kau mencoba menyindirku! "Cukup bermain-mainnya. Turunkan aku atau kucabut rambutmu."

"Bila kuturunkan, apa amarahmu akan terus berhenti?" tanya Louis dengan wajah meringis. Seperti biasa, tarikan Rosetta seolah niat sekali untuk mencabut rambutnya.

Rosetta terkejut dan tidak menduga bila Louis akan bertanya seperti itu. Hari ini ia hampir kabur lagi. Sudah dua kali. Cengkramannya di rambut Louis mengendur. Ia menghela napas dan melembut. "Aku sudah tidak marah lagi. Sekarang cep--"

The Prince's Wife [On-Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang