Kita tidak pernah tahu seberapa jauh rantai takdir dapat berputar, termasuk dengan setiap pertemuan yang tidak pernah menemui ujung.
***
Afterword
Bab 2
***Sudah hampir seminggu aku mencari keberadaan dokter menyebalkan itu. Berberapa hari yang lalu, aku telah menyinggahi Nirwana Hospital guna mengembalikan ponsel dan notes-nya yang tertinggal. Tetapi yang aku dapat dari bagian informasi, pria menyebalkan itu sedang cuti untuk waktu yang lama, satu minggu. Bahkan bisa jadi akan bertambah, sedangkan tugas dan kewajibannya sebagai dokter di delegasikan pada dokter internis lain.
Aku tidak tahu musibah apa yang menimpanya hingga membuatnya harus libur praktek seperti ini. Kenapa aku jadi peduli ya? Sedang katanya aku masih punya satu harapan, karena dokter itu tak hanya praktek di Rumah Sakit. Dua bulan terakhir, dia menambah jam praktekmya di salah satu klinik yang lumayan besar di daerah Laweyan.
Hari ini, aku berencana ke sana. Ponselnya sudah habis daya sejak kemarin. Sedang aku sama sekali nggak punya nyali untuk sekedar membuka telepon atau mengangkat pesan yang sama sekali bukan privasi- ku. Lagi pula, aku yakin laki-laki mapan seperti dia, pasti memberi password supaya ponselnya aman.
Maka, hari ini setelah siaran di pagi hari, aku langsung menuju Klinik Pratama, Klinik yang katanya juga menjadi tempat praktek dokter menyebalkan itu.
"Permisi." aku menyapa petugas pendaftaran yang ada disana. Sedangkan ia tersenyum dengan ramah.
"Maaf Mbak, mau tanya. Dokter Arsen hari ini praktek?"
"Pak Arka?" aku mengerutkan kening bingung. Sebenarnya, siapa sih? Nama panggilan dokter itu?
Aku mencoba mengingat nama panjangnya. "Dokter Julio Arka Arsenio?"
Perempuan dihadapanku malah tertawa. "Iya, dokter Arsen. Disini lebih suka panggil Pak Arka. Karena memang panggilan aslinya kan Arka."
Aku hanya mengangguk tanda mengerti. "Hari ini benar praktek, Mbak? Di depan tulisannya praktek setiap hari kecuali hari Minggu."
Seketika raut perempuan itu berubah. "Hari ini cuma dokter Ody, dokter saraf sama dokter umum yang praktek Mbak, dokter Arka libur untuk jangka waktu yang nggak ditentukan."
Aku mendesah kecewa, menatap bingung barang-barang pria itu yang tertinggal. "Sebenarnya dia kenapa? Saya harus ketemu dia. Ponselnya ada di saya."
Si Mbak-Mbak itu terlihat terkejut. "Pantas, kemarin Pak dokter Arka sendiri yang kesini. Sedang di bagian farmasi jadi susah konfirmasi obat. Karena nomer beliau nggak bisa dihubungi. Tapi, Mbak nggak bakal ngaku jadi pacarnya, kan? Saya nggak akan percaya. Eh percaya. Tapi sithikk! Soalnya Mbaknya cantik."
Aduh, aku makin pusing dan merasa bersalah saja. Tetapi, aku sudah usaha mencarinya di tempat dia praktek. Salahnya dia nggak ada, jadi aku tetap harus bawa barangnya. Eh, tadi Mbak ini bilang apa? Pacar? Rasanya pengin ngakak guling-guling, nggak mungkin lah! Evelyn yang cantik kayak gini, mau sama dokter tua sekaku papan?
"Nggak, saya bukan pacarnya. Amit-amit pacaran sama dia!" sahutku membuang muka.
Sedang si Mbak tadi menatapku takjub. "Wah! Baru sekali ini, ada cewek yang jual mahal sama Pak dokter, biasanya pada ngaku-ngaku kayak obralan diskon!"
Aku memutar bola mata bosan, setelahnya menceritakan kronologis kejadian yang membuat ponselnya ada di tanganku. "Apa saya titip di Klinik ini saja ya?"
Si Mbak malah mengibaskan tangan. "Nggak bisa, saya nggak berani, Mbak. Harusnya titip di Nirwana aja, kemarin."
Aku memanyunkan bibir. Nggak tahu aja, kalau kemarin aku juga di tolak kayak gini. "Kemarin saya sudah menawarkan opsi itu dan nggak dikasih. Saya minta alamat rumahnya, malah dikasih alamat praktek disini. Sekarang Mbaknya mau kasih saya alamat prakteknya yang dimana lagi?"

YOU ARE READING
Afterword
ChickLit"Dari sekian banyak kata, ada satu kata kunci yang membuatku terpana. ---Kamu." Evelyn Alena Serafim, penyiar radio favorit seantero kota Surakarta, harus bisa menahan kekesalannya tiap kali bertemu laki-laki aneh berparas tampan bernama Julio Arka...