#9; Risalah Hati [1/?]

1.5K 181 18
                                    

Pencahayaan yang temaram, ruangan yang berventilasi minim, juga beberapa benda yang tidak teratur, persis seperti bangunan yang tidak ada penghuninya. Namun, di sinilah sosok itu menghabiskan waktunya, meskipun hanya sekadar berminum atau menghabiskan beberapa bungkus rokok yang menjadi teman setianya.

Kepulan asap dari proses pembakaran gulung tembakau itu dimainkannya beberapa kali, sebagai hiburan kala jenuh. Saat otaknya mengingat sesuatu, salah satu sudut bibirnya tertarik ke atas, menciptakan seringai yang tak jauh dengan sosok iblis.

"Waktunya kita bermain, Sayang. Saatnya sudah tiba dan waktumu untuk bersenang-senang di dunia fana ini sudah habis."

Setelah mematikan puntung rokok dengan injakan kaki, sosok itu beranjak pergi. Pakaian serba hitam membungkus tubuh mungilnya, tak lupa juga dengan topi serta kacamata hitam, serta ketukan yang berasal dari sepatu boot berhak tinggi menjadi pengiring langkahnya. Menuruni anak tangga dengan anggun dan tenang. Tidak ada yang akan merasa terusik karena irama yang dibuat oleh kakinya. Paling saja hanya--

"Nona, hendak ke mana? Tuan berpesan agar Nona tetap berada di sini." --baru saja dirinya hendak membatin dengan kehadiran orang itu yang sangat menghambat ke mana pun kakinya melangkah. Namun, ia tidak bisa untuk mengurangi rasa hormat akan orang itu. Bagaimana pun juga hanya beliau yang sanggup bertahan di sisinya dalam masa apa pun.

"Aku hanya ingin bermain sebentar. Aku akan kembali."

"Tapi, Nona--"

"Aku hanya butuh liburan."

"Baik lah, Nona."

Dengan begitu satu penghalang sudah mampu ia lewati. Berharap di depan sana tidak ada penghalang-penghalang yang lain. Ia percaya kepada orang yang baru saja menghadangnya tidak akan memberi tahu kepada siapapun jika dirinya tidak berada di dalam jeratan neraka ini. Kembali, gerak langkahnya dipercepat, mengingat waktu yang tersisa tidak akan lama lagi. Sebelum membuka pintu utama, ia menilik terlebih dahulu kondisi luar. Ada beberapa orang berpakaian serba hitam, berbadan kekar berjaga di area gerbang.

"Dia benar-benar merepotkan," gerutunya kesal.

Kemudian otaknya bekerja untuk mencari cara melewati para penjaga itu. Ia tidak mungkin melompati tembok yang tinggi, karena para penjaga itu berada di setiap sudut rumah ini. Ia juga tidak mungkin melawan satu per satu penjaga-penjaga itu. Selain tidak ingin menghabiskan tenaganya, ia hanya mau bermain cantik dengan mereka, tentunya tanpa menunjukkan identitas dirinya.

Satu-satunya cara ialah membuat mereka tidak sadarkan diri. Ah, sepertinya membuat mereka tertidur lebih baik. Langsung saja ia memerintahkan wanita tua yang tadi menghadangnya untuk melaksanakan tugas, mengantarkan kopi-kopi yang sudah tercampur obat tidur. Tinggal menunggu reaksinya, maka ia bisa keluar dari kungkungan neraka ini. Sekali lagi, ia percaya pada wanita tua itu akan membantunya.

Tidak membutuhkan waktu tiga puluh menit, para mata awas itu terpejam dengan sempurna. Ia hanya menatap wanita tua itu yang berada di ambang pintu utama, melalui sorot matanya, ia berusaha menyalurkan rasa terima kasih yang tidak pernah diucapkannya melalui wicara. Untuk ke sekian kalinya, wanita paruh baya itu membantunya untuk lolos dari lingkaran api panas di sini. Kemudian ia segera berlari, ia harus segera kembali ke tempatnya semula, sebelum ia menyadari bahwa dirinya tidak berada di tempat.

*****

Cintaku tanpa sambutmu, bagai panas tanpa hujan,

Jiwaku berbisik lirih, aku harus memilikimu,

*****

1001 Kisah Munroses ✓Where stories live. Discover now