01

85.2K 11.7K 3.6K
                                    

Hyunjin baru saja keluar kamar dan pergi ke dapur. Ia melihat Ana yang masih nguap-nguap sambil menyiapkan sarapan.

"Biasa bangun jam berapa sih? Jam segini masih ngantuk." Kata Hyunjin sambil duduk di salah kursi meja makan.

"Tergantung tidurnya." Balas Ana singkat.

"Emang semalem tidur jam berapa?"

"Jam 12 kayaknya."

Hyunjin menggelengkan kepalanya. "Entar malem gue tidur di kamar ya? Jam 8 atau 9 udah harus tidur."

"Dih mana bisa gitu." Protes Ana.

Ana belum siap kalau harus tidur sekamar apa lagi seranjang dengan Hyunjin, cowok yang belum lama ia kenal, meskipun statusnya sudah menjadi suaminya.

"Kalok sampe jam 8 atau 9 ke atas belum tidur, ya udah, make baby aja kita."

Ana seketika melotot, ia menolehkan kepalanya ke belakang, dan menatap Hyunjin yang balik menatapnya tanpa ekspresi.

"Jangan macem-macem ya!" seru Ana.

Hyunjin menggendikan bahunya. "Denger ya, gue suami lo, dan lo harus nurut sama gue."

"Gue feminis."

Hyunjin muter kedua bola matanya malas. "Feminis itu dipakek buat kesetaraan gaji, buat ngelindungin diri dari pelecehan, dan beberapa hal lain yang emang harus disetarain. Bukan buat durhaka sama suami. Emangnya gue nyiksa lo apa? Gue bakal mendisiplinkan lo, biar beneran dikit hidupnya."

Ana akhirnya bungkam. Kemudian dengan kasar ia meletakan nasi dengan lauk hanya telur ceplok plus kecap diatasnya.

Ana sudah menunggu Hyunjin untuk protes, tapi pria itu ternyata hanya diam saja. Dia mengambil sendok dan bersiap untuk menyantap sarapannya. Tapi sebelum benar-benar menyendok nasi dan telur, Hyunjin menatap Ana sambil tersenyum.

"Makasih ya sarapannya." Ucap Hyunjin, yang membuat Ana seketika merasa bersalah.

Hyunjin sudah menunggu Ana membuat sarapan cukup lama, dan yang dihidangkan ternyata hanya telur ceplok dan kecap. Harusnya Hyunjin marah, tapi dia tetap menghabiskan sarapannya hingga piringnya bersih.

•••

"Gue yakin, bukan cuman karena lo anak yang lurus, makanya lo terima perjodohan itu. Sedangkan istri lo aja begitu banget. Pasti ada hal lain." Hyunjin tidak langsung merespon ocehan Jaemin, dia memilih menggigit burgernya dan fokus mengunyah, membuat Jaemin berdecak.

"Kasih tau gue, apa yang bikin lo terima perjodohan ini, selain karena manut sama orang tua." Desak Jaemin.

"Gue dijanjiin jabatan." Ucap Hyunjin, yang membuat mata teman sekantornya itu melebar.

"Hah?"

"Kalok gue berhasil bikin Ana berubah, jabatan gue bakal langsung dinaikin ke jabatan tertinggi. Mantul gak tuh?"

"Udah gue duga, mana ada orang yang setulus itu. Tapi terus kalok Ana udah berubah dan lo udah naik jabatan, kalian bakal cerai?"

"Kalok itu sih gak tau, disesuain sama perasaan kita masing-masing aja."

"Jangan ditidurin weh."

"Emang kenapa? Diakan istri gue, ya boleh dong?"

"Tapi kalok ada perasaan apa-apakan kasian istri lo, lebih parah kalok dia sampe mlendung."

"Ya gue bakal tanggung jawablah."

•••

Ana saat ini tengah membuat kerajinan di teras rumahnya. Ana itu pengangguran tingkat akut, tidak pernah punya kegiatan khusus dan paling malas keluar rumah.

Dari kecil orang tua Ana tidak pernah menekankan Ana untuk ini itu, seperti punya prestasi bagus di sekolah, harus masuk universitas bagus, kerja jadi pegawai negeri, atau kerja diperkantoran elite. Tapi setiap kali Ana punya minat pada suatu hal akan langsung dituruti selama itu positif, sayangnya Ana tidak mengembangkan minatnya, karena sudah pesimis duluan kalau akan sukses.

Padahal bisa dibilang tangan Ana itu berbakat. Ana juga terlalu malas untuk mempelajari materi, dia hanya pintar-pintar sendiri saat membuat sesuatu, contoh saat membuat kerajinan. Jadi hasilnya tidak maksimal, dan memang jadi meragukan untuk dijual.

Mulai bosan menempelkan koran-koran yang sudah ia buat seperti tali untuk membuat piring hias. Ana pun meninggalkan barang-barang kerajinannya begitu saja, setelah ia tumpuk dan sudutkan di teras.

Ana memasuki rumah, dan keningnya mengernyit saat melihat Hyunjin baru memasuki rumah.

"Kok udah pulang?" tanya Ana.

"Ada berkas yang ketinggalan." Balas Hyunjin kemudian pergi ke kamar, Ana pun mengikuti.

Sesampainya di kamar, Hyunjin pun mengambil tas ranselnya, untuk mengeluarkan berkas-berkas yang tersimpan di sana. Karena baru beberapa hari tinggal di rumah Ana, barang-barang Hyunjin masih banyak yang ditas.

"Lo belum mandi ya?" tanya Hyunjin.

"Males, gak kemana-mana juga." Balas Ana.

"Gue pulang dari kantor jam 8 malem, lo udah harus mandi dan wangi." Kata Hyunjin.

"Mmhhh." Gumam Ana.

"Gue serius ya, awas aja kalok lo gak mandi." Kata Hyunjin.

"Entar sore juga gue pasti mandi."

"Mandi itu dua kali sehari."

"Gak usah idealis banget kali, tegang banget hidup lo."

Hyunjin berdecak sambil beranjak berdiri, kemudian memposisikan dirinya tepat di depan Ana yang sedari tadi hanya berdiri di depan pintu kamar.

"Bukan masalah idealis. Lo jangan jorok lah." Kata Hyunjin.

"Gue gak jorok, kalok jorok rumah kamar udah kotor."

"Emang gue gak tau lo suka mojokin barang-barang ke setiap sudut ruangan?"

Ana seketika terdiam terdiam.

"Mulai sekarang mandi dua kali sehari." Kata Hyunjin.

"Enggak." Balas Ana.

"Susah amat sih lo diatur, kayak bocah."

"Gue gak bau! Nih cium nih!" seru Ana sambil melompat-lompat dan mengibaskan bajunya di depan Hyunjin.

Hyunjin berdecak. "Awas aja lo ngamuk gue cium." Ucap Hyunjin sebelum akhirnya mendaratkan bibirnya diatas bibir Ana sekilas, kemudian Hyunjin melengos pergi.

Meninggalkan Ana yang shock.

"Bukan cium kayak gitu Hwang Hyunjin sialan!"

°~°

Not Bad Girl | H. Hyunjin ✅Where stories live. Discover now