3. Makan Malam Dalam Kemajemukan

6.9K 670 74
                                    

Defia Rosmaniar 🥋

Para relawan dan petugas Wisma Atlet meminta kami turun ke lantai paling bawah untuk melaksanakan makan malam perdana bersama dengan ratusan bahkan hampir ribuan atlet. Mungkin kalau ribuan lebih sih enggak, masih kurang sedikit lah, masalahnya ada sebagian yang melakukan TC di Wisma Atlet Palembang. Ya, intinya makan malam ini ramai sekali lah.

Di lantai paling bawah, semacam aula besar ini terdapat ratusan jenis makanan yang bisa dipilih dan tentu semuanya sehat untuk atlet. Mau buah apa juga ada kecuali durian dan buah-buahan yang impor. Semua khas Indonesia, yang ada di Indonesia. Cinta produk dalam negeri, biar rupiah tetap terjaga.

Oh, aku belum mengatakan kalau di lantai tiga itu isinya orang-orang hebat, di lantai lain juga orang-orang hebat sih, tidak ada yang tidak hebat ketika memperjuangkan nama baik bangsanya. Maksudku itu, yang berada di lantai tiga adalah orang-orang yang setidaknya menyumbangkan medali emas untuk negara di beberapa ajang internasional. Tadi sudah aku katakan ada Lindswell Kwok, ternyata ada pula peraih emas olimpiade Rio De Jeneiro, Liliyana Natsir. Ganda putri Indonesia yang peringkatnya terus mengalami kenaikan, Greysia Polii dan Apriyani Rahayu.

Alhamdulillah sih mereka orangnya ramai-ramai. Apalagi Cik Butet yang datang-datang langsung teriak-teriak dimana kamarnya. Ha ha ha. Ramai sekali lah pokoknya.

Capit makanan dua orang bersangkutan, kupandang yang punya capit dan dia ternyata si pencium paving. Lagi-lagi bersama dengan bintang iklan obat sakit kepala, bersama dengan seorang laki-laki yang cukup manis, dan Bang Owi. Dia atlet bulutangkis? Tapi kok nggak ada tampang raketnya?

"Hishh," desahnya kesal lalu pergi. 

"Buruan, Def. Lo lama deh!"

Cik Butet ini kalau teriak bisa bikin gendang telinga berubah jadi gendang gamelan, terbuat dari kulit hewan terbaik. Asli, pengang telingaku.

Langsung bergeser, mengambil beberapa sayuran tanpa nasi. Ya memang beginilah makanan atlet. Nasi itu tidak begitu perlu, hanya diperlukan ketika siang hari itu pun tidak banyak.

Duduk dalam satu meja melingkar bersama dengan Cik Butet, Apriyani, Grey, Gregoria, Lindswell dan satu teman Taekwondoku. Di meja belakang Cik Butet ada Bang Owi, duo Minions dan beberapa orang tidak dikenal. Intinya sih sepertinya teman-teman dari si pencium paving.

Mungkin benar mereka atlet bulutangkis. Tapi beneran deh, mereka itu nggak ada tampang raket, jangankan raket, tampang senar raketnya aja nggak ada. Ah, ada Cik Butet dan yang lainnya, mungkin aku bisa bertanya.

Kami baru duduk, mau memulai makan, baru akan berdoa, jadi sebelum berdoa di dalam kemajemukan aku ingin bertanya lebih dulu. Nanti doaku tidak khusyuk kalau masih bertanya-tanya mereka atlet apa.

"Cik, yang sama Bang Owi itu atlet Bulutangkis semua?"

Cik Butet, Lindswell, menoleh karena meja itu benar-benar di belakang mereka. Sementara temanku, Grey, dan Apriyani melirik karena meja itu di samping mereka. Gregoria yang ada di sampingku hanya mengangkat kepalanya. Semua orang menghentikan tangannya yang mengepal dan tangannya yang menengadah.

"Bukan," jawab Cik Butet kembali berdoa.

Semua orang berdoa dengan keyakinan dan agamanya masing-masing. Beginilah indahnya Indonesia apalagi dalam olahraga. Olahraga itu menyatukan perbedaan.

"Atlet apaan ya dia ya?"

Di tengah makan aku masih saja penasaran, sampai berulang kali bertanya tanpa sadar. Sebenarnya ya cuma penasaran aja asli, wajahnya nggak asing sih tapi kan ya intinya penasaran aja.

"Yang mana? Lo minat?" Grey menyambung sambil mengunyah makanannya.

"Enggak lah. Penasaran aja gue, songong gitu kagak minat gue mah."

Wisma Atlet Love StoryWhere stories live. Discover now