4. Adelia Kecelakaan

49 8 0
                                    

Tak terasa kini Adel sudah kelas 11. Semakin dewasa semakin banyak pula yang harus dia pikirkan. Selain tugasnya sebagai pelajar, dia juga berpikir tentang urusan rumah.

Perdebatan, pertikaian, dan pertengkaran kecil sudah biasa terjadi dalam rumahnya. Semua itu terjadi karena perbedaan pendapat ketika diskusi antara Ayah dan puterinya.

Namun, terkadang perdebatan itu menjadi hal yang sangat mempengaruhi pikiran Adel. Memang dia sangat sensitif terhadap permasalahan keluarga, walaupun itu hal sepele, tetapi sangat berpengaruh baginya.

Hari ini mood Adel sedikit buruk. Ya bisa dipastikan karena ada sedikit pertikaian di rumahnya.

Memang tidak akan bertahan lama, dan tidak sampai mengganggu hubungan antara Ayah dan anak ini. Namun butuh waktu beberapa hari untuk memulihkan perasaan dan pikirannya.

"Yah." Adel menghampiri Billy Sang ayah.

"Sarapan dulu," ujar Billy yang kini duduk di meja makan.

Adel yang tadinya berdiri, dia kini duduk di kursi meja makan. Mereka bertiga sarapan. Suasana begitu hening. Hanya suara dentikan sendok dan piring yang mengiringi mereka makan.

"Yah, Adel berangkat dulu." ujarnya sambil meletakkan sendok di atas piring.

"Hati-hati. Oh ya, nanti jam empat sore kamu jemput adikmu di tempat bimbel."

"Biasanya pake sepeda?"

"Males kak, ban sepeda ku bocor halus. Dikit-dikit mompa." ucap Andri.

Andre sambil tersenyum penuh kemenangan. Kini dirinya tidak perlu capek menggayuh sepeda. Ada kakaknya yang menjemput serta akan membelikan camilan dan es krim untuknya.

"Males banget sih lo. Bilang aja mau narik uang jajan lagi." ucapnya sembari memutar bola matanya malas.

"Iya." ujar Andri dengan cengengesan. Dia tersenyum penuh kemenangan.

Adel dan Andri memang berbeda umur agak jauh. Berbeda lima tahun. Dia duduk dibangku SD kelas 5.

"Iya nanti kakak jemput. Kalo belum datang jangan keluyuran. Awas aja kalo keluyuran." ucapnya dengan kepalan tangan yang tepat didepan muka Andri.

"Iya, siap ibu bos." ucap Andri dengan tangan disamping kepala layaknya hormat bendera.

"Yah, Adel berangkat Assalamualaikum." ujar nya sembari berjalan menghampiri ayahnya dan tak lupa mencium tangan sang ayah

"Walaikumsallam. Hati-hati."

Sejujurnya kini pikirannya masih kacau dan emosinya pun belum stabil. Dia berangkat ke sekolah mengendarai sepeda motor kesayangannya sendirian. Tanpa ada Dinda, dia terlalu disibukkan oleh kegiatan ekstrakulikuler yang dia ikuti.

Adel melampiaskan semua emosinya pada saat berkendara, kini dia berkendara dengan kecepatan diatas rata-rata. Semua emosi yang dia rasakan entah sedih, marah atau apapun itu dia lampiaskan saat itu juga.

Adel berhenti sebentar ditaman kota yang masih sepi. Arloji ditangannya menunjukkan pukul tujuh kurang lima menit. Adel pergi meninggalkan taman.

Sesampainya disekolah, Adel memarkirkan motornya. Tak lama setelah itu bel masuk berbunyi. Biasanya dia sangat gugup, namun kali ini dia tenang dan tak merasa takut sekalipun, walaupun dikelas guru mapel jam pertama sudah duduk disinggasananya.

"Kenapa telat?" tanya Finda.

"Kesiangan bangun gue." ucapnya sembaru meletakkan tasnya di atas bangku.

"Untung belum ada gurunya, Del."

"Alhamdulillah." ucapnya singkat. Walaupun sudah ada, itu tak akan berpengaruh baginya.

FAKEDonde viven las historias. Descúbrelo ahora