5 Kesalahan Bayu

102 5 0
                                    

Enam bulan Bayu menjadi pacar Iris. Rasanya setiap hari terasa sama bagi Bayu. Tak ada yang istimewa. Bayu baru sadar kalau sesuatu yang istimewa dilakukan setiap hari akan terasa biasa saja.
Mulai dari berangkat sekolah, makan siang, pulang hingga belajar bersama di rumah Iris. Kini malah kebersamaan mereka bertambah satu. Iris selalu menunggu Bayu saat cowok itu berlatih gitar di studio sekolah.
Iris melambaikan tangan sambil tersenyum. Cewek itu mengepalkan tangan di udara. Mengirimkan pesan pada kekasihnya untuk terus bersemangat. Bayu hanya mengangguk kecil sebagai anggukan.

Bayu bukan berarti tak lagi cinta pada Iris. Hanya saja cowok itu merasa bosan dengan sikap Iris yang terlalu konservatif tentang hubungan cinta. Membayangkannya saja membuat Bayu hanya bisa geleng-geleng.

“Kamu mau ngapain, Yu?” Iris mendorong tubuh Bayu yang berjarak sejengkal dari Iris.

Bibir Bayu yang tadi monyong berubah cemberut. “Masa cium pacar sendiri nggak boleh?”

“Nanti pasti boleh, Yu. Kita kan juga harus punya batas.”

Jawaban Iris membuat Bayu mendesah. Ia juga ingin seperti teman-temannya yang memiliki pacar. Memeluk bahkan mencium sesuka hati. Kapan dan dimanapun saat mereka ingin.

Tidak seperti Iris yang selalu memiliki batasan ini dan itu. Bahkan hingga enam bulan pacaran, Bayu hanya sekali memeluk Iris. Itupun kemarin saat Iris ulang tahun yang ketujuh belas.

“Kamu kan sudah tujuh belas, berarti batas itu udah bisa hilang?”

Iris menggeleng. “Kita cuma pacaran lho, Yu. Bukan nikah. Batas harus ada, kan?”

Sikap Iris yang seperti itulah yang membuat Bayu semakin malas bertemu Iris. Apa bedanya pacaran dengan berteman kalau begitu?

“Bedanya, kamu punya hatiku,” jawab Iris dengan malu-malu.

“Hati?” Bayu semakin tak yakin dengan hubungannya dengan Iris. Hati? hanya sebuah kata saja.

Hingga sebuah tamparan mendarat di pipi Bayu.

“Kamu jahat, Yu!” pekik Iris saat mereka di parkiran sekolah.

Kini giliran berlembar-lembar foto menampar wajah Bayu. Cowok itu tidak terlalu kaget dengan foto itu. Puluhan foto Bayu yang sedang berciuman dengan seorang cewek.

“Kamu yang jahat, Ris. Selama ini kita emang nggak kaya orang pacaran.”

Tangis Iris semakin deras.

“Kita gandengan tangan, belajar bareng, makan. Udah. Nggak ada pelukan, panggilan kesayangan, apalagi ciuman. Apa bedanya sama teman, Ris?”

Sekali lagi, Iris menampar Bayu.
“Kamu maunya apa, Ris? Udah jelas kan mau aku apa? Anggap aja kita nggak pernah pacaran sebelumnya. Toh, kenyataannya hubungan kita juga nggak lebih dari teman.”

***

Iris tercekat saat membuka pintu kafe dan hanya ada Bayu. Segera ia merogoh saku jaket, mengambil ponsel. memeriksa alamat yang diberikan Laura padanya. Benar. Kafe dekat rumahnya. Kafe tempatnya bertemu dengan Laura beberapa hari yang lalu. Tanpa memandang Bayu, ia duduk di salah satu kursi.

“Hai, Ris,” sapa Bayu.

Iris sedikit ragu untuk membalas sapaan Bayu. Tapi ia tak boleh terlihat lemah di depan Bayu.

“Hai, Bay.”

“Sendirian?”

“Lagi nunggu teman. Lo?”

“Ada janji sama cewek.”

“Pacar baru?”

Bayu menggeleng sambil berujar berat, “cewek yang ngandung anak gue.”

Belum habis keterkejutan Iris. Kini semakin membulat matanya ditambah dengan kehadiaran seorang cewek yang memeluk Bayu dari belakang.

“Hai, Ris.”

“Hai, Ra. Jadi, ini yang mau lo kenalin ke gue?”

Laura mengangguk. “Ganteng kan cowok gue? By the way, kalian udah saling kenal? Gue tadi lihat kalian saling ngobrol.”

“Kita satu SMA,” sahut Iris cepat.

***

Bayu merasa Iris semakin menjauhinya setelah mereka bertemu Laura tiga minggu yang lalu. Sudah dua kali juga Iris tidak berangkat membantu Awan belajar. Tak apalah kalau mereka tak saling menyapa sebelum Iris naik ke balkon. Yang penting Bayu tahu Iris baik-baik saja secara langsung.

“Kok belum datang juga,” ujar Bayu sambil melirik jam untuk sekian kali.

Terkadang pandangannya juga mengecek pintu masuk. Sudah lewat tiga puluh menit dari waktu Iris membantu Awan belajar.

“Ngapain lo Bang?” tanya Awan yang melihat kakaknya jalan mondar-mandir seperti setrika.

“Nungguin Iris,” sahut Bayu dengan kening berkerut menatap awan. “Lah lo ngapain dandan rapi gitu? Jangan-jangan lo modusin Iris lagi? Belajar yang bener.”

“Gue mau ke bandara.”

“Lah nggak les?”

“Mbak Iris hari ini kan ke Inggris, Bang.” Seketika itu juga Bayu menyambar kunci motor di atas kulkas.

“Tungguin gue Bang!”

See You, Mantan!Where stories live. Discover now