Chap 14

3.3K 450 50
                                    

Udara dingin dengan tak sopannya menyapa tubuhnya yang hanya dibalut pakaian tipis dengan cardigan abu kebesaran yang tak mampu menghangatkannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Udara dingin dengan tak sopannya menyapa tubuhnya yang hanya dibalut pakaian tipis dengan cardigan abu kebesaran yang tak mampu menghangatkannya. Rambutnya nampak acak-acakan menutupi wajahnya yang mengerikan ditemani kantung mata tebal serta mata memerah yang terlihat begitu hampa, dengan kaki telanjang ia menelusuri jalanan yang hanya dihiasi cahaya temaram dari lampu-lampu jalanan.

Beruntunglah sang mentari belum membanggakan dirinya sehingga orang-orang tak akan mengatainya wanita tak waras, atau memang ia benar-benar sudah tak waras. Di kepalanya hanya terngiang kata-kata penuh kepedihan dari orang-orang yang ia sayangi di sekitarnya.

Sejujurnya ia tahu, sangat tahu, bahwa mereka telah lelah dengan dirinya tetapi selama ini ia hanya mau menutup mata tanpa menoleh sedikit pun tentang penderitaan orang-orang hanya karena dirinya. Egois? memang ia mengakui bahwa dirinya begitu egois, tapi salahkah ia jika hanya ingin perhatian dari orang-orang di sekitarnya. Salahkah ia karena tak ingin ditinggalkan seorang diri?.

Langkah gadis itu terhenti kala mata merahnya  memandang sendu ke arah sebuah bunga yang selama ini selalu dihindarinya nampak tergeletak begitu saja di tanah. Wangi dari bunga itu  mengelitiki permukaan hidungnya, diikuti oleh angin yang cukup kencang hingga mampu menyibakkan rambutnya hingga semakin terpampanglah wajah gadis itu.

Ia masih terpaku di sana. Menatap bunga tersebut dengan wajah datar tanpa ada raut kecemasan maupun ketakutan di wajahnya. Badannya terasa kelu dan otaknya tidak dapat memproses apapun, dirinya terlalu abu saat ini.

"Sttt, jangan berbicara seperti itu Jennie-ya. Jangan tinggalkan Ibu sendirian, kau bisa melaluinya nak. Ibu yakin kau bisa," suara dari sang Ibu yang tiba-tiba saja menyapa pikirannya membawa gadis itu pada satu langkah ke depan.

"Ini semua demi kebaikkanmu, kau tak mungkin terus hidup dalam ketakutanmu, kami hanya ingin kau bangkit dan menjalani kehidupanmu dengan lapang dada"

"Berhentilah merasa kau adalah beban bagi kami, berhentila merasa bahwa kau hanya dapat merepotkan kami dan kumohon berhentilah meruntuki kehidupanmu sendiri Jennie-ya. Kami membutuhkan kehadiramu, aku sangat-sangat membutuhkan kehadiranmu. Jadi kumohon jangan pernah menyerah, kami akan selalu ada di sisimu sesulit apapun situasinya. Kau paham?"

"Kami tak ingin kau terus terpuruk dalam sebuah rasa penyesalan yang tak seharusnya kau rasakan, kami sudah kehabisan akal untuk membantumu bangkit, lalu tiba-tiba Tuhan mengirimkan dirinya ketengah-tengah kita itu pasti bukan tanpa alasan Jennie-ya. Ini waktunya kau bangkit dan mengatasi ketakutanmu, dan Tuhan hendak mempermudahnya dengan mengirimkan Park Haneul!. Jadi aku, kami benar-benar memohon padamu, untuk kali ini saja kau atasi ketakutanmu dengan menjalin pertemanan dengan Haneul"

"Aku tahu, aku tak akan pernah mengerti bagaimana tersiksanya dirimu selama ini. Tetapi, aku adalah kakakmu yang selalu melihat keterpurukanmu tanpa bisa melakukan apapun selain memberimu semangat yang aku sadari tak akan menghilangkan lukamu. Tapi untuk kali ini saja aku ingin benar-benar membantumu. Semua keputusan ada di tanganmu Jennie-ya, kami tak akan memaksamu jika kau tak mau tapi kumohon jangan mengurung diri, jangan siksa dirimu lebih jauh lagi. Itu benar-benar menyakitkan"

Deja vuWhere stories live. Discover now