Prolog

208 18 6
                                    


Rajendra A Satyayuga tidak bisa untuk tidak mendengus saat melihat gerbang kokoh Universitas Dehalian lalu berjalan masuk ke area Universitas. Ibunya bersikeras ia harus pindah ke Universitas ini. Ia melihat beberapa mahasiswi cekikikan bersama kelompoknya setelah mereka melihatnya dua kali dan terus menatapnya sambil berbicara. Rajendra sudah terbiasa dan hal yang seperti itu, yang tidak biasa adalah ketika ia melihat seorang gadis gemuk dengan kecepatan lari yang tidak sesuai dengan tubuhnya, berlari sambil membawa map plastik berwarna merah dan tidak memperdulikan mahasiswa/mahasiswi lain yang menertawakannya.

"Rajendra, bukan?"

Rajendra menoleh ke asal suara, seorang laki-laki kurus dengan kacamata bulat. Ia mengangguk.

"Gue Fandi, Ketua BEM, Rektor minta gue nunjukkin kelas dan ngasih tau beberapa informasi ke elo."

Rajendra mengangguk lagi, "Tadi itu siapa?"

"Yang mana?," tanya Fandi.

"Yang gendut, lari-lari di lorong."

"Oh itu, cewek terpinter, tergendut, terkupu-kupu alias kuliah-pulang, terbodo amat, dan tersayangnya dekan fakultas sastra. Sani Adilla Sabil."

****

Sani Adilla Sabil harus menyuting ulang wallpaper handphonenya, menambahkan "JANGAN LUPA ABSEN KELAS" di urutan daftar yang harus ia lakukan. Sani selalu lupa dan terkadang sengaja melupakan absen kelas, perannya sebagai komti kelas sastra inggris semester lima membuatnya harus ke gedung utama untuk mengambil absen. Sani terlalu malas, itu masalahnya. Jarak gedung utama dan gedung sastra memang tidak terlalu jauh, tapi Sani menyadari kalau tubuhnya besar dan jalan sedikit saja bisa membuat keringatnya mengucur seperti keran bocor, dan itu membuat rambutnya lepek seperti tidak keramas satu minggu.

"Kebiasaan, nih," Fantasia memberikan selembar tisu untuknya mengelap keringat setelah sampai di kelas.

Sani mengambil tisu tersebut dan langsung menyeka keringatnya, "Duh surga dunia," ucapnya merasakan AC ruangan yang dingin.

"Anak-anak ngeributin apa sih?," tanya Sani setelah mendengar beberapa mahasiswi membuat sebuah kelompok kecil percakapan sambil melihat ke arah handphone.

"Ada mahasiswa baru, anak manajemen. Kata mereka sih itu anak baru punya kegantengan yang hakiki," jawab Fantasia, gadis itu mencatat materi yang ada di proyektor, "Gantengan Milo sih," tambahnya.

Sani memutar bola matanya jengah, "Iyadah iya, Milo tiang listrik."

"Eh San, lo ga ngeliat itu anak baru pas ambil absen? Fotonya nyebar di forum kampus, lagi bareng Kak Fandi di depan gedung utama," kata Sofia, salah satu anak sastra yang menyebalkan.

"Ga tuh,"

"Sayang banget ih, harusnya gue aja yang ambil absen kalo tau dia di gedung utama. Ganteng banget sih dia, Nis," Sofia menatap handphonenya lagi sambil berbicara dengan gengnya, Anisa dan Rioni.

"Eh gue ketemu namanya, kata anak Ilkom, namanya Rajendra. Dia denger sendiri pas Kak Fandi nyamperin."

"Nama sama muka sama-sama ganteng omg."

Sani menghela nafas jengah, Fantasia tersenyum melihat sahabatnya itu, "Beneran ga liat, San?"

"Ga, ya ampun, buat naon sih Fan, aku ngeliat dia? Lebih ganteng mana sama iPhone XS Max?"

Fantasia berdecak, "Kan lumayan cuci mata, San. Lumayan kok."

"Ganteng itu gabisa buat bayar listrik!"

Segenggam Dunia untuk SaniWhere stories live. Discover now